Livskamp

Andhika Rivani
Chapter #1

Sign

Sabtu, 27 MEI 2017

Aku menatap jam tanganku, sudah sekitar satu jam aku menunggu, duduk di sebuah sofa panjang di salah satu sudut ruangan kantor sambil terus memainkan kaki untuk menghilangkan perasaan tegang, mencoba rileks dengan berpikir jawaban yang aku siapkan saat namaku dipanggil nanti. 

Disekitarku tampak beberapa orang juga sedang menunggu panggilan, aku hitung ada delapan orang di sana, lebih malah jika aku menghitung orang-orang yang sudah dipanggil lebih dulu.

Seorang wanita di seberang sofa tempatku duduk terlihat gelisah sambil terus memainkan handphonenya, di sebelahnya seorang pemuda yang tampak lebih tua dariku terlihat tenang dan tampak siap dengan apa yang akan dihadapinya.

Sedangkan aku? tentu saja tak bisa menghilangkan rasa tegangku. Aku memang termasuk orang yang mudah tegang saat akan menghadapi suatu hal yang penting, dan itu selalu terjadi sejak aku masih di bangku sekolah dulu. 

Ya, aku sedang akan menghadapi interview user di perusahaan tempatku melamar kerja. Interview kerja yang entah sudah ke berapa kalinya. Dan aku masih tetap saja tegang.

Perkenalkan, namaku Aldebaran Bima Wibawa, seorang fresh graduate lulusan salah satu kampus yang cukup ternama. Sebenarnya tidak bisa dibilang fresh juga sih, karena di bulan ini sudah sekitar satu tahun aku menganggur sejak aku lulus kuliah. 

Ya, setelah menyelesaikan studi di kampusku, aku pikir mudah untuk mendapatkan pekerjaan, apalagi aku lulus dengan IP yang tergolong tinggi, meskipun aku terhitung telat menyelesaikan kuliah, aku lulus dalam waktu lima tahun tiga bulan. Perawakanku juga lumayan, aku mempunyai tubuh tinggi walau tidak atletis, namun bisa dibilang ideal, kulit putih, rambut pendek, yah bisa dibilang lumayanlah.

Aku juga bukan orang yang terlalu tertutup, walaupun tidak bisa dibilang aku ekstrovert juga sih. Mungkin kata ambivert cukup bisa menggambarkan kepribadianku. Namun harus aku akui aku adalah orang yang cukup gampang tegang di saat-saat penting.

Aku mengambil sapu tangan dari saku celanaku, menyeka keringat yang mengalir di pelipisku. Ruangan tempatku menunggu panggilan interview ini tidak gerah, ruangan ini dilengkapi bukan cuma satu, tapi ada dua buah AC yang menyala, dan ruangan ini cukup dingin sebenarnya, rasa gugupku yang membuatku terus berkeringat. 

“Lama juga ya nungguin panggilan, bikin deg-deg an aja,” kata seorang pria yang duduk di sebelahku.

Pria yang duduk di sebelahku bernama Danu. Aku berkenalan dengannya saat tes Focus Group Discussion sebelum wawancara ini, Danu satu grup denganku. Jadi saat ada panggilan wawancara ini kami bertemu lagi.

Danu ini pernah bekerja di salah satu bank swasta, tapi entah kenapa dia resign dan kini sibuk melamar pekerjaan baru. Katanya sih karena sudah tidak nyaman lagi, tapi bagiku yang saat ini masih belum juga dapat pekerjaan setelah lulus kuliah rasanya kok bikin sebal ya. Sudah dapat kerjaan di bank, tapi malah keluar. Entahlah, itu kembali ke pribadi masing-masing sih. 

“Iya, perasaan gak dipanggil-panggil kita ya," jawabku sembari mengusap keringat di pelipisku.

“Tegang amat kayanya bro? Dari tadi keringetan mulu. Hahaha….” Seloroh Danu yang memperhatikanku beberapa kali mengelap keringat.

Lihat selengkapnya