Kembali ke hari ini, hari di mana aku harus menghadapi wawancara kerja untuk ke sekian kalinya……
Kehidupan tak selamanya manis. Euforia saat kau merasakan keberhasilan karena suatu hal tak akan selamanya abadi. Permasalahan tidak hanya terjadi sekali dalam hidup, namun akan kembali muncul setelah kau menyelesaikan salah satunya, dan akan seperti itu terus-menerus.
Ibarat bermain game Super Mario Bross, King Koopa akan selalu muncul dan muncul lagi setiap kali habis dikalahkan. Well, tapi setidaknya kamu menikmati permainannya bukan?
Hidup juga seperti itu, nikmati saja pahit dan manisnya. Tapi… walau begitu proses pencarian kerja ini benar-benar membuat frustasi sih….
Aku masih memandangi layar hpku, berharap ada email yang masuk. Hari ini seharusnya adalah jadwal pengumuman hasil wawancara kerja tiga hari yang lalu, dan infonya akan diberi tahukan lewat email setelah jam dua belas siang.
Rasanya tak sabar ingin segera mendapat kabar itu. Aku menatap jam dinding kamar kosku yang masih menunjukkan pukul duabelas kurang tujuh belas menit. Waktu seakan-akan berjalan sangat lambat.
Menunggu hal seperti ini memang cukup menyebalkan, mendebarkan, dan menggelisahkan. Entah sudah berapa kali aku mengalami hal seperti ini dan ujung-ujungnya ditolak juga.
Dunia kerja tak semudah yang aku bayangkan dulu. Ternyata untuk bisa diterima di satu perusahaan butuh proses yang panjang dan probabilitas yang kecil. Sudah berapa kali aku mengikuti jobfair, berdesak-desakan dengan pencari kerja lainnya, antri berjam-jam hanya untuk registrasi dan menyerahkan berkas-berkas yang ujung-ujungnya hanya menjadi sampah dan tak ada panggilan lebih lanjut. Sudah tak terhitung banyaknya aku mengerjakan psikotes, menggambar orang lengkap disertai ketarangan, menggambar pohon, atau menghitung deret angka yang membuat tangan pegal.
Hasilnya?
Ya bisa dilihat sendiri kan? masih saja rebahan di kasur sambil menunggu pengumuman seleksi kerja sampai sekarang.
Mencoba untuk membunuh waktu, aku membuka instagramku yang isinya penuh dengan akun-akun pencarian kerja yang aku ikuti. Untuk jaga-jaga apabila masih ditolak juga, aku mencari-cari beberapa lowongan kerja di Instagram. Selamat, yang aku lakukan alih-alih membuang waktuku, malah semakin membuat frustasi melihat teman-temanku yang sudah mendapat pekerjaan.
Terkadang kesal juga sih, banyak orang-orang yang aku rasa effort-nya masih dibawahku tapi sudah mendapat pekerjaan. Yosef, dia paling malas jika aku ajak pergi ke jobfair karena alasannya di jobfair panas, malas berdesak-desakkan dan cuma bikin capek. Tapi sekarang dia sudah bekerja di salah satu perusahaan asuransi milik teman dari ayahnya. Yah… Koneksi mengalahkan segalanya.
Bella? Dia bahkan sepertinya belum berminat mencari kerja karena online shop miliknya yang menjual tas dan kosmetik cukup laris. Dan entah sejak kapan dia juga mulai banyak menerima endorse produk-produk kecantikan dan fashion. followers-nya pun meningkat dalam setahun belakangan ini.
Ya, harus aku akui juga sih, dia pandai memasarkan produk, pandai mix and match, dan dengan wajahnya yang cukup cantik, produk-produk fashion yang diiklankannya terlihat cukup bagus jika dipakai. Hmmm… oke…. Mungkin inilah yang dinamakan kemudahan bagi mereka yang goodlooking.
Sementara aku? Yah dengan penampilan yang pas-pasan, dan tidak punya koneksi jadi harus jungkir balik dulu berusaha lewat berbagai cara untuk mendapatkan pekerjaan.
Masih menatap layar hp kecil ini, tanganku membuka foto-foto lama di galeri Instagramku. Kulihat lagi foto-foto lama saat kelulusan kuliahku. Euforia itu, kini sudah tak terasa lagi, karena aku harus memulai perjuangan yang lain, dan perjuangan kali ini harus membutuhkan kesabaran yang ekstra.
Kamu tahu, sebenarnya yang membuat kesabaran kita diuji bukan hanya menunggu hasil tes atau wawancara kerja, tapi omongan orang lain dari kiri dan kananmu, itu yang lebih melatih kesabaran. “Sekarang kerja di mana?”, “Kok masih nganggur padahal sudah setahun lebih lulus kuliah?”, “Si A sekarang udah kerja jadi manajer lho, kemarin dia beli mobil baru, kamu kapan?”, Kata-kata seperti itu yang membuat kuping panas.
Ingin rasanya emosi dan menyerah saja mencari pekerjaan yang bagus. Toh dengan membantu bekerja part time di Bergen dan menyanyi di sana sudah bisa untuk aku hidup pas-pasan selama setahun ini, walau upahnya ya jauh di bawah standar.
Setahun ini memang aku ditawari Gary untuk membantu dia, menjadi seorang part time cook di Bergen sebagai biaya hidup sehari-hariku karena aku masih ingin bertahan dan mencari kerja di kota ini dibanding pulang kampung. Gary membebaskan hari kerjaku, karena dia tahu aku juga sering harus menghadiri tes dan wawancara kerja yang tidak tentu waktunya, namun dengan konsekuensi dia hanya membayarku per-jam. Jadi, ya upah yang aku terima tiap bulan berubah-ubah, tergantung berapa lama aku bekerja dalam sebulan itu.
Tapi, jika hanya seperti ini terus, kapan aku maju? Semakin bertambah umurku, semakin banyak kebutuhan yang harus aku penuhi, apalagi jika aku memutuskan untuk menikah nanti, penghasilan seperti ini jelas tidak akan cukup untuk menghidupi keluargaku kelak.
Aku memandang foto-foto Kirana, ya dialah motivasiku untuk tidak menyerah saat ini. Dia yang selalu mendukungku, ditengah-tengah kesibukannya sebagai aktivis difabel yang belakangan ini sangat sibuk dengan berbagai acaranya.
Kirana banyak terlibat dalam berbagai program, acara-acara seni yang melibatkan CDC, pembukaan toko karya seni CDC, menjadi pengajar Bahasa isyarat di Jakarta, hingga masih bergulat dengan programnya tentang adanya subtitle Bahasa Indonesia di film Indonesia yang tayang di bioskop.
Beberapa bulan belakangan ini dia selalu sibuk dengan laptopnya, dan sibuk bolak-balik ke Jakarta, namun usahanya mulai menunjukkan hasil. Beberapa film Indonesia yang tayang di bioskop mulai menggunakan subtitle Bahasa Indonesia untuk memfasilitasi para Tuli yang ingin menikmati film-film Indonesia.
Perjuangannya yang tak kenal lelah sudah mulai membuahkan hasil. Aku yang paling tahu bagaimana perjuangannya selama setahun ini, bagaimana lelahnya dia, tangis dan tawanya, wajah letihnya, namun kini perlahan dia mulai bisa mewujudkan mimpinya.
Kini giliranku untuk terus berusaha, terus berjuang hingga aku mendapatkan hasilnya. Yang aku tahu, tidak akan ada perjuangan yang sia-sia, semua akan ada hasilnya di belakang nanti. Pasti.
Jam menunjukkan pukul satu siang saat aku sadar ada notifikasi email masuk di hpku. Buru-buru kuraih hpku dan membuka email itu.
Benar saja, email hasil wawancara yang aku tunggu-tunggu! Hatiku terasa berkecamuk tidak karuan, tanganku mulai berkeringat saat membuka email itu.
“Tuhan…. semoga ini akhir dari satu tahun perjuangan dan penantianku," doaku dalam hati. Aku sangat berharap email ini membawa kabar bagus.
Di dalam email itu tercantum daftar nama pelamar kerja yang diterima kerja dan dipersilakan datang ke kantor untuk melakukan tanda tangan kontrak kerja. Aku membaca daftar nama itu dengan teliti dari awal sampai akhir.
Tidak ada namaku……
“Serius nih?”
Aku masih tidak percaya kembali mengulang membaca nama demi nama, lagi, hingga tiga kali aku mengulang membacanya. Sudah dipastikan…. tidak ada namaku di daftar pelamar kerja yang diterima.