Livskamp

Andhika Rivani
Chapter #9

Shall We Begin Our Journey?

Dunia ini aneh. Kadang dia terlihat cukup jahat dan membuat kita hingga hampir putus asa menjalaninya. Namun kadang dia juga bisa berubah menjadi baik dan memperlihatkan pelangi yang indah dan damai untuk kita.

Semua tergantung dari sudut pandang kita. Jika kita mudah menyerah pada keadaan dan terlalu banyak mengeluh, maka seperti itulah dunia bersikap kepada kita. Namun jika kita mau berusaha, berjuang dan tidak overthinking, dia akan tersenyum kepada kita, memberi hadiah akan perjuangan dan usaha kita.

“Alde, orderan nomor 42 udah siap belum?” Teriak salah satu waitress dari depan lorong dapur Bergen.

Wait, satu menit lagi selesai!” Teriakku menjawab.

Hari ini genap tiga bulan aku bekerja sebagai cook full time di Bergen. Dan aku mulai terbiasa dengan kerasnya dunia dapur. Tidak seperti dulu dimana aku cenderung bekerja sesukanya karena menganggap hanya bekerja part time dengan teman sendiri, sehingga tugasku pun tak terlalu banyak.

Namun sekarang berbeda, aku bertanggung jawab atas banyak hal di dapur. Ditambah lagi semakin hari entah kenapa Bergen semakin ramai saja. Mungkin karena beberapa bulan lalu ada youtuber dan selebgram yang cukup terkenal mereview Bergen di channel mereka. Entahlah, yang jelas Bergen saat ini selalu ramai tiap harinya.

Sesuai janjinya, Gary tidak hanya menyuruhku untuk bekerja di dapur, namun dia juga mengajariku tentang manajemen café dan restoran, strategi pemasaran, dan masalah pembukuan yang baik. Semua itu menjadi ilmu baru bagiku, dan menurutku itu semua adalah hal-hal yang sangat berguna untuk kemampuan manajerialku suatu hari nanti. Setidaknya aku sudah lebih paham tentang bagaimana meng-organize sebuah usaha.

Di dapur, tak cuma memasak, namun aku juga diberi tanggung jawab untuk meng-organize kebutuhan dapur. Mengecek stok, mana yang masih ada dan mana yang habis, memeriksa dan mensortir bahan-bahan masakan serta melakukan perencanaan, sehingga tidak banyak bahan yang terbuang karena sudah tidak segar maupun busuk.

Aku juga dibebaskan untuk berkreasi menciptakan resep baru atau yang menarik perharian pembeli sebagai salah satu strategi marketing. Dalam tiga bulan ini benar-benar banyak sekali hal baru yang aku pelajari, dan aku rasa aku mulai menikmati ini semua.

Suatu hal yang mungkin tak akan aku dapat jika dulu aku tidak merubah pola pikirku dan tetap ngotot untuk langsung mendapat perusahaan yang besar. Memang benar, aku harus belajar dari dasar dulu, memupuk pengalaman dan belajar tentang dunia kerja yang akan menjadi bekalku untuk dapat melangkah ke kapal yang lebih besar lagi nantinya.

Chef, kayanya kerjaannya sudah agak senggang, mau naik bareng aku?” Suara Bella terdengar dari depan meja bar.

Aku melirik jam di tanganku, sudah jam Sembilan malam. “Pantas sudah mulai sepi," gumamku.

Bergen memang beroperasi hingga pukul sebelas malam, namun biasanya puncak pengunjung berdatangan adalah pada jam makan malam, mulai dari setelah Maghrib hingga sebelum pukul Sembilan malam. Jika sudah mulai masuk pukul Sembilan biasanya kebanyakan tinggal mereka yang nongkrong saja, dan kebanyakan yang dipesan hanya minuman dan kudapan saja, sehingga kerja di dapur mulai mengendur.

“Yuk, habis ini ya. Duluan deh Bell, aku susul ke panggung," jawabku sembari melepas apron-ku dan melihat sekilas penampilanku di depan kaca samping dapur.

Aku meraih hpku lebih dulu, melihat beberapa pesan dari Kirana. Saat jam sibuk aku benar-benar tidak ada waktu bahkan hanya untuk sekedar mengecek pesan di hpku. Aku sempatkan untuk menghubunginya lebih dulu.

“Hallo Beb! Udah mulai senggang masaknya?” Ujar Kirana dengan Bahasa isyaratnya di video call.

“Udah lumayan Ay. Hari ini rame banget. Maaf ya baru bisa hubungin kamu," ujarku agak merasa bersalah.

“Gak masalah Beb. Cape ya?” Tanyanya, seperti biasa dia selalu perhatian, dan itu yang membuatku selalu terpesona kepadanya.

“Gak kok, aku kan strong. Haha…. “ Jawabku.

“Jaga kesehatan ya Beb! Besok libur kan? Kita jalan yuk?” Ajak Kirana.

“Kamu juga Ay. Serius, kamu yang jangan capek-capek. Itu kamu masih di depan laptop kan. Masih ada kerjaan?” Aku balas bertanya melihat layar laptop yang menyala di sampingnya dan kantong matanya yang semakin terlihat.

“Masih ngerjain materi buat bahan ajar Selasa depan nih. Iya, bentar lagi selesai kok. Selesai ini mau tidur, ngantukk…” Jawab Kirana.

Belakangan aku sering mengkhawatirkan kesehatannya karena kesibukannya yang semakin banyak saja. Namun dia selalu bilang kalau semuanya baik-baik saja. Kirana memang seorang pekerja keras, namun sifatnya itu juga yang membuatku khawatir, karena dia sering memaksakan dirinya.

“Bener ya, awas lho kalau begadang lagi, GAK BOLEH!” Perintahku.

“Siap sayangkuu.. beneran habis ini aku istirahat kok," jawab Kirana dengan manisnya.

“Okee, selamat istirahat ya sayang, sampai jumpa besok pagi, love you,” kataku menutup pembicaraan. Aku harap dia benar-benar segera beristirahat setelah ini.

See you sayang. Hati-hati pulang kerjanya nanti ya, love you too,” jawab Kirana menutup pembicaraan.

Aku menutup hpku dan bergegas menuju ke panggung. Sepertinya Rian sudah selesai dengan penampilan akustiknya. Di panggung, terlihat Bella sudah bersiap-siap untuk tampil.

“Jadi mau bawain apa kita sekarang?” Tanya Bella saat aku melangkah naik ke panggung.

“Aku pingin bawain lagunya Kings of Convenience yang Failure nih, mau gak?” Tanyaku. Entah kenapa aku sedang ingin berbagi dengan mereka yang masih di sini, bahwa kegagalan bukan berarti kehancuran, tapi kegagalan adalah langkah awal untuk belajar dan memulai segalanya dari awal lagi.

“Haha…. lagi pingin ngajarin tentang kisah hidup kamu nih?” Tebak Bella seperti bisa membaca pikiranku.

“Kurang lebih…. hahaha…”Jawabku.

…………………………………………..

Failure is always the best way to learn,

Retracing your steps until you know,

Have no fear your wound will heal,

I wish I could travel overground….

Lihat selengkapnya