Senja, dia datang di penghujung hari, menampakkan indahnya warna temaram di ufuk barat. Gradasi warna antara cahaya jingga mentari dengan warna biru langit yang mulai gelap dan awan yang mulai kelabu menunjukkan keindahan semesta yang acap kali diabadikan dalam lensa kamera dan kanvas lukisan.
Ahhh… memang senja begitu spesial. begitu spesialnya hingga membuat ia banyak dituliskan di lirik lagu musisi indie lengkap dengan kopi dan rokoknya. Begitu indahnya dia, sehingga para pendaki gunung rela menghentikan langkahnya menuju puncak sejenak hanya untuk memandanginya.
Tapi, senja juga menandakan berakhirnya sebuah hari, sebuah pengantar dari cerahnya siang menuju ke gelapnya malam. Dia adalah pertanda suatu waktu menuju akhir. Mungkin para pembenci kegelapan malam membenci senja sebagaimana mereka membenci malam, karena senja berarti berakhirnya cahaya bagi mereka.
Kirana masih sibuk di depan laptopnya, pikirannya menerawang dengan jari-jari yang masih belum bergerak dari keyboard-nya. Entah kenapa dia sedang tidak fokus dengan pekerjaannya. Hari ini dia berniat melanjutkan pekerjaannya menulis buku bahan ajar komunikasi tuli, namun entah kenapa setelah di depan laptop malah fokusnya hilang.
Dia memandang senja di luar jendela kamarnya. Langit senja berwarna jingga terlihat indah. Kirana sangat menyukai senja. Dia menyukai senja sebagaimana dia menyukai benda-benda langit lainnya. Baginya langit malam tidaklah menakutkan, tapi menakjubkan. Langit malam menyimpan berbagai misteri yang belum benar-benar diketahui.
Milyaran bintang di atas sana, untuk apa diciptakan? apakah ada kehidupan di salah satunya? Entahlah, semua masih menjadi misteri, dan baginya misteri itu adalah sebuah keindahan, dan salah satu keindahan itu yang saat ini dilihatnya adalah temaram senja dari balik jendela kamarnya.
Untuk kesekian kalinya Kirana mengusap matanya. Entah kenapa belakangan ini matanya sering buram saat melihat kejauhan. Sepertinya kesibukannya di depan laptop yang membuat matanya lelah, atau malah mungkin sekarang matanya mulai minus.
Getaran dari hp tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Dia melihat ada pesan dari Alde.
“Ay, lagi sibuk?” Bunyi pesan dari Alde.
Entah kenapa tiba-tiba niat isengnya timbul.
“Nei, bare ser pa skumringen,” balas Kirana. Dia tahu pasti Alde akan kebingunan saat membacanya.
“Itu kamu ngomong apa Ay? Bahasa India?” Benar saja, Alde kebingungan membaca balasan pesan darinya.
“Katanya suka sama Norwegia? Tapi bahasanya aja gak tahu. Payah ah… Haha…” Balas Kirana. Ya dia membalas pesan Alde dengan Bahasa Norwegia. Tentu saja dia juga tidak bisa, hanya bermodalkan google translate saja.
“Ohh… iya, senja yang indah ya," balas Alde.
“Pasti barusan langsung buka google translate ya kamu beb? Hahaha… Payah ah.. Katanya mau ajak aku ke Norwegia buat lihat aurora, belajar bahasanya dong,” Kirana masih melanjutkan keisengannya.
“Kan bisa pakai Bahasa Inggris Ay,” Alde mencoba membela diri.
“Emang semua orang lokal sana bisa Bahasa Inggris? Orang kita juga banyak yang belum fasih Bahasa Inggris," serang Kirana lagi.
“Greit stor frue, jeg skal studere,” Alde tiba-tiba membalas dengan Bahasa Norway juga yang membuat Kirana tertawa geli.
“Besok kita ke optik ya, masalah lagu udah selesai ini tadi. Udah aku kirim ke Dwiki, semoga hasilnya bagus,” Alde memberi kabar tentang lagunya, dan Kirana sampai detik ini tidak tahu seperti apa lirik lagu yang dibuat oleh Alde.
Katanya dia baru boleh tahu jika lagu itu terpilih menjadi dua terbaik, dan akan langsung diperdengarkan.
Kirana sendiri tidak yakin akan dapat mendengar lagu itu dengan baik. Dari pengalamannya dulu menggunakan alat bantu pendengaran sesungguhnya tidak banyak membantu. Yang dia rasakan hanya suara bising yang mengganggu telinganya dan membuatnya pusing. Apakah suara sebenarnya seperti itu? Entahlah dia sudah terlalu terbiasa dengan kesunyian.
"Oke beb, besok aku tunggu ya," jawab Kirana.
"Oke ay, see you," tutup Alde.
"See you," Kirana menutup percakapan.
Kirana memutuskan untuk mematikan laptopnya. Dia terlanjur tidak berminat untuk melanjutkan pekerjaannya sore ini. Pandangan matanya yang mulai kabur membuatnya terganggu dan memutuskan akan melanjutkannya esok setelah dia mendapat kacamata barunya.
“Hmmmm Skumring (senja) yang indah, semoga membawa hari esok yang indah juga," harapnya dalam hati sembari memandangi temaram senja yang perlahan menghilang di ufuk Barat.
----------
Bagi mereka yang sebelumnya tidak pernah memakai kacamata minus secara rutin, pengalaman pertama menggunakan kacamata tidaklah mudah. Walaupun pandangan menjadi lebih jernih saat menggunakan kacamata, namun rasa pusing karena tak biasa melihat melalui lensa membuat pusing saat dipakai dalam waktu lama.
Belum lagi perasaan kurang nyaman di ujung mata dan hidung bagian atas yang terasa aneh karena ada benda asing yang menempel dalam waktu lama.