Lola menatap seorang lelaki yang sibuk dengan laptopnya. Lelaki itu masih terlihat fokus dari lima belas menit yang lalu. Bukankah ini adalah istirahat siangnya, namun dia masih saja fokus menekan tombol keyboard laptopnya. Suasana kafe yang sepi dibuat tambah sepi ketika lagu Desember sudah sampai pada bait kedua.
Lola masih tidak berhenti menatap dia. Ponsel Lola bahkan sudah dingin terletak disamping sikunya. Tatapannya kini jatuh di bulu mata lentik lelaki itu. Sehingga tiba-tiba Lola menguap panjang.
Sontak Hary langsung menghentikan ketikkannya. Dia tertawa kecil.
Lola merasa sangat malu. Pipinya memerah mengingat dia tidak menutup mulutnya ketika menguap tadi.
"Maaf ya. Karna aku maksa buat anterin kamu pulang, jadinya kamu nunggu lama."
Lola menggeleng. Senyum yang terukir di wajahnya membentuk lipatan indah di sudut mata. Garis layaknya kumis kucing berkerut indah di pipinya. Senyum Lola selalu menarik karena itu.
Hary menutup laptopnya. Kemudian dia menyeruput habis ice Malaka yang tinggal seperempat gelas.
Lola mengikuti Hary yang berjalan menuju parkir motor. Hary memberikan helm untuk Lola. Mulanya Lola biasa saja menerimanya. Namun, ketika dia akan duduk di motor Hary, dia teringat mengapa Hary memiliki dua helm.
"Lola!"
"Eh iya kak, kenapa?"
"Kamu mikirin apa? Aku udah manggil empat kali padahal."
"Eh itu kak. Aku mikir kenapa kakak yang bayar minuman kita tadi. Seharusnya aku yang bayar kak soalnya kan aku dan Azila yang minjam uang kakak."
"Kalau gitu kamu mau bayar dengan cara lain?"
Lola terdiam sesaat. Detak jantungnya tidak karuan. "Apa kak Hary itu orangnya mesum ya?" pikirnya.