Looking for j (l) o (v) (e) b

meyniara
Chapter #3

Tamu yang tak di harapkan

Hari yang telah kutunggu akhirnya tiba. Pagi ini, seperti hari kemarin, semangatku tak berkurang sedikitpun. Justru semakin bertambah seiring langkah kakiku menuju kantor di hari pertama kerjaku ini. Jantungku berdegup kencang, bercampur dengan rasa cemas akan kontribusi yang bisa kuberikan pada saat menjalani tugasku nanti di kantor.

Pukul tujuh lebih lima menit, aku berangkat menuju ke tempat kerja. Udara begitu segar kuhirup pagi ini. Matahari tak begitu terik, justru cenderung mendung. Begitu menyejukkan dengan disertai semilir angin yang perlahan mulai menerpa tubuhku. Aku begitu nyaman berjalan santai di sepanjang gang kosanku menuju halte bus. Perjalanan terasa cepat dan tidak membosankan. Mungkin, karena perasaan bahagia dan rasa semangatku yang menggebu-gebu, yang membuat semua terasa indah.

 Dengan senyuman ramah, aku berjalan dengan mantap menuju ke dalam gedung kantor. Aku begitu nyaman mengenakan pakaian kerjaku hari ini. Kemeja putih panjang dengan rok span selutut, serta dengan tambahan blazer dan heels lima sentiku, menjadi pelengkap di hari pertama aku mulai kerja.

“Pagi, Pak.” sapaku pada satpam di depan gerbang.

“Pagi. Mbak yang tes waktu itu kan, ya?”

“Iya, pak.”

“Oh, sekarang udah mulai kerja, Mbak? Udah diterima kerja di sini, ya?”

“Iya. Alhamdulillah, Pak.”

“Oh, syukurlah. Saya juga seneng liatnya. Keluarga baru di perusahaan ini bertambah lagi jadinya.”

“Mari, Pak.” Aku berlalu pergi menuju ke dalam gedung.

 Di dalam, masih begitu sepi. Kulihat arlojiku, baru menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh lima menit. Aku berjalan menuju lobi. Lalu duduk di tempat kerjaku, di bagian resepsionis. Tas kuletakkan di atas meja. Aku mengeluarkan sebuah kaca kecil, untuk memastikan tatanan rambutku dan make-up naturalku. Tak lupa juga, aku mengecek tampilanku secara keseluruhan untuk memastikan bahwa semuanya benar-benar rapi. Aku mulai mempelajari pekerjaan baruku ini. Kulihat pula jadwal terselip diantara tumpukan file. Jadwal kunjungan tamu untuk hari ini. Aku membaca lembaran-lembaran yang telah terpampang dihadapanku.

“Hei!”

Suara sapaan itu mengagetkanku. Aku mendongak ke arah suara itu.

“Hei, Zyan.” kataku sambil tersenyum menatapnya.

“Karyawan teladan, nih. Udah dateng pagi-pagi.” ledeknya.

“Biar bisa ada waktu lebih untuk belajar.” kilahku.

“Hmm, gitu?” wajahnya mendekat ke arahku.” Udah sarapan belum?”

Aku hanya menggeleng.

“Sarapan, yuk.” Zyan melihat arlojinya.”Masih ada waktu nih, buat sarapan.”

“Hmm, gimana ya?”

“Udahlah, ayo.” Zyan menarik tanganku menuju keluar gedung kantor.” Ada tempat sarapan favorit gue di daerah deket sini.”

 Kami berjalan kaki di trotoar, di sepanjang jalan tak jauh dari area kantor. Udara pagi ini masih terasa sejuk. Jalanan pun belum terlalu ramai. Kami melewati beberapa pohon di pinggir jalan hingga akhirnya berhenti di sebuah warung kecil. Suasana warungpun belum begitu ramai. Hanya ada beberapa pelanggan yang sedang menikmati bubur ayam dan bubur kacang hijau. Aku dan Zyan menuju ke kursi sebelah barat untuk memesan menu sarapan.

“Mau pesen apa?" Zyan berdiri di hadapanku.

“Bubur ayam aja, deh.”

Zyan lalu menghampiri sang penjual untuk memesan makanan. Aku mengambil ponselku untuk menanyakan kabar Della yang masih berada di luar kota. Tak lama kemudian, Zyan datang membawakan dua buah mangkuk bubur ayam.

“Sarapan dulu, jangan maen hape terus.” celetuk Zyan.

“Iya.”

Kami segera menyantap bubur dengan lahap dan menyeruput segelas teh hangat.

“Berapa harga seporsinya?” tanyaku ketika sarapanku telah habis.

“Lima belas ribu.”

Aku kemudian mengambil uangku untuk membayar.

“Udah, gue yang bayar.”

“Gue jadi ngerepotin lo mulu, deh.”

“Enggaklah.” Zyan tersenyum.”Nanti, kalo lo udah dapet gaji pertama, baru gantian lo yang traktir gue.”

“Sip.”

Setelah membayar menu yang telah kami habiskan tadi, kami bergegas kembali ke kantor. Zyan menggandeng tanganku di sepanjang perjalanan menuju kantor. Aku yang begitu heran melihat tingkahnya tak mampu berkata-kata. Aku hanya sesekali memperhatikan wajahnya. Tak ada percakapan diantara kami hingga kembali ke kantor.

“Makasih ya, traktirannya.” kataku sambil melepas genggaman tangannya ketika tiba di gerbang kantor.

“Iya. enak, kan?"

"Sarapannya?" Aku balik bertanya.

"Iya." jawab Zyan sambil tersenyum.

"Iya, enak." timpalku.

Kami berpisah ketika sampai di lobi kantor.

“Semangat ya, kerjanya. Lo pasti bisa, kok.”

“Iya, makasih.”

Zyan berjalan menuju lift untuk ke ruang kerjanya di lantai atas. Sementara aku kembali ke tempat kerjaku beserta tugas-tugas yang harus kupelajari. Beberapa karyawan mulai berlalu lalang silih berganti ketika waktu menunjukkan pukul delapan. Beberapa telepon masuk dan aku berusaha melayaninya dengan sebaik mungkin. Beberapa dari tamu yang ingin mengatur ulang jadwalnya, beberapa lainnya dari klien dan investor yang tak jarang minta dihubungkan langsung dengan direksi via telepon. Dan tepat jam sebelas siang aku kembali menerima telepon.

“Halo, selamat pagi. Saya Gita dari Sinar Nusantara property. Ada yang bisa saya bantu?”

“Nanti siang, tunggu gue di parkiran. Kita makan siang bareng.”

“Maaf, Bapak. Ini dengan Bapak siapa dan ada keperluan dengan siapa?” Aku berpura-pura tak mengenali telepon dari Zyan

“Dengan Bapak Zyan dan punya keperluan dengan Ibu Juliani Gita Ayralia.”

“Apakah Bapak telah membuat janji sebelumnya, Pak?” aku kini berusaha menahan tawaku di balik sambungan telepon.

“Git, udah deh. Gak usah bercanda, Gue serius. Nanti kita makan siang bareng. Lo tunggu di parkiran.”

“Iya.” ucapku singkat.

Lihat selengkapnya