Looking for j (l) o (v) (e) b

meyniara
Chapter #4

In the End

Hari-hari yang berlalu terasa begitu suram di hidupku. Aku jadi sangat senang menyendiri di taman kota. Sambil menikmati sejuknya pepohonan, aku berusaha mengembalikan semangat hidupku serta melupakan segala kesedihanku. Aku mengganti nomor ponselku untuk melupakan Zyan. Hanya Della yang mengetahui nomor baruku. Aku bekerja sebagai waitress dan tinggal di mess yang disediakan pemilik café. Sudah beberapa minggu belakangan, aku tidak bertemu dengan Della.

Masih teringat jelas di benakku bagaimana raut wajah Della setelah mendengarkan ceritaku saat aku berpamitan padanya. Della yang kala itu baru saja pulang tugas dari luar kota begitu kaget mendengar kabar bahwa aku telah berhenti bekerja dari kantor yang sama dengannya. Aku menceritakan semua kejadian yang tak mengenakkan itu pada Della. Tak jarang, ekspresi kesal dari Dellapun sangat jelas terlihat. Bahkan, dibeberapa kesempatan, aku harus menahannya dan memohon padanya untuk tidak mendatangi Zyan ataupun Maurin. Karena aku tidak mau pekerjaannya terancam juga di sana. Della hanya bisa menguatkanku. Berkat bantuannya pula, aku bisa bekerja part time di café milik kekasihnya. Di tempat baru ini, aku kembali menata hatiku, menata impian hidupku dari awal. Sambil sesekali aku mencari lowongan pekerjaan yang lebih baik di beberapa tempat.

Hari ini, di tempat ini, Della mengajakku bertemu. Aku tiba lebih awal dari jadwal yang telah dijanjikan Della. Taman masih sepi. Mentaripun masih terlihat malu-malu untuk memancarkan sinarnya. Suasana pagi ini begitu teduh untuk suasana hati yang tidak menentu. Aku bangkit dari kursi taman dan segera menuju ke sebuah tebing kecil yang terbuat dari beton, seperti sebuah balkon di pinggiran taman. Aku melihat suasana di bawah sana. Gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi terlihat begitu megah yang seolah keberadaannya seperti benteng di sekeliling taman ini.

“Hei.”

Suara sapaan lembut itu membuatku menoleh dengan segera. Seorang lelaki yang sudah tak asing lagi dihidupku hadir tepat dihadapanku. Dia terlihat rapi, seperti biasanya. Kali ini Dia mengenakan kemeja putih, lengkap dengan jas serta dasi dan celana yang berwana hitam. Kacamata berframe hitamnya juga tak ketinggalan digunakannya. Dia membawa sebuah bouquet mawar merah. Dia adalah Zyan, yang tak pernah kutemui sejak kejadian di kantor waktu itu. Dia mendekat ke arahku. Aku hanya diam tak membalas sapaannya. Aku justru berbalik membelakanginya.

“Kenapa sikap lo jadi dingin gini sama gue? Bahkan lo ga menceritakan apapun sejak kejadian saat itu.”

“Gak ada yang perlu gue ceritain, karena pastinya tunangan lo udah cerita semuanya.”

“Maurin?” Zyan terkekeh geli.”Dia gak pernah menceritakan soal apapun tentang lo ke gue, selain kata resign.”

“Ada yang lucu, lo ketawa?” tanyaku sinis.

“Tentu dong.”

Aku menatapnya tajam.

“Gita yang gue kenal dulu di SMA itu adalah seorang cewek yang pantang menyerah, percaya diri. Jauh berbeda sama Gita yang gue kenal sekarang.”

“Mungkin lo salah orang.” tukasku.

“Ada berapa nama Juliani Gita Ayralia ya, di hidup gue?” sindirnya.”Yang gue rasa sih, cuma satu-satunya di sepanjang hidup gue.”

Aku hanya tersenyum.

“Kenapa sih, lo pergi gitu aja tanpa berucap sepatah katapun sama gue? Bahkan lo gak kasih kesempatan buat gue jelasin semuanya.”

“Jelasin apalagi?”

“Perasaan ini.” Zyan kini yang membelakangiku setelah memberikan sebuah amplop kecil.

Aku mulai membuka dan membacanya. Betapa kaget dan terharunya diriku, ketika aku mengetahui bahwa Zyan masih menyimpan surat yang kita tulis bersama sebelum perpisahan sekolah. Bahkan, aku saja tidak mengingatnya.

“Lo gak pernah tau kan, kalo selama ini ternyata tempat ternyaman untuk persinggahan hati gue adalah diri lo?”

“Gue gak pernah tau karena lo gak pernah nunjukkin perasaan tertarik ke gue, apalagi sampe jatuh cinta.”

Zyan meletakkan bunganya di atas balkon. Dia terlihat menunduk dan tetap membelakangiku. Aku hanya tertegun menatapnya yang tiba-tiba menyatakan semuanya. Menyatakan hal yang tak pernah kusangka sebelumnya.

“Gue terlambat memastikan itu, Ta. Ketika kita lulus, lost contact, pokoknya selama berpisah dari lo gue ngerasa ada yang beda. Dan gue gak pernah nemuin kebahagiaan yang sama seperti bersama lo. Gak pernah gue nemuin tempat ternyaman buat hati gue selama pencarian cinta gue.”

Lihat selengkapnya