Setelah kelas usai, Sarah dan Fida langsung berlari menuju kursiku.
"Kamu serius mau ke Bandung?" Tanya Sarah dengan mata yang berbinar.
"Nggak tau. Males."
"Kok males? Kan enak sekalian jalan-jalan, refreshing otak. Ya pokoknya jangan lupa oleh-oleh sih." Kini Fida yang menyahuti.
"Eh tapi kayaknya kamu pernah cerita deh punya temen di Bandung?"
Aku diam berpikir sebentar. Kenapa aku baru ingat? Aku tidak sendirian di Bandung, disana ada Aksa.
"Eh iya-ya? Kok aku yang lupa? Wah makasih loh Sar udah diingetin."
"Parah nih, temen sendiri dilupain. Awas aja sampe lupa sama kita, ya nggak Sar?"
"Kalau kalian mah nggak bakal lupa."
"Eh tapi kok Bu Dewi milihnya kamu ya Lun? Kan mayoritas yang dipilih rata-rata anak pinter?" Sarah menatapku dengan bingung.
Aku tertawa, "Sialan. Jadi menurutmu aku bodoh gitu?"
"Dikit." Sahut Fida.
Dan akhirnya kami bertiga terbahak.
***
"Aksa ... Aku punya kabar."
"Eh tapi ini kabar baik apa buruk ya?"
"Buruk deh kayaknya."
Aku mengirimkan Aksa pesan lewat Whatsapp untuk memberitahunya perihal untuk ke Bandung. Tapi sepertinya dia sedang sibuk, karena sekitar jam 11 kedai kopi tempatnya bekerja sedang ramai.
Aksa memutuskan untuk bekerja dan tidak melanjutkan kuliah. Dia pernah bercerita berkeinginan untuk membiayai adiknya sekolah, dan adiknya sedang duduk dikelas 5 SD.
"Apaan?"
"Sorry nih lama, tadi kedai lagi rame banget soalnya."
Tak lama dia membalas pesanku.
"Tebak dong?"
"Kamu beli novel baru?"
"Tetot."
"Dapet gebetan baru?"
"Noooo."
"Baru jadian?"
"Salah."
"Terus apa dong?"
"Tunggu aku di Bandung ya?"
3 menit menunggu balasan ...
5 menit menunggu balasan ...
"SUMPAH DEMI APA MAU KE BANDUNG?"