"Mas jadi kita ketemu sama klien baru kita, mas sudah yakin nerima tawaran untuk ekspor produk kita, itu banyak banget mas pesanannya apa kita bisa?"
"Disyukuri saja, mungkin kita dikasi rejeki yang lebih, daripada kamu mikir yang aneh aneh, mending kita siap siap kita harus ketemu dengan klien baru hari ini karena kita sudah janjian," Haikal meminta kepada Fatma untuk segera bersiap siap.
"Ya sudah kalau begitu positif thinking saja ya, semoga ini hanya perasaanku saja, aku masak buat sarapan dulu," Fatma segera pergi meninggalkan Haikal ke dapur dan menyiapkan sarapan.
"Mas, aku kok deg degan ya kalo kita terima tawaran buat ekspor, kita itu skalanya masih lokal aja, modal kita juga belum cukup kalo harus tanda tangan kontrak buat ekspor dengan pesanan sebanyak itu," Fatma yang dari tadi memikirkan usahanya masih terus berusaha meyakinkan Haikal untuk mebatalkan kerjasama dengan klien baru.
"Sudah kita yakin saja, positif thinking saja, ini jalan rejeki dari Alloh buat kita gak mungkin buruk, urusan modal itu nanti mas sudah ada yang bantu juga."
"Siapa yang bantu, banyak banget itu mas, belum lagi karyawan kita yang masih belum cukup, kita betul memang sudah besar usaha kita tapi kalo buat melangkah sejauh itu kayaknya belum siap." Fatma terus mencemaskan keputusan suaminya yang menerima tawaran untuk menembus pasar international, Fatma memikirkan tentang modal yang dimiliki saat ini masih belum cukup karena semua telah dipakainya untuk membeli sebuah bangunan yang dia gunakan untuk tempat produksinya.
Namun Fatma hanya bisa pasrah dengan keputusan suaminya, Fatma dengan berat dia harus mengikuti Haikal bertemu dengan klien barunya. Mereka melanjutkan sarapan, dengan membahas hal lain, Fatma tidak ingin berdebat dengan suaminya itu mencoba mengubah topik obrolan. Suasana yang tadinya kaku karena perdebatan soal bisnis sekarang telah mencair.
Mereka langsung bersiap siap pergi untuk bertemu dengan klien barunya yang didapatnya dari rekan mereka.
"Halo, ini aku mau berangkat, nanti ketemu dimana?" Haikal menghubungi rekannya yang mengenalkannya pada klien barunya.
"Mr. Rudolf minta ketemu di restaurant dekat dengan hotel tempatnya menginap, ini aku juga sudah otw, lima menit lagi sampai nanti aku share lok,".
Dalam perjalanannya Fatma memulai obrolan mereka dan menanyakan siapa yang ditelpon suaminya tadi.
"Nelpon sapa tadi mas?"
"Nelpon Firman, dia yang memerantai dengan Mr. Rudolf," jawab Haikal dengan tersenyum kepada istrinya.
"Firman yang ayahnya bos besar itu? dia yang bantu mas? Mas apa beneran udah dipikir beneran ambil kerjasama buat ekspor produk pakaian kita, mas kita baru aja berkembang, baru juga kita ini buka pabrik, aku takut modal kita gak nyampek mas, banyak yang harus dipersiapkan dan banyak yang harus ditambah kalo kita nerima pekerjaan skala besar banget seperti ini, mending kita jalankan yang ada terima orderan dari pelangaan yang udah kita kenal dan dalam negri saja," Fatma terus mengeluarkan pendapatnya berusaha mencegah suaminya untuk melangkah terlalu jauh dalam usahanya.
"Kita yakin dan positif thingking saja, jangan mikir yang aneh aneh, sayang fokus saja sama anak kita yang ada dalam kandungan," Haikal menanggapi ocehan istrinya dengan sangat sabar sambil mengusap perut fatma.
"Ya sudah kita Bismillah saja semoga ini hanya kekhawatiranku dan kita bisa menjalankan dengan lancar, kita ketemu dimana ini, kenapa gak sekalian saja dikantor mas kenapa harus diluar?"
"Kita ketemu di restaurant dekat dengan hotel Mr. Rudolf, sudah kamu tenang saja ya sholawat saja jangan pikiran yang aneh aneh terus."
Setelah lima belas menit kemudian mereka telah sampai ditempat yang mereka tuju, turunlah Haikal dan Fatma memasuki restaurant. Fatma terus mengingatkan suaminya sebelum bertemu dengan MR. Rudolf.