Lost in the Paint

Siti Khadijah
Chapter #1

Bagian 1 - Alisa Nasyeta

Dug!

Bunyi benturan demi benturan menggema di langit-langit kamar. Membuat langkah berderap di luar rumah terhenti. Hening.

"Alisa!"

Glek.

Aku meneguk ludah ketika ibu menyibak selimut yang tengah aku gunakan untuk menyamarkan cahaya dari layar handphone milik Anthony yang tengah ku mainkan.

"Ha-hai bu." Ujarku sembari mencoba menyembunyikan handphone dibalik badanku. Tersenyum semanis mungkin agar ibu luluh. Namun, mungkin malam ini bukan keberuntungan bagiku.

"Hai-hai apa! Tidur sekarang atau besok kamu tidak dapat jatah makan!"

Ibu berkacak pinggang, melotot ke arahku lalu menunjuk jam yang menggantung ditengah-tengah dinding antara ranjang tingkatku dan kasur tipis untuk bersantai milik Anthony.

"Sudah jam 12 Alisa! Sudah berapa kali ibu bilang, tidak usah begadang. Sekarang, mana hp itu?!"

Ibu menyalak galak menatap aku yang takut-takut menyerahkan handphone Anthony yang tidak ia bawa ke perkemahan. Kebetulan, anak laki-laki ibu satu itu sangat menyukai semua hal yang berhubungan dengan alam.

"Akan ibu sita selama seminggu. Sekarang, tidur anak nakal!"

Ibu mematikan lampu tidur, membuat aku mengerucutkan bibir tidak suka.

"Ibu selalu saja pilih kasih!"

Aku menarik selimut, menutup seluruh tubuhku dan mencoba memejamkan mata. Masih ku dengar ocehan ibu yang menyebut aku anak tidak tau diuntung. Tapi biarlah, untuk malam ini saja aku tidak perlu mendengarkan ia.

Bunyi pintu ditutup membuat aku kembali menyembulkan kepala dari balik selimut, meraih saklar lampu lalu menyalakannya.

Kembali membuka sebuah buku yang tidak sengaja aku temukan sore tadi di sekitar rumah tua yang selalu Anthony lewati, iseng aku mengikutinya minggu lalu. Kemudian kembali berjalan-jalan disana karena aku penasaran dengan apa isi dari sebuah istana megah yang ditumbuhi banyak rumput liar dan belitan akar.

Sebuah buku bersampul mawar merah yang timbul, disisi kiri kanan atas bawah terdapat ukiran emas yang sangat indah. Terdapat untaian mirip akar yang di pipihkan, menambah daya tarik buku tersebut.

Sudah hampir 10 menit aku mencoba membuka buku 'aneh' itu, namun tidak bisa terbuka. Bahkan setiap kali aku membuka seperti buku biasanya, ada bunyi kemeletuk yang menggema diruangan kamarku. Sahut menyahut seperti kode morse.

"Susah!"

Aku melemparkan buku tersebut asal lalu menaiki tempat tidur, membelakangi pintu yang tertutup lalu menarik selimut hingga dada. Disana, pusat kota yang sangat ingin aku kunjungi.

"Cahaya merah?"

Kilatan cahaya silih berganti, merah, putih, biru, hijau. Kemudian kembali berputar-putar seperti kaset rusak. Aku mendekati jendela, memutar kusen lalu mendorongnya kuat.

Aku melihatnya dengan jelas, pawai obor warna warni. Tapi bukan itu keanehannya, melainkan anak-anak yang membawa obor. Sejak kapan ada manusia memakai pakaian sangat aneh seperti mereka?

Dengan pakaian yang ku taksir memiliki umur yang tua dan sudah lusuh, mereka berjalan. Ah! Aku terkesiap, buru-buru menutup jendela.

"Mereka bukan manusia."

Aku mundur beberapa langkah, terantuk karpet yang sedikit tergulung. Lalu.

Lihat selengkapnya