Yuna
Beberapa tahun yang lalu, hujan turun dengan lebat di seluruh penjuru kota Bogor. Aku sedang berteduh di sebuah warung kecil di sisi kampus. Ray melintas di hadapanku. Ia mencoba menutup kepalanya dengan jaket yang sudah basah kuyup. Karena melihatku sedang berteduh, ia pun bermanuver dan langsung mengambil tempat tepat di sebelahku.
"Kita selalu ketemu. Apa mungkin kita itu jodoh?" celetuk Ray penuh percaya diri sambil menepuk-nepuk pundaknya yang basah.
Lelaki itu sudah sering mengatakannya, dan aku selalu saja ingin muntah setiap kali mendengarnya. Mimpi apa aku bisa bertemu Ray si muka tembok yang nggak pernah kapok kutolak cintanya? Aku hanya bergidik menanggapinya saat itu.
Hujan semakin deras kala itu. Aku dan Ray terjebak cukup lama. Saat itu lah dia berkata, "Yuna, untuk yang ke-20 kalinya aku bertanya. Mau jadi pacarku?"
"Dua puluh? Kamu benar-benar menghitungnya?" tanyaku.
"Bukannya itu cukup untuk menunjukkan keseriusanku?"