Lost Memories

MR Afida
Chapter #3

Check Up

“Dira, cepat habiskan sarapanmu! Mama cuma dapat izin setengah hari,” seru Rhea.

Nadira menikmati sarapannya dengan santai, mengunyah perlahan-lahan setiap suapan nasi goreng yang masuk ke mulut. Mengabaikan keluhan Rhea yang memintanya bergegas. Gadis itu justru sibuk membalik lembar demi lembar buku yang ia baca tanpa sedikit pun menoleh pada ibunya.

“Dira! Kamu dengar tidak, apa yang Mama suruh.” Rungut wanita itu lagi.

Setiap pagi sudah menjadi kegiatan rutin Rhea bertegang urat, menegur anak gadisnya yang terlalu bersikap santai. Pada hari-hari biasa ia tidak terlalu peduli, tetapi hari ini mereka memiliki janji temu dengan adik sepupu Hanin, seorang dokter spesialis saraf. Pasti akan sangat memalukan jika mereka sampai terlambat.

“Tanggung, Ma. Sediikit lagi ceritanya tamat,” jawab gadis itu dengan senyum kecil terukir di bibirnya.

Rhea merapikan meja bagiannya, meneguk habis susu yang tinggal sepertiga gelas dan menyusun piring sisa sarapan. Ia beranjak menuju sink, mencuci piring dan gelas lalu meletakkannya di rak plastik.

“Lanjutkan membacanya bisa di mobil Dira, ayo cepat!” seru wanita itu lagi.

Nadira menutup bukunya dan melihat pada Rhea. “Mama ke kantor saja, aku bisa pergi sendiri ke rumah sakit,” jawab gadis itu.

Nadira melanjutkan kembali sarapan, berpura-pura fokus pada nasi gorengnya untuk menghindari tatapan kesal Rhea. Sesekali mata Nadira mencuri pandang pada Rhea yang berjalan mendekat, hingga wanita itu berdiri di sampingnya dan mencium pucuk kepalanya.

“Mama khawatir kalau membiarkanmu pergi sendiri,” jelas Rhea sambil membelai rambut anak gadisnya pelan.

Nadira tengadah, melihat Rhea yang menatapnya dengan sendu. “Aku selesaikan dulu sarapannya, setelah itu kita pergi.”

Gadis itu tidak tega jika harus menolak perhatian Rhea. Semenjak ibunya meninggal dan ayahnya pergi ke pelukan wanita lain, hanya Rhea yang mencintainya dengan tulus. Wanita itu menggantikan posisi ibunya, menjadi orang tua tunggal, meskipun belum pernah menikah.

“Mama tunggu di depan.” Rhea mencium pucuk kepala Nadira, kemudian berjalan menuju ruang depan untuk membereskan perlengkapan untuk ke kantor.

Tidak lama kemudian, Nadira menyusul Rhea yang sudah berada di dalam mobil. Sebelum mereka berangkat, sekali lagi Nadira memeriksa isi ransel yang selalu ia bawa ke mana-mana, khawatir jika ada yang tertinggal.

Lihat selengkapnya