Antrian panjang mengular hingga beberapa meter di salah satu meja kasir di big giant market. Seorang wanita tua yang tampak kaya raya dan arogan, memarahi dan menunjuk-nunjuk wajah seorang kasir berseragam biru yang menunduk dalam.
Umpatan wanita tua itu disertai dengan wajah garang, ia mengeluarkan barang-barang belanjaannya sehingga memenuhi meja kasir, serta ada beberapa yang jatuh ke lantai. Wanita itu tidak mempedulikan tatapan orang-orang yang melihatnya gemas.
“Kau sengaja mau mempermainkan saya? Bertugas sebagai kasir tetapi tidak bisa menghitung semua total belanjaan!” umpat wanita tua itu.
Suaranya menggelegar, mengundang banyak orang untuk mendekat, menyaksikan drama kekerasan yang ia lakukan pada Nadira.
“Maaf Bu, saya tidak bermaksud mempermainkan, tetapi saya benar-benar lupa berapa jumlah uang yang harus dikembalikan,” jelas Nadira pelan.
Mata sipit Nadira menatap wanita yang memarahinya dengan penuh permohonan maaf. Bibirnya yang tipis digigit perlahan, menutupi kegugupan yang sudah ia rasakan sejak tadi. Perlahan-lahan ia memunguti kembali belanjaan wanita yang memarahinya, menghitungnya ulang, dan memasukkannya kembali ke dalam kantong plastik besar.
“Saya tidak mau dilayani kasir bodoh sepertimu, carikan saya kasir pengganti yang lain!” seru wanita itu.
Hardikan wanita itu mengundang perhatian semua orang tertuju pada kasir dua, tempat Nadira dan pelanggan itu berseteru. Kerumununnan orang semakin ramai, bahkan ada mengabadikan kejadian memalukan tersebut, merekamnya dengan kamera ponsel.
Aruna berlari menuju Nadira, menyelamatkan dari kemarahan pelanggan yang tidak mau berbaik hati memaafkan kesalahan sahabatnya. Sigap ia mengambil alih posisi Nadira dan menyelesaikan semua keluhan pelanggan arogan tadi.
“Maaf, aku sudah membuat masalah untuk kalian semua,” ucap Nadira, menatap pada semua orang yang masih mengelilingi mereka.
“Tidak apa-apa, kau hanya lelah bekerja tanpa henti sejak pagi. Ayo kita istirahat dulu,” ajak Aruna, sambil menarik tangan Nadira.
“Mai, tolong isi kasir dua, “ pinta Aruna pada sahabatnya yang baru saja tiba. Ia menyeret tangan Nadira yang mengikuti langkahnya dengan lunglai menuju kantin belakang.
perasaan bersalah merayap di hati Nadira, tidak hanya sekali ini ia membuat masalah ditempat kerja, beberapa hari yang lalu dirinya juga tidak bisa melakukan apa-apa, padahal hanya dimintai tolong untuk mengambilkan sebuah bola lampu. Namun, karena pikirannya tidak bisa berfungsi dengan baik, ia melupakan permintaan bantuan temannya yang menyebabkan terjadi pertengkaran kecil antara mereka.
“Aku benar-benar lupa berapa jumlah uang yang harus aku kembalikan,” jelas Nadira setelah mereka tiba di kantin.
“Kalau kau lupa, kenapa tidak melihat pada layar kemputer jumlah uang yang harus dikembalikan?” tanya Aruna. “Atau kau punya masalah?” lanjutnya lagi, matanya menatap tajam pada Nadira.
Nadira menggeleng, “Tidak, akhir-akhir ini aku cuma lebih sering bingung,” jelasnya tersenyum.
Tangannya sibuk mengaduk-ngaduk teh es. jujur saja ia tidak berselera untuk menikmati makan siang setelah kejadian memalukan tadi.