“Kalau di hatimu udah nggak lagi ada namaku, kamu boleh akhiri hubungan kita. Aku juga nggak mau buat hati kamu merasa terkekang dan aku sendiri merasa di abaikan.” Keinan memulai pembicaraan setelah hampir lima belas menit mereka duduk dalam keheningan, “Will, aku mencintaimu. Tapi kalau hatimu bukan untuk aku buat apa kita terusin hubungan ini?”
Will membisu, pandangan matanya hanya tertuju pada minuman yang hanya tinggal setengah. Suasana seketika membeku, Keinan membuang napas pelan sambil mengarahkan pandangannya ke sisi lain. Sekilas ia melihat sosok Alan meninggalkan Caffe sambil tertawa lepas bersama kedua temannya. Ia terus memperhatikan sosok itu hingga hilang dibalik dari pandangan matanya.
Keinan kembali menatap Will, meski lelaki itu masih juga belum berani menatap matanya, “Sampai kapan kamu akan terus seperti ini, Will? Aku di sini, ada di depan matamu. Tapi kamu sedikitpun nggak ada niat untuk natap aku, kenapa? Apa wajah ini udah membosankan buat kamu?”
Will menarik nafas panjang, menenangkan diri kemudian berubah serius lalu meraih tangan kanan Keinan, ia menatapnya dengan arti yang sama sekali tidak dapat dimengerti Keinan, “Kei, aku ngajak kamu kesini bukan untuk berdebat, aku mau kita santai menikmati waktu yang jarang memihak sama kita…, jadi tolong jangan tanyakan keseriusanku dalam hubungan kita.”
“Gimana bisa aku nggak mempertanyakan keseriusan kamu, Will?”
“Keinan, Will!” sapa seorang perempuan berjilbab, tanpa permisi ia langsung membanting pantatnya di samping Keinan setelah bersalaman. Suasana sedikit mencair dengan kehadiran perempuan itu. Dia adalah Ulani sahabat Keinan.
“Tadi aku sempat ke rumah kamu , katanya kamu di sini ya udah aku susul aja, lagian udah lama juga kita nggak ngopi bareng …, Oh ya Will barusan aku ketemu Adena di parkiran, kok nggak di ajak masuk sih? Kan kasian di sana sendiri,”
“Yeah, aku pergi sekarang.” Will mencondongkan badannya lalu mencium kening Keinan dan berpamitan pada Ulani. Tindakan itu membuat hati Keinan panas dan membuat dirinya bertambah yakin kalau Will bukanlah lelaki yang tepat untuk dia pertahankan.
Ulani menatap Keinan dengan heran, “Kamu membiarkan Will pergi gitu aja dengan Adena? Kei, kamu sehat?”
Yang ditanya hanya menggedikan bahu, dia tau apa yang membuat Ulani berkata seperti itu dan siapapun pasti akan menanyakan hal yang sama, kenapa dirinya membiarkan Will pergi begitu saja bahkan tanpa ada usaha untuk mencegahnya. “Aku percaya Will, kalau dia mencintaiku dia akan menjaga hatinya.”
“Dia juga akan berpikir, kalau kamu masih mencintai Willgy, kamu akan berusaha mecegahnya, tapi apa? Hubungan kalian aneh!”
“Saat ini Adena lebih membutuhkan Will. Dan Will, nggak akan pergi gitu aja kalau nggak ada sesuatu hal yang penting.”
“Sak karepmu!”
***