Gerbang 'Sekolah Tinggi Kebebasan Eksponen LEGABETR' tidak terbuat dari besi, melainkan dari susunan kaca neon yang berkedip dengan tulisan “Express Yourself or Be Suppressed!” (Ekspresikan Dirimu atau Tertindas!).
Hajime berjalan di samping Himari. Himari mengenakan seragam sekolah—jaket 'crop-top' ungu, rok mini kotak-kotak, dan kaus kaki setinggi paha—yang menurut Hajime terlalu 'fashionable' dan 'provocative' untuk sebuah lembaga pendidikan.
"Lihat, Hajime! Kau harus santai! Seragammu terlalu kaku!" tegur Himari, mencoba merapikan kemeja putih Hajime yang polos.
"Aku tidak mau terlihat seperti 'cosplayer' yang baru datang dari konvensi 'yaoi'," balas Hajime, menarik tangannya.
Saat mereka memasuki area utama, Hajime melihat papan pengumuman yang dihiasi gambar-gambar kartun ceria. Di tengahnya, terdapat sebuah 'pamphlet' besar dengan judul tebal: 'HUKUM DASAR EKSPRESI DIRI.'
Hajime membaca 'pamphlet' itu. Paragraf yang dicetak tebal dan berwarna merah membuat darahnya beku:
PASAL 41 B: ORIENTASI TUNGGAL HETEROGONIS
"Tindakan cinta atau kasih sayang romantis, yang ditujukan secara eksklusif dan tunggal kepada lawan jenis (Hetero Monogami), adalah tindakan pengkhianatan terhadap Kebebasan Ekspresi. Pelanggar yang terbukti bersalah akan menjalani pemotongan organ vital sebagai hukuman, atau 'Rehabilitasi Penemuan Diri Intensif' (RPDI)."
Di bawahnya ada tulisan kecil: "Peringatan: Jika Anda tertarik pada lawan jenis, Anda 'diizinkan' asalkan Anda juga menunjukkan minat yang sama pada sesama jenis. Jadilah 'Bi-Liberal'!"
"Pemotongan... organ vital?" bisik Hajime, merasakan keringat dingin membasahi punggungnya. *Ini gila! Mereka serius!*
Himari menepuk punggungnya. "Aduh, kau terlalu kaku! RPDI itu hanya semacam terapi 'touching' selama tiga bulan. Tapi yang penting adalah pasal intinya: 'Komite Siswa Agen Kebebasan (K-SAK)' akan mengawasi semua interaksi romantis!"
"K-SAK?"
"Ya! Mereka adalah siswa teladan, 'jomok' sejati, yang memastikan tidak ada yang menekan diri mereka. Jangan khawatir, selama kau mencari pasangan 'gay' atau 'bi-liberal', kau aman. Kau tidak mau aku mencarikanmu pasangan 'uke' yang manis, kan?" tanya Himari penuh harap.
"TIDAK!" seru Hajime, terlalu keras. Beberapa siswa menoleh.
"Oh, 'fiuh'. Itu adalah ekspresi diri yang bagus! Kau harus lebih sering berteriak," kata Himari.
Mereka tiba di ruang kelas. Ruangan itu tampak seperti kafe, bukan ruang kelas. Di depannya, berdiri seorang wanita muda, mengenakan 'turtleneck' dan rok pensil abu-abu yang sangat formal. Dia terlihat benar-benar 'out of place'.
Itu adalah 'Elina Luthervan', si agen Lot Foundation, menyamar dengan nama samaran "Elina."
Elina memegang sebuah buku yang tampak seperti Alkitab, tetapi ia segera menyembunyikannya di balik papan tulis mini.
Himari menarik Hajime maju. "Sensei Elina! Kenalkan, ini adikku, Hajime! Dia baru pindah dari Jepang dan butuh bimbingan ekspresi!"
Elina memandang Hajime. Tatapannya dingin, tapi ada kilatan pengakuan di matanya—seorang Agen "Alpha."
"Selamat datang, Akutsu-kun," kata Elina. Suaranya kaku dan formal, seperti guru abad ke-19.