“Apa kau yakin dengan keputusanmu itu?” aku menatap Vionne tidak mengerti.
“Ya,” Vionne menegakkan kepalanya dan menatapku, “aku akan tetap mewakili pihak militer di 7 Dewan dan tidak akan mengundurkan diri.”
Aku menatap Vionne dalam-dalam, “Apa sikapmu ini hanya untuk membuatku merasa semakin bersalah karena telah memasukkanmu ke dalam militer?”
Vionne tersenyum, “Tidak, kok. Aku malah bersyukur karena kau sudah menyuruhku masuk militer. Oh, dan keputusanku ini tidak ada hubungannya dengan rasa dendamku, jadi kau bisa tenang sekarang. Berkat kejadian tiga bulan lalu, aku menemukan cara yang lebih elit untuk membalaskan dendamku.”
Aku menyandarkan punggungku, “Baiklah, aku tidak akan menghentikanmu dan aku akan menunggu balas dendammu itu.”
“Kalau begitu, aku akan kembali ke perbatasan,” Vionne menunduk hormat sejenak.
“Sebelum kau kembali ke sana, tolong kunjungi Ester dan lihat apakah kondisinya sudah semakin membaik atau belum. Ini sudah tiga bulan sejak kejadian itu, aku berharap dia pulih dengan cepat,” ujarku tanpa mengalihkan pandanganku dari setumpuk kertas di atas mejaku.
“Aku akan menjenguk kak Karrie,” sahut Vionne.
“Aku yang akan menjenguknya,” balasku.
“Oi, kak,” panggil Vionne dengan nada tidak acuh.
Aku menatapnya seraya mengangkat sebelah alisku, “Apa?”
“Aku yang akan menjenguk kak Karrie, kau pergilah ke rumah Nyonya Schwinn,” Vionne membalikkan badannya lalu berjalan keluar ruangan.
Aku terdiam menatap pintu ruanganku tertutup dengan perlahan, kemudian menghela napasku. Ternyata aku memang lebih nyaman dipanggil tanpa sebutan ‘kak’. Aku kembali menyelesaikan berkas di hadapanku, namun pikiranku tidak bisa fokus.
Selang sepuluh menit kemudian, aku dapat mendengar ketukan di pintu ruanganku dan Minty muncul dengan sebuah keranjang bunga di tangannya. Terdapat beberapa macam bunga di keranjang itu, seperti mawar, tulip, violet, serta aster. Aku berhenti menulis dan meletakkan penaku.
“Vionne memberitahuku jika kau akan mengunjungi Ester nanti, bisakah kau berikan ini untuknya? Aku harus mengunjungi agen perumahan untuk menanda-tangani kontrak,” tanya Minty.
“Kau benar-benar akan menjual rumah Ester? Aku kira percakapan kemarin hanyalah gurauan,” tanyaku.
“Aku juga akan menjual rumahku, lalu aku akan membeli sebuah rumah di kota. Aku pikir lebih baik jika kami tinggal bersama agar aku bisa menemani Ester, jadi dia tidak akan merasa kesepian dan terlarut dalam kesedihan lagi,” jelas Minty.
Aku memperhatikan keranjang bunga yang dipegang Minty, lalu menghela napas pelan, “Letakkan di meja itu.”
Minty meletakkan keranjang bunga itu di meja yang kumaksudkan, “Alex, apa kau ingat percakapan kita dua tahun yang lalu di perayaan ulang tahunmu yang ke dua puluh?”
“Ya,” sahutku.
“Kau tidak pernah menjawab pertanyaan yang kuajukan saat itu, tapi kuharap kau akan menjawabnya sekarang,” ujar Minty.
“Mengapa tiba-tiba sekali?” tanyaku.
“Sebenarnya ini tidak mendadak, mengingat aku sudah menanyakan hal ini sejak dua tahun lalu. Dulu, aku tidak begitu mempedulikannya, tapi aku jadi kepikiran setelah melihat kau melakukannya hingga sejauh ini,” ujar Minty.
Aku menatap kertas-kertas di mejaku, “Apa aku harus menjawabnya saat ini juga?”
“Tidak,” Minty menyentuh salah satu kelopak bunga di keranjang itu, “aku akan mengetahui jawabannya saat aku bertemu Ester nanti.”
Aku terdiam menatap bunga-bunga itu, “Dengan bunga itu?”
Minty mengangguk pelan, “Aku ingin tahu jenis bunga apa yang akan kau berikan pada Ester nanti. Apakah jawabanmu adalah iya atau tidak itu tergantung dari jenis bunga apa yang kau berikan padanya.”
Aku kembali mengambil penaku dan mulai menulis, “Bagaimana aku bisa tahu jenis bunga apa yang melambangkan jawabanku?”
“Kau akan mengetahuinya. Tidak, kau pasti mengetahuinya,” ujar Minty sebelum keluar dari ruangan.
=====================================================================
Aku memasukkan tangan kananku ke dalam saku celanaku dan menatap Karrie yang tengah membaca sebuah buku dengan tenang. Terdapat perban putih yang melilit beberapa bagian tubuhnya. Karrie menoleh kearahku begitu dia menyadari kehadiranku.
“Oh, kau datang juga ya?” sapa Karrie.