Aku harus menemukan gudang itu, aku harus menyelamatkan Samuel dan aku harus menemukan Mariah. Semua kalimat itu memenuhi kepalaku saat ini. Sambil terus berjalan membelah kegelapan hutan, aku mengumpulkan motivasi untuk mengalahkan rasa takutku sendiri.
“Deg.” Jantungku seakan berhenti berdegup melihat apa yang ada jauh di hadapanku saat ini.
Senterku menyorot tanah lapang berumput dan di tengahnya terdapat bangunan tua.
“Apakah itu gudangnya?” aku bertanya dalam hati.
Aku segera berlari ke arah bangunan itu, nafasku memburu, emosiku seakan tak terbendung.
“Apakah Samuel benar-benar di dalam sana?”
“Apa yang akan terjadi setelah ini?”
Aku terus bertanya sambil terus berlari.
Hingga tibalah aku di depan bangunan ini. Ada dua daun pintu kayu besar yang tertutup rapat. Aku menyenter ke sekililing dan berhenti kala cahayanya menyorot papan kayu di sisi bangunan yang bertuliskan ‘Gudang Cidre Apel Keluarga Watts’.
“Keluarga Watts?” aku bertanya dalam hati.
“Apakah ini milik keluarga ibu?” aku mulai melangkah perlahan menuju pintunya.
Pintu ini tertutup rapat, aku mencoba mendorongnya. Baru saja aku tempelkan kedua telapak tanganku, pintu ini sudah terbuka mengeluarkan suara berderit khas kayu tua yang sudah lama di tinggalkan.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan mulai menyenter bagian dalam yang gelap.
Aku dapat melihat drum-drum kayu besar bekas menyimpan cairan cidre apel dengan aroma asam dan apek karena sudah berjamur.
Aku mulai melangkah masuk kedalam.
“Sam... ” aku mulai memanggil.
“Samuel apakah kau di dalam?” Aku memanggilnya sekali lagi.
Aku memperhatikan ke sekitar hanya ada drum-drum kayu besar. Gudang ini cukup luas dan aku mencoba untuk terus masuk ke dalam.
Aku terus mengarahkan senterku ke depan, ke kanan dan ke kiri mencari-cari berharap aku dapat segera menemukan Samuel disini.
“Kanina... ” Aku mendengar suara memanggil.
“Sam?” Aku yakin itu suara Sam.
“Kanina... di sini... ” Sam lagi-lagi memanggilku.
“Sam!” Aku berlari ke arah suara tersebut.
“Kanina... ” Suara Sam begitu lirih, datangnya dari arah atas. Aku segera menengadah ke atas langit-langit.
“SAM! TIDAK!” Aku melihat kedua tangan dan kaki Samuel diikat dengan tali merentang ke sudut-sudut langit-langit. Ia tengkurap di atas udara menghadap ke bawah. Ia sudah bertelanjang dada dan seluruh badannya penuh dengan luka.
Darahnya menetes ke wajahku. Aku menyenter wajah Sam dan bisa melihat ia menahan sakit yang teramat parah.
“Samuel, apa yang terjadi?” Aku bertanya dengan suara gemetar.
“Kanina jangan datang, kau dijebak.” Samuel berkata lirih.
“Aku harus menyelamatkanmu!” Aku melihat ke sekitar berusaha dapat menemukan sesuatu yang dapat membuatku naik ke atas untuk membawa Sam turun.
“Kanina.” Suara seorang wanita muncul dari kegelapan.
Aku memperhatikan arah suara itu datang, disertai suara langkah kaki yang mendekat.
Dengan tangan yang gemetar aku mengarahkan senterku ke arah suara tersebut.
“Mariah... ” Aku bergumam pelan.
Mariah muncul dari kegelapan dengan langkah kaki yang begitu pelan.
“Mariah! Kita harus menurunkan Samuel!” Aku berkata cepat dengan suara khawatir ke arah Mariah.