Aku melihat kuku-kukuku sendiri berubah menjadi tajam dan panjang, jari-jariku seakan memanjang dan tulang-tulangnya menjadi tegap mengeras.
Pandanganku buram, aku menggelengkan kepalaku dengan kaku.
“AAAAAAAARRRGH!” aku berteriak kesakitan.
Secara tidak sadar aku sudah berdiri dengan tegap sempurna.
“Selamat Kanina!” Ereca tersenyum ke arahku, melepaskan Mariah dari dekapannya.
Pandanganku begitu jernih sempurna, tidak ada sedikitpun detail yang terlewat. Gudang yang tadinya temaram menjadi begitu jelas dan terang.
“Kanina... ” Aku menengok ke arah Zaria yang memekik melihat ke arahku. Ia dan Nic masih diikat dengan tali dan ditahan oleh dua orang berjubah itu.
“Invictum sera demonis.” Mariah bergumam dan aku bisa mendengar suaranya yang sepelan itu dari arah aku berdiri saat ini. Pendengaranku menjadi sangat sempurna.
Drum-drum di sisi kanan dan kiri bergetar dan bergeser dengan sendirinya.
“Kanina, lekas ikut kami dan pergi dari sini.” Ereca mengajakku keluar.
“Terlambat! Aku sudah memanggil mereka dan kalian tidak akan selamat!” Mariah berbicara sambil tertawa seperti orang gila.
Jerami-jerami yang ada di lantai mulai menganyam dengan sendirinya membentuk tali-temali kemudian bergerak mengikat satu persatu dari kami.
Aku dengan mudah menghindar begitu juga dengan Ereca.
Mariah masih tertawa seperti orang gila, Ereca melompat ke arahnya.
“WANITA LAKNAT!” dengan satu tebasan jari-jari serta kuku tajamnya ia memutus leher mariah dari badannya.
Darah muncrat ke berbagai penjuru. Kepala Mariah menggelinding ke arah Zaria dan Nic yang mulai terikat oleh jerami-jerami itu. Zaria dan Nic berteriak histeris melihat kepala Mariah ada di bawah mereka. Sementara badan tanpa kepala milik Mariah mulai terjatuh berlutut. Tangannya masih bisa bergerak meraba-meraba lantai mencari kepalanya.
“Dasar penyihir!” Ereca mengumpat ke badan Mariah dan hanya dengan menggerakkan telapak tangannya ia menghempaskan badan tanpa kepala itu ke arah jendela layaknya ia tidak mengangkat beban sama sekali.
Aku melihat Samuel menahan tangis dan amarah di sudut ruangan melihat ibunya mati begitu saja.
Aku lekas menuju dua orang berjubah yang menahan Zaria dan Nic, instingku begitu saja menyuruh untuk menghabisi mereka. Aku melesat merobek perut salah satunya, usus dan segala isi perutnya buyar keluar begitu saja, ia jatuh berlutut dengan mulut mengeluarkan darah sementara sosok berjubah satu lagi waspada melihat ke sekeliling, namun aku dengan cepat sudah berada di hadapannya, tangan kananku menerebos dadanya dan mengambil jantungnya. Pria itu terjatuh dengan darah perlahan-lahan keluar dari lubang di dadanya.
Zaria dan Nic yang ada di dekatku semakin berteriak histeris sambil menangis.
“Kanina! Kau gila! Kau memilih pihak yang salah!” Ereca berteriak ke arahku.
“Aku tidak memihak siapapun! Aku mengikuti instingku.” Aku menjawabnya begitu saja sambil meremas jantung yang masih berdetak di genggamanku.
Ereca melesat dengan cepat menyekap Samuel.
“Kalau kau mau dia hidup maka pergilah bersamaku!” Ereca lagi-lagi memberikan penawaran.