Louve "Serigala Betina"

Pebriyatna Atmadja
Chapter #14

Mers-Les Bains

Kami berjalan keluar hutan satu jam lamanya, rasanya lebih cepat daripada memasuki hutan tadi sore. Aku melihat jam di tanganku kala kami tiba di jalan raya, waktu menunjukan pukul empat pagi. Sudah selama ini kami berada di dalam hutan.

“Apa kita akan menunggu taksi?” aku mulai bertanya kepada Zaria dan Nic sesampainya di tepi aspal.

“Layanan taksi belum beroperasi sepagi ini.” Jawab Zaria.

“Berapa lama jika harus berjalan kaki sampai Envermeu?” Nic bertanya kepada Zaria.

“Kurang lebih satu jam sampai pemukiman terdekat.” Jawab Zaria.

“Kita jalan kaki saja.” Aku memberi usul.

Zaria dan Nic terdiam, keduanya masih nampak ketakutan dan canggung setelah pembantaian yang baru saja terjadi di dalam hutan.

“Apa kalian mau menunggu di tepi hutan ini?” aku kembali bertanya.

Keduanya memperhatikan ke dalam hutan.

“Tidak, kita jalan kaki saja dan terus berada di jalan raya.” Zaria menjawab cepat diikuti anggukan Nic. Keduanya nampak ngeri melihat ke dalam hutan.

Aku menatap sekali lagi ke arah hutan, Charlie tiba-tiba muncul, berada di ujung jalan masuk hutan, ia tersenyum.

Merci Charlie.” Aku berucap pelan.

Kami mulai berjalan menyusuri aspal, matahari mulai nampak samar akan terbit. Di musim panas memang matahari akan terbit lebih cepat dan tenggelam lebih lama.

Kami sudah berjalan sekitar satu jam, matahari mulai terbit dan cahaya pagi mulai menyinari pemukiman yang terlihat dari kejauhan.

“Kanina, ini... ” Nic menyodorkan botol air mineral.

“Apa? aku tidak haus.” Jawabku heran.

Pardon, maksudku basuhlah wajahmu, ada banyak darah mengering di mulut dan wajahmu.” Nic menjelaskan canggung.

“Maaf Kanina, kita akan memasuki pedesaan, aku takut warga yang melihat akan panik melihat banyak darah di wajahmu.” Zaria menambahkan juga masih terlihat canggung.

“Oh, oke, terima kasih.” Aku mulai membasuh wajahku. Zaria memberikan tisu untuk aku mengeringkan wajah. Zaria dan Nic sudah lebih dulu membasuh wajah mereka yang juga terkena cipratan darah.

Kami tiba di Envermeu, Zaria dan Nic nampak sangat kelelahan namun aku merasa tubuhku sangat fit dan kuat.

“Rumahku masih tiga puluh menit dari sini, aku akan panggil taksi.” Zaria menelepon layanan taksi dan kami menunggu di depan pintu masuk wilayah Envermeu.

Taksi datang lima belas menit kemudian, selama perjalan Zaria dan Nic tertidur sementara aku terus menatap jendela dengan pikiran yang melayang ke segala arah.

                                                              ********

“Apa dia baik-baik saja?”

“Sudah dua hari dia tertidur.”

“Apa kita perlu membawanya ke dokter?”

“Apa kau yakin? apakah dia benar-benar butuh dokter? maksudku kau lihat sendiri kan dia begitu kuat malam itu.”

Aku membuka mataku kala mendengar percakapan tersebut. Aku melihat Zaria dan Nic sudah ada di sisi ranjang tempatku tertidur. Aku mulai bangun dan meluruskan punggungku.

“Oh, kau sudah bangun!” Zaria nampak kaget melihatku.

“Maaf apa kami membangunkanmu?” Nic bertanya ketakutan.

“Tidak perlu seperti itu.” Aku tersenyum.

“Kau sudah tertidur selama dua hari, kami pikir kau kelelahan. Kami tidak berani untuk membangunkanmu, maaf... ” Zaria menunduk.

“Apa aku tidur selama itu?” tanyaku kaget.

Keduanya hanya diam menunduk.

Tiba-tiba saja perutku berbunyi, aku merasa sangat lapar.

Zaria dan Nic mendengarnya, keduanya melotot dan lekas mundur perlahan.

“Haha, kenapa kalian setakut itu? maaf aku merasa lapar.” Jelasku malu.

“Apa kalian punya baguette dan susu?” aku lanjut bertanya.

“Huh... syukurlah.” Keduanya menghela nafas lega dan berucap syukur bersamaan.

Aku menggerling heran ke arah keduanya.

“Kalian pikir aku akan memakan kalian?” aku bertanya sinis.

Keduanya hanya nyengir.

“Aku sudah menyiapkan sarapan, ikutlah bersama kami.” Zaria mengajakku keluar kamar.

Aku melihat tubuhku sendiri masih dengan pakaian yang sama dengan banyak noda darah kering.

“Maaf Zaria aku tidur dalam keadaan kotor seperti ini, aku akan ganti baju dulu.” Pintaku malu.

“Tidak masalah, aku akan mengganti spreinya nanti. Kami tunggu di ruang makan.” Zaria dan Nic kemudian keluar kamar.

Aku segera keluar kamar seusai membersihkan diri.

Lihat selengkapnya