Malam semakin dingin, lampu-lampu di Rue de Craie semakin terang, sebagian agak konslet dengan irama menyala lalu padam. Disisi kanan dan kiri jalan menjulang bangunan tinggi masing-masing terdiri dari lima belas lantai. Itulah dua apartemen paling sesak di Rue de Craie. Sementara diujung jalan terlihat sebuah katedral tua yang telah lama ditinggalkan bahkan percaya atau tidak, terpampang papan kayu berukuran 100x100 cm dengan tulisan “à vendre”.
Rue de Craie adalah nama sebuah jalan di pinggiran kota Paris, sebenarnya lebih cocok disebut gang kecil yang membelah Apartemen Pervers dan menghubungkannya dengan katedral tua tak terurus hingga menjadi jembatan menuju Rue de Poutre, jalan raya yang lebih besar.
Meskipun tampak seperti gang kecil tetapi Rue de Craie tak seburuk yang kalian kira, udara disini masih sejuk dipagi hari dengan pohon-pohon cemara kecil disisi jalannya, pemandangan dari atas lantai 15 Apartemen Pervers juga sangat indah, dengan view menara Eiffel yang menakjubkan, meski tampak jauh. Bahkan lebih baiknya lagi, terdapat satu restoran kecil disamping katedral yang menyajikan menu-menu klasik Perancis seperti croissant dan pain au chocolat untuk sarapan bahkan ada steak caché, couscous dan roti gandum untuk makan siang, kaupun tak perlu repot keluar jalan ini untuk membeli kebutuhan dapur, karena ada mini market 24 jam didepan gang yang dapat memenuhi nafsumu akan keripik kentang dan diet coke dimalam hari. Dan kenapa aku tahu semua itu? karena aku tinggal disini, di Rue de Craie, Apartemen Pervers, Tower B nomor 116.
Minggu pagi pukul 8, aku bangun dengan malas dari ranjangku. Berpikir bahwa hari ini libur, rasanya ingin sekali aku tidur lagi tetapi aku harus ke pusat kota Paris untuk membeli beberapa barang untuk persiapan kuliahku nanti. Aku mulai dengan pergi ke dapur dan seperti biasanya membuka lemari es dan menuang segelas susu, menyalakan kompor dan membuat telur dadar, kemudian memanggang 2 roti dan menyiapkan dua buah piring. Sebelum meletakannya di meja makan aku tersadar bahwa sudah ada mangkuk kotor sisa sereal dan cangkir bekas kopi. Pasti kakak ku sudah sarapan lebih dulu, padahal biasanya aku yang membuatkannya sarapan. Aku tak mendengar suaranya mungkin ia sedang keluar untuk berolahraga padahal aku sudah membuat telur dadar cukup banyak, untungnya aku belum membuat kopi untuknya. Dengan cepat aku melahap roti panggang dan telur dadar, masih tersisa satu porsi lagi yang aku buat untuk kakak ku, biar aku taruh dilemari es. Aku segera meneguk susuku dan bergegas mencuci semua piring kotor, setelah selesai aku langsung menyikat gigi dan bergegas mandi, pukul 9 aku sudah siap pergi namun kakak ku belum juga pulang. Aku mengambil ponsel dari tasku dan menelponnya.
“Tut.. tut..” suara sambungan telepon seluler.
“Halo, kakak dimana? aku harus segera pergi ke kota!” sergapku kala sambungan berhasil.
“Aku sedang bertemu seseorang, mungkin nanti siang aku baru pulang, ada apa? apa kau butuh uang lagi?” respon kakak.
“Tidak, aku hanya ingin memastikan kau dalam kondisi oke. Uangku masih cukup. Kau bertemu siapa? Rekan kerjamu? Tidak biasanya di hari minggu.”
“Bukan hanya teman lama, oke pergilah dan hati-hati, kabari aku jika kau sudah sampai kota, cukup kirim sms jika kau butuh uang tambahan.”
“Kau aneh sekali, Aku pergi sekarang ya. Kau membawa kuncimu kan?”
“Ya, au revoir”. Tutup Kakak.
Aku menutup telepon dan mengunci pintu. Kakakku adalah seorang pegawai bank di Paris, biasanya ia bertemu klien hanya untuk menawarkan produk terbaru dari banknya tetapi tidak dihari minggu karena ia libur. Lalu ia bertemu siapa? Apakah teman lama? aku mulai berpikir dari dulu hingga sekarang kakakku jarang bertemu seseorang kecuali pelanggan banknya. Bahkan aku sempat berpikir dia tidak mempunyai teman. Jahat sekali aku ini. Ada baiknya jika ia bertemu seorang wanita. Kakak ku cukup tampan, aku bahagia jika ia mempunyai pacar namun hanya ada satu wanita yang sangat ia sayangi dan ia berkata bahwa wanita itu adalah aku. Aku kadang berpikir kalau kakak ku memang sedikit aneh.
Aku berjalan menuju Rue de Poutre, menyapa beberapa orang di sisi jalan menuju stasiun. Aku memilih ke pusat kota menaiki metro, hanya 10 menit dan biayanya lebih murah daripada naik taksi. Aku sadar bahwa kami harus berhemat. Karena gaji kakakku tak sebanyak kebutuhan kami yang harus terpenuhi, apalagi aku akan masuk kuliah, walau aku mendapat beasiswa tapi tak sepenuhnya aku terbebas secara finansial. Memang selama ini gaji kakak cukup-cukup saja tapi aku tidak mau merepotkannya, Ia juga harus menabung untuknya sendiri. Bagaimana nanti jika ia ingin menikah. Saat aku berumur 10 tahun orang tuaku sudah meninggal, saat itu kakak baru saja lulus SMA. Kakakku sangat pintar dia lulus akselerasi diumur yang cukup muda. 16 tahun sudah lulus SMA dan masuk perguruan tinggi lewat beasiswa imbasnya kakak tak perlu membayar 1 euro pun. Aku sangat bangga. Saat itu aku dibiayai oleh kakak dari warisan orangtua kami karena kami tak mempunyai kerabat jadi kakak yang mengurus semuanya. Saat kakak berumur 17 tahun, kakak baru bisa mengubah tabungan ayah di bank menjadi miliknya. Tapi waktu dan jaman terus berkembang. Kebutuhan akan hidup membuat tabungan semakin menipis. Setelah lulus kuliah kakak bekerja di Bank dan memulai segalanya dari awal, kakak lah kepala keluarga untukku. Aku bangga dan sangat menyayangi dia. Kalau aku rindu ayah kakak dapat menjadi pelindung untukku dan jika aku rindu ibu kakak akan menjadi sosok yang sangat penyayang. Aku selalu rindu senyum lembutnya. Wajahnya yang bertanggung jawab adalah penopang aku ketika aku sedang merasa sedih dan sendirian. Sejak kami menjadi yatim piatu, ketegaran sudah menjadi bagian dari hidup kami.
Waktu menunjukan pukul 9.30 pagi, aku sampai di stasiun kota, keadaan tidak terlalu penuh tapi cukup ramai. Aku menempelkan kartu navigo ke mesin tiket kemudian menunggu metro menuju pusat kota. Aku duduk di dalam metro dengan cukup nyaman dan sangat menikmati 10 menit perjalananku. Aku memandang keluar, melihat banyak bangunan tua namun sangat terurus di sana-sini, tumpukan pohon yang menyerupai hutan kota dan langit yang begitu cerah. Setelah 10 menit tibalah aku di pusat kota Paris. Aku menuju gang kecil ke arah utara kota dan mencari-cari toko busana. Aku sampai disebuah toko bernama “Z for Mode” namanya sedikit aneh, aku melihat gaun dipajang di depan toko ini. Berarti toko ini menjual pakaian wanita. Aku masuk dan disambut dengan seorang wanita muda berambut ikal, kulitnya putih, parasnya cantik dengan mata biru yang indah. Aku terkesan menyukai gayanya, aku tersenyum padanya lebih dulu, dan ia membalasnya. “Bonjour et bien venu a Z for mode, kami memberikan yang terbaik untuk anda. Selamat belanja”. Ia menyapaku ramah dan kembali menuju meja kasir setelah membukakan aku pintu. Aku melihat-lihat sejenak, toko ini minimalis, tidak terlalu besar tapi aku rasa cukup lengkap, aku melihat deretan celana jeans, kaos aneka warna, kemeja-kemeja wanita, blazer, sampai aksesoris wanita semua ada di sini. Seharusnya aku ke mall di pusat kota untuk lebih lengkapnya, tapi aku lebih suka berbelanja di toko-toko seperti ini. Wanita itu menyalakan lagu klasik, enak didengar, tapi tak sesuai dengan gayanya, ia mengenakan kaus ketat dibalut mini jacket dan mengalungkan syal di pundaknya, serta beberapa kalung unik dilehernya, Ia emakai rok selutut dan sepatu high hells, ada gelang kaki warna-warni di kaki kirinya, dan beberapa gelang etnik di tangan kanannya, ia juga memakai jam tangan indah di tangan kirinya. Aku memang terlalu memperhatikannya karena aku menyukai gayanya itu, terlebih lagi rambut cokelat ikalnya yang dikuncir asal. Bagiku sangat terlihat cantik. Kalau aku mana berani berdandan seperti dia. Begitu asik dengan pikiranku aku tak sadar bahwa ia mendekatiku.
“Bonjour, ada yang bisa aku bantu?” Ia bertanya.
“Bonjour, aku mencari beberapa pakaian." Jawabku.
“Beberapa?” Ia kembali bertanya.
“Maksudku, aku ingin membeli agak banyak jika ada yang cocok, aku butuh sebelum aku masuk universitas, sekarang sedang luang, jadi aku berpikir untuk sekalian.” Jelasku.
“Oh.. sepertinya kamu tipe orang yang sangat sibuk jika sudah mempunyai kegiatan baru, mari kita lihat apa saja yang kau butuhkan.” Ia menjawab sambil tersenyum dan aku membalas senyumnya.
“Pakaian apa yang kau cari?” lanjutnya.
“Aku kira aku butuh beberapa celana jeans, kemeja dan kaus dengan kerah.” balasku
“Kau tepat waktu, aku punya semua itu saat ini, kemarin barang-barang baru saja diantar.’’ balasnya
“Oke, aku dapat melihatnya.” tandasku.
Kami berkeliling toko dan berbincang-bincang kecil. Akhirnya setelah puas melihat-lihat aku membeli 2 kaus berkerah, 2 kemeja, 3 celana jeans dan percaya atau tidak aku membeli satu buah gaun, aku sendiri bingung untuk apa gaun itu, tetapi aku tertarik dengan warnanya yang ungu gelap dan desain nya yang sangat elegan. Aku membeli satu buah sepatu sneakers juga. Ternyata barang-barang di toko ini cukup eksklusif. Tidak banyak yang dijual tapi berkualitas baik, ada beberapa high heels dan sneakers khusus wanita di sini. Aku menghabiskan uang cukup banyak namun aku rasa aku cukup puas dengan barang-barang ini. Aku ingin tampil simpel ketika kuliah nanti tetapi tetap terlihat feminim oleh karena itu wanita tadi menyarankan aku memakai beberapa aksesoris pilihannya seperti gelang dan kalung-kalung etnik yang indah. Aku suka semua aksesoris pilihannya untukku. Setelah selesai membayar aku meninggalkan toko, baru beberapa detik melangkah keluar dari pintu toko, wanita tadi memanggilku. Aku kaget ternyata ia memberikan kartu diskon karena aku berbelanja cukup banyak, kartu diskon itu dapat digunakan kapan saja jika aku kembali berbelanja lagi. Aku berterimakasih dan segera pergi. Aku agak repot membawa 3 kantung belanjaan ini. Aku memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran kecil sambil beristirahat sejenak. Aku mampir di sebuah restoran dekat Menara Eiffel, aku selalu suka memandang menara ini, terlihat sangat indah. Aku memesan steak dan lemon squash. Sambil menikmati makananku aku menikmati juga indahnya Eiffel dari jendela restoran. Tak lama setelah makananku datang, tiba-tiba cuaca menjadi agak mendung, aku memutuskan untuk segera menghabiskan makananku dan segera pulang. Ketika aku menghabiskan makananku aku merasa ada yang memperhatikanku. Benar saja dari jendela tempat aku memandang Eiffel tadi, ada seorang wanita yang memperhatikanku, tatapannya biasa saja, tetapi jelas sekali ia memperhatikan aku. Aku merasa agak canggung karena perasaan tidak nyaman dan bergegas pergi. Baru saja aku keluar dan menjauh dari pintu masuk, wanita tadi menjegatku. Aku merasa sangat kaget sebenarnya siapa wanita ini.
“Maaf apa saya mengenal anda?” aku mulai bertanya.
“Tidak untuk saat ini, maaf jika membuatmu takut.” jawabnya.
“Kau siapa? Ada perlu apa denganku?” aku bertanya agak sinis.
“Aku Mariah, aku adalah adik ibumu.” Timpalnya dengan serius.
Aku kaget mendengar penyataannya, yang aku tahu aku dan kakak tidak punya kerabat. Apalagi itu berarti bahwa ia adalah bibiku. Tapi darimana ia tahu siapa aku.
“Maaf, apa anda tidak salah orang?” tanyaku
“Tidak, kau Kanina kan? aku adalah bibimu, aku membawa pesan penting untukmu.” jawabnya.