Lovadira

Rita Rohmawati
Chapter #6

RESIGN

***

27 November 2016

Hari ini aku janjian bertemu Dio di kampus. Seperti biasa, Dio menungguku di halte depan kampus, aku yang baru saja turun dari angkutan umum jurusan Tuban – Paciran, langsung menghampiri Dio dan naik ke motornya untuk masuk ke area kampus.

Dio ingin menemui admin KAPRODI untuk mengambil transkrip nilai sementara, tentu saja dokumen penting itu akan ia gunakan untuk melamar pekerjaan sesuai kemauan ayahku.

“Aku gamau kehilangan kamu, Aira. Apapun akan aku lakukan asal bisa bersamamu.” Ujarnya saat kami duduk berdua di taman kampus.

“Terimakasih Dio, tapi syarat ayah begitu berat.” Jawabku sedih.

Lagi-lagi Dio menghiburku dengan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, Dio juga tidak ingin aku menyerah sebelum batas waktu yang ditentukan ayah itu tiba.

“Masih ada waktu untuk berusaha.” Tukasnya.

Aku mengangguk sambil menikmati minuman dingin yang kupesan tadi di kantin kampus. 

“Terus kamu mau ngelamar di mana?” Tanyaku penasaran karena Dio sama sekali belum memberitahu apapun rencananya.

“Di bank. Kalau aku ngelamar jadi guru, aku tidak yakin ayahmu akan melayangkan restu untuk hubungan kita. Aku sudah tahu kriteria menantu yang diinginkan beliau.” Paparnya.

“Maafin ayahku ya Dio.” Lirihku, entah kenapa aku jadi merasa bersalah karena sikap ayah yang belum juga welcome terhadapnya.

“Semua ini beliau lakukan karena besarnya rasa sayangnya terhadapmu Aira. Tentu saja aku akan bersikap sama jika aku memiliki seorang putri nantinya.”

Kali ini aku tersenyum mendengar jawaban bijak kekasihku, aku jadi membayangkan bagaimana lucunya anak-anak kami nanti mengingat paras Dio yang begitu tampan rupawan.

“Iya Dio, kamu benar. Ayah memang sangat sayang terhadapku. Mungkin karena aku anak perempuannya satu-satunya.” Ucapku lirih, terharu mengingat kasih sayang ayah yang begitu luar biasa terhadapku.

2017

Perjuangan Dio melamar pekerjaan seakan terbayar lunas hari ini. 1 April 2017, Dio begitu bahagia mengabariku bahwa ia keterima kerja meskipun bukan pekerjaan yang sebenarnya dia inginkan. Ya, Dio mengincar pekerjaan di bank, tapi karena ia tak kunjung mendapat panggilan, ia melebarkan sayapnya ke tempat lain. Salah satunya dealer motor yang ada di kota Tuban, dan entah kenapa hal yang tidak dia harapkan justru malah yang menerimanya. Tapi karena batas waktu yang ditentukan ayah semakin dekat, Dio terpaksa menerima dan mencoba menjalaninya terlebih dahulu.

“Aku keterima kerja, Sayang.” Ucapnya antusias melalui sambungan telepon.

“Wah, alhamdulillah.” Jawabku tak kalah senangnya.

“Dapat kerja di mana?”

“Dealer motor.” Jawab Dio berubah tak semangat. Mungkin karena tidak sesuai ekspektasinya.

“Yang penting dapat dulu, berarti kamu sudah memenuhi syarat ayah.” Ucapku senang.

“Tapi Aira, bagaimana kalau Ayah kamu ....”

“Sudahlah Dio, ayah harus tahu kabar bahagia ini.” Pungkasku.

Aku kemudian mematikan sambungan teleponnya. Aku malas mendengar Dio yang tak bersemangat, bagiku kerja dimanapun tak masalah toh ayah juga tidak memberikan rincian sedetail itu dalam syaratnya. Lagipula kerja di dealer gajinya masih UMK Tuban, ditambah gajiku di sekolahan Insya Allah cukup untuk berumah tangga, bukannya Allah akan menambah rezeki orang yang menikah, pikirku. Mendapat kabar seperti itu, aku benar-benar bahagia dan melonjak kegirangan. Itu artinya ayah kalah dan ayah harus menerima konsekuensinya untuk melepasku pada Dio. Aku jadi tak sabar memberitahukan kabar bahagia ini kepada ayah dan juga ibu.

Setengah jam kemudian, bel berbunyi. Itu artinya jam kerjaku sudah usai dan aku bisa langsung pulang. Gak sabar sekali rasanya ingin sampai rumah. Aku yang waktu itu tidak membawa sepeda motor, meminta Adrian untuk mengantarku pulang agar bisa secepatnya sampai rumah.

Lihat selengkapnya