Cedric melepaskan kepergian Samara dengan berat hati. Biasanya, ia akan merasa risih jika gadis itu berada di dekatnya. Namun kini, baru sebentar berpisah dengan Samara saja dirinya telah dirundung rasa rindu yang menggebu.
Lelaki itupun kembali menaiki taksi menuju tempat kerjanya. Senyum tak berhenti mengembang di wajah tampannya itu. Senyum yang selama tiga tahun ini tak pernah sekalipun terbit menghiasi harinya. Ia turun dari taksi dengan bersenandung.
Senyum yang seolah tak ingin beranjak tersebut tiba-tiba mati tatkala matanya menangkap kelibat Hunter yang sedang berdiri sembari bertolak pinggang di depan pintu masuk kantor pemadam kebakaran itu.
Mengingat kejahilan Hunter, ia kembali merasa kesal. Dengan berlari kencang ia mendekati kaptennya itu, tak peduli walau mungkin Hunter marah padanya karena ia telah keluar sembarangan pada jam kerjanya.
"Hei! Hunter Blade berengsek! Kau menipuku, ya?" Ia sudah kian hampir dengan Hunter dan bersiap memukul lelaki yang dikenalnya sejak jaman sekolah tersebut.
Bukannya marah, Hunter yang selama ini selalu serius saat jam kerja malah tertawa terpingkal-pingkal sambil menghindari tangan Cedric yang hendak mendarat ditubuhnya. Mereka berkejaran umpama anak-anak. Saat itu kantor pemadam kebakaran terasa sunyi karena tidak ada situasi darurat.
"Rasakan! Dasar beruang kutub jelek! Seharusnya kau berterima kasih kepadaku, tahu!" Hunter masih sibuk menghindari pukulan Cedric.
"Terima kasih kepalamu! Aku malu setengah mati di hadapan Samara karenamu!"
"Kulihat matamu merah. Kau pasti menangis, kan?" goda Hunter.
Cedric akhirnya menyerah untuk mengejar dan memukul Hunter. Ia berhenti untuk mengambil pasokan napas yang dirasanya berkurang akibat terlalu serius mengejar pemuda berkulit pucat itu.
Hunter juga turut berhenti. "Mengaku saja. Kalau bukan karena aku, pasti kau masih dengan kepala batumu itu, kan?"
"Tidak! Aku memang berniat untuk berbaikan dengan Samara! Dasar kompor!" Cedric segera membela dirinya.
Tiba-tiba kepala Ethan menyembul dari balik pintu. "Apa kau bilang? Berbaikan dengan Samara?" Lelaki itu lantas keluar diikuti oleh William, Shawn dan juga Axell.
"Ada apa? Mengapa kalian semua keluar? Apa sejak tadi kalian berdiri di balik pintu?" Hunter kebingungan.
Ethan menjentikkan jarinya. "Tepat sekali! Kami sedang menunggu Cedric!"
"Kenapa?" Cedric mengerutkan dahi.
"Tentu saja karena ingin tahu! Melihatmu terus berlari menaiki taksi meski jam istirahat telah usai membuat jiwa ingin tahuku berkobar-kobar!" Ethan menggerakkan tangannya ke udara dengan dramatis.
"Dia berkencan dengan Samara!" Hunter berteriak sebelum Cedric sempat menjawab ocehan Ethan.
"Benarkah?!" William, Ethan, Shawn, dan Axell bertanya serentak.
"Hunter Blade! Tutup mulutmu!"
William langsung meluru ke arah Cedric dan memeluknya. "Akhirnya! Samara berhasil meluluhkan gunung es ini!"
Ethan juga turut menghampirinya, dan meletakkan tangannya di atas bahu kanan Cedric. "Syukurlah kau akhirnya membuka pintu maaf untuknya, Ced ... aku turut bahagia."
"Karena kak Cedric sudah berkencan, bukankah seharusnya kakak mentraktir kami makan?" Axell menatap wajah Cedric penuh harap.
"Itu benar! Karena Kakak yang pertama mendapatkan kekasih di sini, Kakak harus mentraktir kami!" Shawn menimpali.