Cedric menggaruk pipinya yang tidak gatal. Hari ini, Samara kembali ke Crystalin dan ia ingin sekali menjemputnya. Namun, sekarang masih jam kerjanya dan ia tidak mungkin kabur seperti tempoh hari ketika gadis blonde itu berangkat.
Cedric melirik sang kaptennya yang duduk di sebelah dari balik buku yang sedang dibacanya. Saat ini memang sedang tak ada kejadian darurat. Jadi Cedric mengisi waktunya dengan membaca buku di ruang istirahat.
"Pergilah," ujar Hunter tiba-tiba. Matanya masih fokus menatap komputer sambil sesekali jemarinya menari di atas keyboard.
Cedric mengerjapkan matanya heran. Ia menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, mencari tahu kepada siapa Hunter berbicara karena lelaki berkulit pucat itu berkata tanpa melepaskan pandangannya dari layar komputer.
"Aku bicara padamu, Cedric Carter. Kau gelisah begitu karena ingin menjemput Samara, kan? Pergilah. Sebentar lagi juga jam kerja kita selesai."
Senyum merekah dibibir milik Cedric tatkala mendengar ujaran Hunter. "Benarkah? Apa tidak apa-apa?" Suara husky miliknya terdengar khawatir.
"Iya. Sebentar lagi tim lain akan mulai shift mereka. Sudah, pergi sana! Jangan terus mengintaiku seperti itu. Menakutkan."
Cedric hanya tersenyum malu, kemudian ia bergegas mengganti seragamnya dan berlari keluar dari gedung pemadam kebakaran, menuju bandara.
Perlu menghabiskan lima belas menit dalam taksi untuk Cedric sampai ke bandara. Sesampainya di terminal kedatangan, lelaki itu menunggu Samara tiba dengan senyum yang tak lekang dari bibirnya.
Gadis yang ditunggunya itu tiba sepuluh menit kemudian, dengan menarik sebuah koper besar. Samara tersenyum riang begitu mendapati lelaki pujaannya sedang menunggunya.
"Cedric!" Ia menghampiri lelaki itu, senyumnya semakin mengembang hingga menampakkan giginya. "Kupikir kau tak akan menjemputmu ... apa kau bolos kerja?" godanya pada Cedric.
Cedric menggeleng. "Mana bisa aku bolos lagi setelah tempoh hari aku melakukannya. Hunter memberikanku izin untuk menjemputmu." Ia mengelus lembut puncak rambut blonde milik Samara.
"Benarkah? Kak Hunter memang kakak yang terbaik!"
Cedric lantas mengambil koper dari tangan Samara kemudian sebelah tangannya lagi meraih jemari gadis itu. "Ayo pulang," ujarnya kemudian mulai melangkahkan kakinya.
Samara mengikuti langkah kaki milik Cedric dengan hati yang ringan. Senyumnya mengembang melihat jemari Cedric yang menggenggam jemarinya. "Terima kasih, Cedric."
Ucapan Samara membuat langkah Cedric terhenti. "Terima kasih untuk apa?"
"Karena akhirnya kau mau membuka hatimu untukku."
Cedric melepaskan genggaman tangannya kemudian menyentuh wajah Samara dengan kedua tangannya. "Aku yang seharusnya berterimakasih kepadamu. Terima kasih karena masih sudi menerimaku, Ara. Padahal aku telah bersikap sangat buruk padamu selama tiga tahun ini. Maafkan aku karena membuatmu lama menunggu. Aku tak ingin lagi hidup dalam kebencian. Karena hal itu akan menjadikan hidupku sia-sia. Aku ingin mulai berdamai dengan hatiku. Aku tak ingin menyakiti gadis yang dengan tulus dan sabar mencintaiku lagi."
Samara berkaca-kaca. Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum lebih lebar lagi sebagai balasan. Keduanya kembali bergandengan menuju parkiran bandara.
Sesampainya di parkiran, Cedric membukakan pintu mobil Shawn yang dipinjamnya untuk Samara kemudian iapun menaiki mobil itu dan mulai melajukannya menuju kediaman Samara.
"Bagaimana kabar kak Hunter dan yang lainnya? Padahal aku hanya pergi seminggu, tapi aku sudah sangat merindukan kalian semua."
Cedric tersenyum. "Tapi rindu untukku lebih banyak, kan?" tanyanya menggoda Samara.