'Aku kalau jauh dari kamu jadi Dewa 19, tau,'
maksudnya?
'Kangen.'
-Mia yang berusaha dapetin Wawan bertransformasi menjadi tukang gombal...
_____
Dimas menguap untuk yang ketiga kalinya sejak ia sampai di samping tembok gerbang sekolah untuk menunggu teman seperjuangannya.
Sekarang jam yang berada di pergelangan tangan Dimas sudah menunjukan pukul 07.50, tanda KBM sudah di mulai dari menit-menit yang lalu. Dengan satu tangan memegang helm, sebelah tangannya lagi sibuk memainkan ponselnya. Mencari salah satu kontak nama temannya untuk di hubungi.
"Dimana, nyet?" tanpa prolog, tanpa aba-aba Dimas langsung nge-gas setelah panggilannya di jawab.
"Di belakang sekolah deket parkiran buruan keburu Pak Kiwil dateng!"
Tut...tut...
Dimas melihat layar ponselnya tidak percaya. Hanya dengan satu kalimat cepat dari temannya itu selanjutnya sambungan teleponnya langsung terputus. Kurang asem, Dimas mengumpat. Kenapa gak dari tadi ngasih tahunya!
Dengan mata berair karena menahan kantuk, Dimas segera melangkah ke tempat yang di beritahu teman somplaknya itu. Kalau tidak dipaksa dan di seret oleh Mama tercinntanya yang menyuruhnya untuk sekolah Dimas lebih memilih melanjutkan tidurnya di kasur empuknya yang nyaman itu ketimbang berangkat sekolah dan terlambat seperti ini.
Ketika ia sampai di tempat tujuan, Dimas sudah di sambut oleh kedua laki-laki yang berpenampilan tidak jauh seperti dirinya, urakan. Dimas mendengus melihat cengiran dari kedua temannya itu, rupanya mereka sudah satand by di sini, sedangkan dirinya yang mati-matian menahan kantuk demi menunggu teman-temannya di dekat gerabang.
"Woles, man!! Tahan, yang penting kita selesaikan dulu masalah keterlambatan kita!" Acil mengulurkan kedua tangannya menahan dada Dimas seraya menunjuk tembok tinggi yang ada di hadapannya.
Dimas menghela napasnya, akhirnya dia mengangguk. Daripada dia semakin terlambat dan hukuman pun semakin bertambah, lebih baik dia mengurusi keterlambatannya ini ketimbang mengurusi kemarahannya.
Helm yang tadi di bawanya segera ia pakai supaya tidak ribet karena akan memanjat tembok. Lagi pula hari ini, hari selasa yaitu jadwal guru PKN-nya, yang terkenal sangat cerewet dan tidak segan-segannya menceramahi sampai telinga murid yang melanggarnya itu kepanasan.
"Lo duluan!" setelah berada di depan kelasnya--XI Ipa 2, Acil mendorong bahu Dava menyuruhnya untuk pertama masuk ke dalam kelas.
"Lo aja!"
Sedangkan Dimas hanya diam menyaksikan perdebatan kedua sohibnya itu. Di dalam kelas terdengar suara seorang perempuan yang sedang menerangkan tentang hakikat Ideologi; tanda kegiatan belajar sedang berjalan.
Dengan malas Dimas melangkah melewati kedua temannya. "Mau masuk aja ribet lo pada." Tangannya mengetuk pintu kelas dan membukanya perlahan.
"Assalamualaiku, Bu?"
Perempuan yang usianya kira-kira sudah setengah abad itu menoleh, dari kegiatannya yang sedang menerangkan penjelasan dari papan tulis.
Bu Kartini--nama guru tersebut menurunkan kaca matanya, untuk memastikan siapa yang terlamabat di jam mengajarnya.
"Mau apa?" Tanyanya dengan malas. Malas karena selalu melihat mereka yang sering terlamabat di jam pelajarannya.
"Mau masuk," jawab Dewa di ambang pintu dengan polos.
"Huuuuuuuuu!!" Suara sorakan keluar dari mulut murid-murid di dalam kelas menghakimi tiga biang onar yang selalu terlamabat itu.
“Malu-maluin Pasukan Armada, lo!” Dimas mendengus salah satu temannya dari arah belakang berseru, dasar Pak KM koplak.
Bu Kartini mengangkat tangannya; mengisyaratkan supaya seluruh murid tenang.
"Kali ini apa alasannya?" bersedekap dan langsung bertanya alasan keterlambatan apa yang akan di lontarkan ketiga pelopor kesiangan itu. "Dimas?" Kali ini Dimas yang menjadi sasarannya. Dimas menoleh, dia menggaruk belakang lehernya lalu menyeringai.
"Anu Bu... anu, Dewa... it-"
"Anu-nya Dewa kenapa?" Potong Bu Kartini.
Seketika tawa seluruh murid di kelas membahana, bahkan sampai ada yang memukul-mukul meja, menunjuk-nunjuk kearah Dimas, Acil dan Dava; dan ada yang memfoto mengabadikan moment langka di mana ketika wajah ketiga pelopor kesiangan yang berekspresi cengo seperti orang bodoh. Seperti Mia yang tengah memfoto secara diam-diam untuk nanti akan dia sebarkan di grup chat kelasnya.
Entah bodoh atau polos yang pasti Acil menjawab pertanyaan Ibu Kartini dengan wajah blo'on. "Gak kenapa-napa kok, Bu. 'Anu'-nya saya baik-baik saja." Lalu nyengir tanpa tahu mal
Tidak bisa di tahan lagi, tawa seluruh murid pun semakin pecah dan semakin menjadi. Sedangkan Dimas, dia hanya menepuk dahinya. Bu Kartini menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan jalan pikiran murid yang selalu menjadi biang onar di kelas ini.
"Sudah, sudah!" Bu Kartini menginterupsi. Pandangannya kembali kepada tiga pelopor kesiangan itu. "Masuk kalian!"
Mata Dimas, Acil dan Dava berbinar, entah ada angin apa Bu Kartini membebaskannya begitu saja. Mungkin gula darahnya lagi naik. Tapi, apa hubungnnya? persetan dengan itu ketiga laki-laki tersebut melangkah ke dalam kelas dengan riang seperti anak kecil.
"Eh, eh, stop!!!"
Langkah ketiganya terhenti.