'Tapi emang enak pake banget, lupa namanya ingat rasanya.'
-ucapan mantan yang belum bisa Move On-
_____
Hari rabu biasanya selalu menjadi kesenangan bagi WASPADA atau Warga Sebelas Ipa Dua dengan Mami kesayangan Bu Nunung—guru Seni Budaya, tapi kadang juga bisa menjadi malapetaka dalam bersamaan. Kesenangan karena guru Sejarah tidak pernah masuk dan menjadi malapetaka karena pasti selalu ada tugas mengerjakan soal-soal yang ada di LKS lalu di kumpulkan kepada sekretaris.
“Neeessstapaaaa...di gurun pasir.”
“Syalalalala...”
Dari sudut kelas, dari Pasukan Armada, sebutannya begitu katanya. Denden yang sejak jam pelajaran Sejarah di mulai sudah menjadi provokasi kepada gengnya untuk menggelar konser di dalam kelas. Sambil membawa kecrek dengan memakai kaca mata hitam--berasa Ariel Noah kalo lagi konser--sedari tadi Denden berubaah menjadi vokalis.
Dari bawah, duduk di lantai, ada Dimas si Babon Hanoman tengah memukul dua kursi yang sudah di balikan seolah-olah dia tengah memukul kendang dangdut, dari samping Denden ada Acil menjadi backing vokal, sedangkan yang duduk di atas meja ada Dava yang tengah memetik ukulele yang selalu di bawa oleh Dimas dan yang lainnya asik berjoget ala Bang Jali seraya memutar-mutar uang di kepala Denden.
“Mmmm-merana karena panasnya, akupun merasa aneh. Gurun pasir mengapa panas hawanya.”
“Syalala...”
“Non, soal PG nomor 23 apa jawabannya?” Dari arah barisan sudut sebelah kiri dari meja ke-3 sejajar dengan bangku guru, Annisa perempuan bertubuh tinggi besar dengan segala besar di setiap tonjolan, berteriak.
Mia membenarkan tata letak kaca mata minusnya, menoleh seraya mengibaskan rambut panjangnya yang menghalanginya. Sedikit cemberut tapi akhirnya Mia memberikan jawaban kepada Annisa.
“Hareudang, hareudang, hareudang. Panas, panas, panas, syelalu, syelalu, syelalu. Panas dan hareudang....”
Denden masih bernyanyi, menyanyikan lagu Nestapa dari Pasukan Perang.
“Haredang, hareu...”
“Diam ih, berisik!”
Denden berhenti bernyanyi diikuti yang lainnya. Mia melotot, bibir tipisnya mengerucut, tangannya kembali menaikan kaca mata minusnya. Sempat saling pandang dengan Pasukan Armada lainnya--Dimas, Dava, Acil, dan Rizal, tapi akhirnya Denden kembali meneruskan konsernya tak memedulikan teriakan sang bendahara kelas.
“Nyebelin, bukannya ngerjain tugas ini malah ngamen,” rutuksnya tidak terima diabaikan.
“Udahlah, ntar juga kalau cape mereka bakal berhenti.” Nana menenangkan Mia dan kembali mengerjakan soal-soal pada LKS.
Selang beberapa menit, Mia, Kenny, Nana dan Dahlan saling bergosip. Karena merasa sudah beres mengerjakan tugas, gak ada salahnya, kan, mereka bergosip ria?
“Non,” panggil seseorang dari belakang.
“Apa?” Mia cemberut saat melihat Denden dan para Pasukan Armadanya--menghampiri mejanya.
Mereka menyengir tanpa tahu malu. Mia menghela napas, tampang-tampang minta nyontek nih.
“Gak, ya, kalian kerjain sendiri.”
“Yah, dikit ajalah, Non?” pinta Rizal si cowok terganteng di kelas IPA 2, katanya. Tapi bagi Geng Pucuk gak ada yang ganteng selain Sehun dan Chanyeol EXO. K-Popers banget deh mereka.
“Iya, Non, kalo lo baik lo makin cantik deh, apalagi pakai kaca mata gitu.” Dava mencolek dagu Mia yang langsung menjerit jijik.
“Iya, Non, lo cantik kalo pake kaca mata. Kayak bintang film terkenal itu,” tambah Denden menunjuk-nunjuk ke atas dengan dahi berkerut seperti mengingat sesuatu.