Faren sangat senang karena hari ini dia berhasil jalan berduaan sama Kia, dia seperti mimpi bisa sedeket itu sama Kia, danngobrolin banyak hal bersama Kia. Andai saja Kia belum punya calon suami, pasti sudah nikahin Kia. Sekarang Faren dan Kia lagi di mobil, mereka baru pulang dari toko kain, dan sekarang Faren lagi di jalan mau mengantar Kia pulang. Hp Kia berdering lumayan lama, tapi dia tidak angkat karena yang nelpon adalah Ray. Kia belum baikan sama Ray atas kejadian yang kemarin.
“Kok nggak diangkat!?” tanya Faren basa-basi padahal dia tau kalau Kia dan Ray masih marahan.
“Males!” jawab Kia singkat. Ray senyum mendengar jawaban Kia “Ini adalah moment yang tepat buat gue supaya gue bisa lebih deket sama Kia." batin Faren senang.
“Kia, Ray itu calon suami lo kan!?” tanya Faren untuk memastikan supaya Kia tidak salah pilih.
“Iya." jawab Kia malas.
“Trus lo yakin, akan menikah sama cowok posesif dan cemburuan seperti Ray? Belum nikah aja udah seperti itu, apalagi udah nikah!” Kia melihat Faren, padahal dari tadi dia fukus melihat ke depan, dia nggak suka Faren bicara seperti itu, apalagi ikut campur urusan pribadinya, dan Kia pun tidak jawab pertanyaan Faren.
“Maaf, gue nggak bermaksud ikut campur urusan lo, tapi gue cuma mastiin aja supaya lo nggak salah pilih.” Faren salting karena Kia tidak jawab pertanyaannya tadi. “O ya, sebelum gue anter lo pulang, kita makan dulu ya? Gue laper!” lanjut Faren supaya susananya jadi mencair lagi.
“Boleh." jawab Kia singkat.
Gwen lagi sama Reza, mereka lagi makan sambil suap-suapan. Reza sudah mangap mau disuapin sama Gwen, tiba-tiba hp Gwen berdering. Gwen nggak jadi suapin Reza karena dia angkat telepon dari Ray.
“Gwen. Lo lagi sama Kia nggak?" tanya Ray panik.
"Nggak! Lo berantem lagi sama Kia!" tanpa dikasih tau, Gwen bisa menebak kalau Ray nelpon dia dan nanyain soal Kia, pasti mereka lagi berantem karena setiap mereka berantem, pasti larinya ke Gwen.
“Iya gitu." jawab Ray sedih. “Soal apa?” tanya Gwen penasaran.
“Panjang ceritanya, Gwen. Yaudah kalau gitu, gue mau cari Kia ke rumahnya!” Ray matiin telepon, Gwen pun lanjut makan dan suapin Reza.
Ray sudah di rumah Kia, dia lagi duduk di ruang tengah menunggu Pak Kusuma yang lagi jalan ke kamar Kia untuk kasih tau Kia. Pak Kusuma masuk ke kamar Kia yang pintunya nggak di tutup, dia melihat Kia lagi duduk di pinggir tempat tidurnya samabil pegang hp karena Kia lagi chatingan sama Faren.
“Kia, ada Ray di bawah, dia cariin kamu!” Pak Kusuma tiba-tiba bicara yang membuat Kia kaget.
“Bilang aja Kia udah tidur Pa.”
“Beneran nih, Papa bilang gitu?” Pak Kusuma mastiin Kia.
“Iya, Pa.”
"Tapi Papa jadi bohong dong kalau Papa bilang seperti itu!"
"Udah Pa. Bohong dikit nggakk apa-apa!"
"Yaudah." Pak Kusuma menghela napas, dia pasrah sama perintah Kia karena dia sudah bisa menebak kalau Kia dan Ray pasti lagi marahan.
Pak Kusuma jalan ke bawah, dia duduk di samping Ray.
“Ray. Kia udah tidur!” Ray seperti nggak percaya sama apa yang dibilang Pak Kusuma. “Serius udah tidur Om? Ini kan baru jam 19.00 WIB!” Ray mastiin.
“Mungkin Kia kecapean, makanya dia tidur cepet. Jadi Om nggak tega buat bangunin dia.” alesan Pak Kusuma. “Kamu mau minum apa Ray? Nanti Om bikinin!” lanjut Pak Kusuma.
“Nggak usah Om. Ray mau pamit pulang!” Ray salim sama Pak Kusuma. “Assalamualaikum.” lanjut Ray sambil jalan keluar.
“Waalaikumsalam.” Pak Kusuma cuma geleng-geleng sambil senyum melihatnya. "Udah mau nikah, masih aja berantem!" bantin Pak Kusuma. Beberapa bulan yang lalu saat Ray dan Kia menghampirinya dan kasih tau dia kalau mereka mau menikah, Pak Kusuma sangat senang, dia langsung merestui karena dia suka banget sama kepribadian Ray yang sederhana dan pekerja keras, sama seperti dia waktu muda. Dulu Pak Kusuma dari keluarga yang sederhana tapi dia selalu bekerja keras supaya dia bisa sukses apalagi setelah dia ketemu sama almh Mamanya Kia, dia makin rajin bekerja.
Kia melihat dari kamarnya kalau Ray sudah pulang, Kia lega melihatnya, dia samperin Papanya, dan duduk di samping Papanya sambil minum teh Papanya.