Ray dan Kia masih di perjalanan pulang, Ray nyetir mobil sambil melirik Kia, dan dia melihat Kia masih aja cemberut yang membuat dia takut untuk cerita tentang Fika, “Kalau gue cerita tentang Fika sekarang? Yang ada Kia makin ngamuk sama gue!” batin Ray. Ray nyetir mobil bukan ke arah pulang yang membuat Kia bingung.
“Ini kan bukan jalan pulang! Kamu mau kemana lagi?” tanya Kia judes.
“Aku mau ke mall!” Kia bingung mendenger pernyataan Ray. “Aku mau beliin kamu hadiah sebagai permintaan maaf, karena aku udah bikin kamu nunggu lama!” lanjut Ray senang. Ray melirik Kia lagi, dan dia melihat Kia tidak ada respon apa-apa, “Kamu boleh pilih apapun yang kamu mau!” lanjut Ray.
Kia senyum tipis mendengar apa kata Ray, “Bener nih...aku boleh pilih apa aja!?” tanya Kia malu-malu. Ray mengangguk mendengar pertanyaan Kia, “Yesss moment ini yang gue tunggu-tunggu!” batin Kia senang. Sesampainya di mall, Kia mengajak Ray ke toko tas, dia memilih tas mana yang mau dia beli. Kia sangat senang, dia tidak berhenti tersenyum sambil memilih tas, sementara Ray cuma bisa pasrah, dia nggak bisa protes karena dia udah bilang kalau Kia boleh pilih apa aja.
Fika dan Edrick lagi makan siang bareng di kantin kantor, Fika senang karena sudah seminggu lebih dia kerja di sana, dia menemukan banyak pengalaman baru, teman baru, dan juga ketemu lagi sama mantannya.
“Fik, setiap kali gue makan sama lo, makanannya selalu habis? Lo tau nggak kenapa?”
“Karena lo leper!” jawab Fika singkat.
“Salah!”
“Trus apa?” tanya Fika penasaran.
“Karena kehadiaran lo nggak hanya bikin gue semangat menjalani hidup, tapi bikin gue juga semangat mengisi perut!” Fika ketawa ngakak mendengar gombalan Edrick yang garing, “Apaan sih? Nggak jelas banget!” lanjut Fika sambil ketawa.
“O ya Drick. Gue nggak nyangka banget, ternyata Ray masih aja care dan perhatian sama gue!” pernyataan Fika senang, “Dia nggak berubah sama sekali, dia masih aja seperti dulu!” lanjut Fika sambil makan mie goreng pesanannya.
“Tapi lo nggak boleh baper. Apalagi jatuh cinta lagi sama Ray!”
“Kenapa emang?”
“Karena Ray sudah punya istri!” mata Fika melebar mendengar pernyataan Edrick, dia tidak menyangka kalau Ray sudah menikah padahal dia berharap banget bisa balikan lagi sama Ray.
“Baneran Ray udah nikah!?” tanya Fika ulang.
“Iya. Makanya lo sama gue aja!” Fika tidak menghiraukan apa kata Edrick, “Nikahnya sama siapa?” lanjut Fika.
“Sama Kia, cewek yang satu kampus sama kita, tapi beda angkatan!” mata Fika makin melebar, dia makin nggak percaya kalau Ray menikah sama Kia yang dulu adalah musuh bebuyutan Fika saat masih kuliah. Fika tidak suka sama Kia karena dulu banyak orang yang suka membanding-bandingkannya sama Kia, orang-orang bilang kalau Kia jauh lebih cantik, lebih seksi, dan semenjak Kia kuliah di sana posisi Fika jadi mahasiswa favorit jadi tergantikan sama Kia.
Fika lagi di ruangan Ray, dia baru selesai nanya sama Ray soal kerjaan, dan Ray lagi menjelaskan sesuatu yang tidak dimengerti sama Fika. Ray terus menjelaskan Fika supaya Fika mengerti, tapi Fika malah fokus sama Ray bukan sama apa yang dijelaskan sama Ray. Fika melihat Ray sambil senyum-senyum, dia merasa sangat bahagia bisa menatap Ray dengan sedekat itu, karena udah lama banget dia nggak sedekat itu sama Ray, “Harusnya sekarang kamu sudah menjadi milikku Ray, bukan milik Kia!” batin Fika kesel.
Kia jalan di loby kantor Ray sambil tenteng kantong plastik yang berisi makanan buat Ray makan siang, “Suami gue pasti senang banget liat gue dateng, bawa makanan kesukaannya!” batin Kia senang. Kia sudah di depan pintu ruangan Ray, dia menghela napas sambil senyum, dia yakin suaminya akan terkejut bahagia melihat kedatangannya, Kia buka pintu ruangan Ray sambil bilang “Suprise...!”, dan bukan Ray terkejut, tapi dia yang terkejut melihat Ray lagi berduaan sama Fika.
Muka Kia berubah jadi merah, dia nampak sedih bercampur marah, tapi dia nggak bisa melupkan kemarahannya di sana. Sementara Ray bingung, dia berdiri dari kursi tempat dia kerja dan dia jalan samperin Kia yang masih ada di depan pintu ruanganya. Ray menyapa dan mau peluk Kia, tapi Kia menepisnya. Fika yang melihatnya cuma senyum sambil nunduk.
“Sayang, kok kamu bisa di sini? Harusnya kan kamu masih di butik!” tanya Ray.