Gwen kasih Kia tisu untuk mengusap air matanya, Kia tidak bisa menahan kesedihannya saat dia cerita ke Gwen tentang masalah yang lagi dia hadapi.
“Lo harus janji, lo nggak akan kasih tau siapa-siapa soal ini, termasuk Papa gue.” pinta Kia setelah dia selesai cerita masalahnya.
“Iya Kia, gue janji!” Gwen usap pundak Kia supaya Kia tenang, “Itu semua ujian dalam rumah tangga lo, Kia! Lo pasti bisa melewati itu semua, karena lo cewek kuat!” Kia senyum tipis mendengar Gwen yang berusaha kasih dia semangat, “Doain ya Gwen, supaya gue kuat!” pinta Kia.
Gwen senyum, dia peluk Kia supaya Kia tenang, Kia melirik hp-nya yang dia taruh di dekatnya, dia sangat berharap ada pesan atau panggilan masuk dari Ray, tapi tidak ada sama sekali.
“Ray tidak cari lo?” tanya Gwen.
“Jangankan nyari, nelpon aja nggak!” jawab Kia pasrah karena sudah 2 hari Ray tidak meneleponnya. Gwen kaget mendengarnya, “Gimana sih Ray? Nggak perhatian banget jadi suami!” omel Gwen sambil berhenti peluk Kia.
“Udah lah Gwen. Lo nggak usah salahin Ray. Yang salah kan gue! Gue kan yang nggak bisa mengontrol emosi gue!”
“Kia, udah dong, lo jangan terus-terusan nyalahin diri lo sendiri seperti ini. Ini sepenuhnya bukan salah lo kok!” Gwen berusaha menenangkan Kia supaya Kia tidak terus-terusan nyalahin dirinya sendiri atas kejadian itu karena menurut Gwen, itu salah Bu Ratih juga yang nggak bisa menjaga ucapannya.
Gwen ikut sedih melihat Kia sedih, dia berusaha menahan air matanya supaya tidak jatuh. Perasaan Gwen juga jadi nggak karuan, dia jadi ragu buat menikah, dia takut mengalami apa yang dialami Kia karena Kia yang menurutnya perfect bisa kurang disukai sama mertuanya, apalagi dirinya yang tidak bisa apa-apa dan cuma bisa makan, “Gue harus melakukan sesuatu supaya Kia sama Ray kembali bersatu!” batin Gwen.
Ray lagi nyetir mobil, dia baru selesai ngantor, dan dia nyetir mobil ngebut karena dia buru-buru mau ke rumah sakit, hp-nya berdering, Ray melihat yang nelepon Gwen, dan Ray langsung angkat.
“Halo Ray, lo lagi dimana?” tanya Gwen dengan nada keras yang membuat Ray menjauhkan hp-nya dari kupingnya karena kaget mendengar suara Gwen yang nyaring.
“Gwen, bisa biasa aja nggak sih nanyanya?” omel Ray sambil fokus ke jalanan.
“Habisnya gue kesel sama lo! Kenapa lo nggak cari Kia sih?”
“Gue masih nggak ada waktu Gwen! Gue lagi pusing mikirin kerjaan gue, dan juga Mama gue yang keadaannya belum juga membaik.”
“Tapi masa lo nggak ada waktu buat nelepon dia!? Kia itu istri lo, dia juga terpukul banget atas kejadian itu. Lo perhatian dikit dong sama dia!” omel Gwen. Ray menghela napas panjang mendengar omelan Gwen, “Udah ya Gwen, kepala gue jadi makin pusing denger omelan lo! Nanti gue telepon lagi, gue udah mau nyampe rumah sakit nih!” Ray langsung matiin telepon, dan kembali fokus ke jalanan. Ray jadi kepikiran sama apa kata Gwen, “Bener juga kata Gwen.” batin Ray.
Kia sudah siap-siap mau tidur, tapi perutnya terus bunyi karena dia laper, dia sampai lupa makan malam karena kepikiran terus sama masalahnya. Kia jalan ke dapur, dia ambil 2 buah aple merah, dan dia jalan kembali ke kamarnya. Pak Kusuma mulai curiga sama hubungan Kia sama Ray karena dia melihat Kia tidak pernah semangat, tapi setiap ditanya, Kia selalu jawab kalau dia dan Ray baik-baik saja. Pak Kusuma keluarin hp-nya dari kantong celananya, dia mencari nomor Ray, dan langsung menelponnya, tapi nomor Ray sibuk. Pak Kusuma jalan menuju kamar Kia, dia mau ngobrol sama Kia, tapi setelah sampai depan kamar Kia, Pak Kusuma membatalkan niatnya buat masuk karena dia mendengar Kia lagi telepoan sama orang, “Iya. Pasti aku kabari!” kata Kia yang lagi teleponan sama pelanggan butiknya. Pak Kusuma senyum mendengarnya, dia yakin kalau Kia lagi teleponan sama Ray, “Ternyata nomor Ray sibuk karena dia lagi teleponan sama Kia!” batin Pak Kusuma, “Mungkin benar, mereka tidak ada masalah apa-apa!” lanjut batin Pak Kusuma.
Di tengah perasaannya yang hancur karena masalah yang lagi dia hadapin, Kia tetap ke butik untuk menjalankan pekerjaannya sebagai designer. Setiap ada pelanggan yang datang menghampiri Kia untuk pesan baju, Kia selalu berusaha tersenyum untuk menutupi luka hatinya seolah-olah dia baik-baik saja. Kertas dihadapan Kia masih kosong, dia mau ngedesain baju pesanan pelanggan tapi belum ada satu coretan pun di atas kertas itu karena pikirannya dipenuhi sama Ray, hp-nya berdering, dia angkat dan langsung bilang, “Halo, Ray...”
“Ini gue, Gwen!” muka Kia sedih saat dia tau yang nelepon adalah Gwen, padahal dia sangat berharap yang meneleponnya adalah Ray, “Lo bodoh banget sih Kia. Ray nggak akan nelepon lo, dia nggak peduli lagi sama lo! Siapa suruh lo bikin dia kecewa.” batin Kia menyalahkan dirinya sendiri.
“Eh lo Gwen. Gue pikir Ray, gue lupa kalau Ray kan nggak peduli lagi sama gue!” pernyataan Kia sedih.
“Usssss lo nggak boleh bicara seperti itu, Kia. Ray itu masih peduli sama lo! Dia masih sayang sama lo!”
“Tapi buktinya mana? Dia nggak nelepon gue, dia nggak cari gue!”