Naya jatuh terduduk begitu memasuki kamar kos. Dia meletakkan tasnya serampangan. Naya masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya beberapa menit lalu.
Gasta. Benar, lelaki yang tadi dilihatnya adalah Gasta. Lelaki yang sejak kecil sudah bernaung di kedalaman hatinya. Ketidak-sengajaan Naya melihat Gasta membuat cerita lama tentang lelaki itu kembali terkenang.
***
Bermula ketika Naya kecil duduk sendiri di teras sekolah, sekumpulan anak laki-laki nakal datang mengganggu. Bak super hero, Gasta datang mengusir anak-anak nakal tersebut.
Sejak saat itu, Naya ingin mengenal Gasta lebih dekat. Namun, sayang, tidak lama kemudian, sang pujaan hati pindah sekolah mengikuti orang tuanya yang berprofesi sebagai guru, dipindah-tugaskan ke sekolah lain. Naya merasa kehilangan kesempatan untuk mengenal Gasta lebih dekat.
Hingga dia menginjakkan kaki di sekolah menengah atas dan mengenal Dhea, seorang teman yang menjembatani pertemuannya dengan Gasta. Pertemuan yang begitu mengesankan dan membuat Naya tidak bisa memejamkan netranya semalaman.
Tidak salah jika Naya mengagumi Gasta. Karena selain pandai dalam prestasi akademis, Gasta juga pandai dalam menjaga sikap. Di samping itu, Gasta termasuk lelaki tampan. Ditambah dengan kesabarannya yang luar biasa, membuat banyak perempuan menaruh hati padanya.
Awalnya, Naya merasa tidak yakin bisa mengambil seluruh perhatian Gasta. Hingga semua keinginannya berjalan mulus, mengalir bagai air tanpa rintangan satu pun.
Meski memiliki wajah yang cukup tampan, Gasta bukanlah tipe lelaki yang mudah tergoda dengan perempuan lain. Hal itulah yang membuat Naya semakin jatuh hati. Hingga pada sore itu, prahara dimulai.
“Sebelumnya aku minta maaf, Nay. Karena sebentar lagi ujian, sebaiknya kita break dulu, ya?”
Naya seperti tersambar petir saat mendengar ucapan Gasta. Dirinya sama sekali tidak menyangka, Gasta mengajak ke sekolah dasar mereka dahulu, hanya untuk mengatakan hal itu.
Lelaki itu meraih kedua tangan Naya. “Aku janji, setelah ujian selesai, aku akan langsung temui kamu,” katanya sembari menatap kedua netra Naya lekat-lekat.
Naya mengedarkan pandang sambil mengerjap. Berharap cairan hangat yang tertahan di pelupuk mata tidak luruh begitu saja.
“Please, Nay. Aku pengen fokus dulu supaya ujian nanti hasilnya memuaskan,” bujuk Gasta.
“Emangnya nggak bisa, kalau kita sesekali kirim kabar walaupun cuma sekali aja sehari?” tanya Naya menekankan kata sekali.
“Aku udah janji sama Ibu, Nay. Aku nggak akan pegang HP sama sekali selama ujian berlangsung. Hari ini aja aku udah nggak megang HP. Udah aku titip ke Ibu,” jawab Gasta.
Naya melepas genggaman tangan Gasta. “Jadi kamu ngajak aku ke sini cuma buat bahas masalah itu?” tanyanya. Benteng pertahanan yang sudah susah payah dibangun, akhirnya runtuh juga.
Gasta merengkuh Naya ke dalam dekapan. Wajah sang perempuan pun terbenam dalam dadanya yang bidang. Naya semakin terisak.