Love And Try It

Jimin Sesungki
Chapter #2

Pangeran Chukku

 Pukul enam lewat empat puluh pagi.

Badanku masih merinding di tempat tidur empuk apartemen. Kyoul di shibiwol sangat menusuk sampai ke tulang-tulangku. Sudah sejak semalam Hyeong menitipkan pesan kepadaku tentang acara penting hari ini. Aku masih belum mampu membuka mata selebar-lebarnya di udara sangat dingin ini. Sebelumnya, sudah kusetel pengatur ruangan dengan semaksimal mungkin supaya udara dingin tidak langsung menerpa seluruh persendian tubuhku. Hyeong selalu saja buat gara-gara di saat orang lain ingin terus tertidur pulas. Aku belum terbiasa dengan rutinitas seperti yang diinginkan olehnya.

Kutarik selimut rapat-rapat. Getaran smartphone di atas meja samping tempat tidur mengagetkanku yang baru saja akan menjemput kembali mimpi-mimpi indah. Aku mengeram dalam hati, Hyeong sangat tidak sabar. Sudah kukatakan padanya aku akan menuruti keinginannya menghadiri pertemuan penting perusahaan kami itu. Maksudku, perusahaan milik Abheojhi.

Sebuah pesan terpampang di layar lima inci itu.

Turunlah! Kami sedang main chukku.

Chukku? Yang benar saja? Chang Min sangat mengganggu di saat-saat seperti ini. Ayolah, salju baru saja turun.

Fisikku sangat tidak berkompromi lagi mendengar chukku disebutkan. Dan aku, melupakan janji dengan Hyeong.

***

Chang Min berdiri di tengah-tengah lapangan. Hari ini adalah hari pertama aku berdiri di salah satu daehakgyo terkemuka di negeri kami. Hari pertama pula aku tidak mengikuti perkuliahan Ekonomi Bisnis di salah satu kelas yang belum kuketahui di mana letaknya. Hari ini pula pertama sekali aku kembali bermain chukku setelah sepuluh tahun lalu, saat Abheojhi memerintahkan Hyeong menarikku paksa dari lapangan bola di kompleks rumah kami. Abheojhi melarangku bermain chukku karena aku akan menjadi gelandangan seperti katanya. Aku tidak bisa menerima begitu saja. Pemain chukku di dunia menjadi kaya raya. Alasan-alasanku tidak pernah diterima Abheojhi sampai kini. Abheojhi hanya menginginkan satu hal dari diriku, bahkan dari Hyeong dan Nuna, selesaikan pendidikan tinggi lalu bekerja sebagai karyawan di perusahaan miliknya sebelum menjadi dewan direksi.

Dan Chang Min, dengan tubuh gempal, mengenalkan kembali chukku kepadaku setelah lama kulupakan. Aku sama sekali tidak meninggalkan bangku kuliah dan menjalani kehidupan sebagai pemain chukku andal. Aku menyiasati waktu bersama Chang Min supaya bisa bermain chukku bersama para atlet di kampus kami.

Bagai pangeran pemilik kejayaan duniawi semata, Abheojhi menempatkan mata-mata di setiap sudut kampus. Aku sudah kebal dengan ambisi Abhoejhi menjadikanku sebagai tumbal kekuasaanya. Aku masih muda, aku perlu melakukan sesuatu yang membuatku nyaman sebelum berkonsentrasi pada perusahaan sesuai keinginannya.

Lihatlah Hyeong, sampai rambutnya hampir beruban, wajahnya semakin tirus, hanya dapat menatap kosong pada piano di ruang keluarga. Semenjak Abheojhi melarangnya memainkan alat musik tersebut, Hyeong menjadi pendiam dan berambisi menaklukkan hati Abheojhi. Hyeong bisa membuktikan dirinya dengan cepat menjadi presiden direktur perusahaan mengantikan Abheojhi. Pengorbanan Hyeong membuahkan luka yang tersirat dari matanya. Aku sangat kasihan pada Hyeong dan marah besar pada Abheojhi. Abheojhi terlihat senang dengan prestasi Hyeong setelah mencampakkan hati anaknya. Perjodohan yang kemudian kuketahui dilakukan Abheojhi secara diam-diam membuahkan gelengan kepala dari Hyeong. Bahkan aku berpikir, Hyeong sudah menikah dengan pekerjaannya.

Aku tidak sama dengan Hyeong. Aku pun tidak mau dicampakkan seperti Nuna. Tentu saja aku kembali bermain chukku secara diam-diam di saat semua orang terlelap. Aku datang ke lapangan seorang diri, menendang bola ke arah tak tentu. Sesekali Chang Min menemani dalam lelahnya.

“Hei! Apa kamu sudah gila?” teriak Chang Min suatu malam di akhir perkuliahan kami. Mungkin aku akan lebih cepat selesai dibandingkan Chang Min.

Aku terpengkur di tengah lapangan di bawah gerimis yang datang tiba-tiba. Hidupku bukan sebuah drama seri yang diadaptasi penuh khayalan. Hidupku penuh komplikasi di setiap sendi. Di mana-mana, tuntutan sempurna tercatat dalam ingatan. Darahku masih sangat muda untuk berlari ke luar dari kungkungan keluarga. Aku masih membutuhkan uluran tangan Abheojhi dan Hyeong. Mereka berdua satu-satunya alasan untuk bertahan di kampus yang aku sendiri tidak ingin jejakkan kaki di sini.

Chang Min duduk di sampingku sambil menyerahkan sebotol air mineral. Aku meneguknya perlahan-lahan.

“Aku tidak mengerti dengan arah pikiranmu,” ungkap Chang Min.

Lihat selengkapnya