Terlahir dari keluarga kaya aku tidak pernah merasakan kekurangan apapun. Melodi indah yang dulu sempat tercipta saat kami bertiga masih kanak-kanak tidak akan pernah terukir kembali. Hyeong, Nuna dan aku sudah memiliki pemikiran tersendiri dalam menjalani hidup kami.
SAM Corporation, perusahaan besar yang dibangun Abheojhi menjadi perusahaan terkemuka. Sebuah catatan penting dalam sejarah keluarga kami. Konon singkatan SAM diambil dari nama kami bertiga. Abheojhi mencintai kami dengan caranya yang tidak pernah diungkapkan dengan kata-kata. Walaupun kemudian kami bertiga penuh pertentangan, Abheojhi tidak pernah mengganti nama perusahaan dengan nama lain bahkan dengan nama dirinya sendiri. Kami terlahir dari marga Kim yang memiliki pengertian keemasan. Abheojhi telah membuktikan bahwa gelar Kim di namanya benar-benar mujarab.
Hyoeng memiliki nama Kim Sang Hyun. Sang adalah Mulia. Hyun adalah Kebajikan. Aku mengartikan nama Hyeong laki-laki mulia dari keluarga keemasan yang membawa kebajikan. Sesuai namanya, Hyeong menjelma menjadi penjelmaan Abhoejhi dengan sikap dingin dan kurang bersahabat. Tetapi melalui tangan dinginnya, Hyeong mampu membawa perusahaan kami menjadi lebih ternama. Nuna mempunyai nama Kim Ae Hyun. Ae adalah cinta. Jadi Nuna adalah perempuan penuh cinta seperti yang tersirat dari dalam dirinya. Dan aku, Kim Min Hyun, seorang laki-laki yang memiliki kecerdasan, walaupun aku tidak setangkas Hyeong dalam bekerja, setidaknya buah pemikiranku sering menjadi pertimbangan dewan direksi. Sebagai karyawan, aku sudah diperhitungkan di perusahaan SAM Corporation lantaran kepintaran bukan karena anak pemilik perusahaan. Dan SAM itu benar-benar dari kata Sang, Ae dan Min. Perpaduan nama kami.
***
Penjamuan makan malam berlangsung dalam diam. Hidangan di atas meja baru sebagian tersentuh oleh kami berempat. Kepergian Nuna dari rumah meninggalkan bekas mendalam bagi keluarga kami. Abheojhi bersikap sedang tidak terjadi sesuatu dalam keluarga kami. Hyoeng menyendok nasi perlahan-lahan tanpa tersentuh dasar mangkuk kecil itu. Eomeoni terlihat berkaca-kaca tanpa bisa menyuap sesendok nasi pun.
“Aigho! Anak itu benar-benar membuatku tidak waras, bisa-bisanya dia pergi meninggalkan rumah!” ujar Eomeoni dengan muka memelas.
Abheojhi membanting sendok dengan keras.
“Kalau mau, pergi saja bersama anakmu itu!”
“Oppa…” rengek Eomeoni. Aku sudah tidak nyaman. Eomeoni akan merajuk seperti anak kecil saja kepada Abheojhi. “Dia anak kita, janganlah Oppa begitu padanya,”
“Kamu pikir? Aku tidak sakit hati karena anakmu itu?”
“Dia tetap anak kita, sekali dia buat salah sudah wajar sebagai seorang anak. Anak malang itu pasti sedang kelaparan sekarang ini,”
“Sudahlah, Eomeoni,” ujar Hyeong.
“Kamu juga ikut-ikutan Abheojhimu, tidakkah kamu iba pada dia yang akan hidup sengsara?”
“Dia tidak senggara, Eomeoni,” jawab Hyeong tegas.
“Oh, kamu sudah ke sana? Kenapa tidak mengajakku? Bagaimana dia? Apa dia baik-baik saja?” sudah kuduga, Eomeoni akan menyerang dengan rentetan pertanyaan. Hyeong tidak lagi menjawab, malah beralih pandang ke arahku.
“Maksudmu? Min Hyun yang menjenguk Nunanya?”
Aku menggigit bibir. Ini bagaikan api ditengah lautan saja. Eomeoni langsung berpaling padaku meminta pendapat.