Hae Lee membuka matanya dan menyadari sedang berada di tempat yang tidak ia kenali. Kepalanya terasa sangat berat. Saat ia menoleh ke samping kirinya, di lihatnya Moon Bin sedang duduk di sofa dan mengambil foto selfie.
"Hey, kau! Kenapa aku ada disini?" serunya kepada Moon Bin.
Hae Lee mencoba untuk bangun, tetapi tangannya diinfus. Moon Bin pun segera beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Hae Lee.
"Bisakah kau tidak berteriak-teriak di rumah sakit?" Moon Bin membantunya untuk duduk.
"Ish.. Jauhkan tanganmu dari tubuhku. Sakit apa aku sampai harus di infus seperti ini, dan kau? Apa yang kau lakukan padaku, hah?" Hae Lee memeluk tubuhnya sendiri karena terkejut, baju yang ia kenakan sebelumnya sudah berganti menjadi baju pasien.
"Jangan berpikir macam-macam tentangku, itu.. Bajumu, bajumu sangat kotor, jadi..."
"Lalu karena bajuku kotor kau bisa seenaknya menyentuh tubuhku? Kau―"
"Sudah ku bilang jangan berpikir yang tidak-tidak. Saat aku menemukanmu, detak jantungmu sangat lemah, jadi aku bawa ke rumah sakit. Sekarang ku tanya, kenapa kau bisa tergeletak di pinggir jalan?"
"Aku?"
Hae Lee mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya, tapi kepalanya terasa sakit. Ia hanya ingat saat ada seseorang yang menutup mulutnya dan memukulnya dari belakang sampai pingsan.
"Kau menculikku yah?" Hae Lee menunjuk Moon Bin.
Moon Bin terkejut. "Kenapa aku harus menculikmu?" Moon Bin mendekati Hae Lee. "Apa yang bisa ku dapat darimu? Tubuhmu?" Moon Bin mendekatkan wajahnya dan menatap Hae Lee dari jarak dekat.
Hae Lee menampar wajah Moon Bin dengan keras.
"Dasar laki-laki! Hanya ingin mencari keuntungan dalam segala hal. Aku mau pulang!"
Hae Lee menarik infus di tangannya, tetapi Moon Bin segera mencegahnya.
"Apa yang kau lakukan, kau itu belum sembuh." Moon Bin menyingkirkan tangannya.
"Apa pedulimu? Siapa kau berani mengaturku. Dok! Dokter! Saya mau pulang. Tolong usir laki-laki ini." Hae Lee berteriak.
"Kubilang jangan berisik! Ini rumah sakit, bukan hutan." Moon Bin menutup mulut Hae Lee dengan tangannya agar diam, tapi tangannya di gigit oleh Hae Lee. "Ah, kau ini... Wanita atau bukan?" Moon Bin berteriak kesakitan.
"Baik, aku diam. Sekarang dimana ponselku?" Hae Lee mengulurkan tangannya.
"Ponsel apa? Sejak aku membawamu kemari, kau tidak membawa apapun."
"Bohong! Jangan-jangan kau mau berusaha merampokku juga kan? Kembalikan ponselku, sekarang!" Hae Lee mencoba memukul Moon Bin.
"Aku benar-benar tidak tahu kabar ponselmu itu." Tegas Moon Bin.
"Kalau begitu, serahkan ponselmu padaku!"
"Untuk apa?"
"Untuk menelpon keluargaku, agar aku bisa cepat keluar dari sini." Hae Lee mulai geram.
"Aku tidak membawa ponsel."
"Beraninya kau menipuku!" Hae Lee beranjak dari tempat tidurnya.
"Jangan bergerak, darahmu akan naik!" Darah Hae Lee sudah terlihat naik ke dalam infus.
"Kalau begitu berikan sekarang! Jelas-jelas tadi aku melihatmu mengambil foto selfie di sana. Kau pikir mataku buta?" Hae Lee mencoba menarik Moon Bin untuk mendekat, karena dia tidak bisa pergi dari tempat tidurnya.
"Pelankan suara mu!" Moon Bin meletakkan jari telunjuk di bibirnya karena sudah lelah mengingatkan perempuan itu untuk diam.
Hae Lee pun berhasil meraih jas Moon Bin, dan menariknya.
"Kena kau, jangan berusaha kabur dariku."
"Lepaskan aku!" Moon Bin menatap Hae Lee tajam.
"Tidak, berikan dulu."
"Aku bilang ti―" Moon Bin masih berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Hae Lee yang begitu kuat. Moon Bin pun melepaskan jas yang di pakainya.
Hae Lee tidak mau kalah, ia berdiri dan menarik tangan Moon Bin. Tapi sepertinya ia menariknya terlalu keras sehingga mereka berdua jatuh bersama ke atas tempat tidur. Keduanya terkejut dan saling berpandangan. Hae Lee tidak tahu harus berbuat apa, begitu pun sebaliknya. Mereka berdua hening, tak lagi ada suara keributan dalam beberapa saat. Keduanya hanya saling menatap dan mendengar suara detak jantung masing-masing yang berdetak semakin cepat.
Moon Bin mendekatkan wajahnya kepada Hae Lee semakin dekat, sementara Hae Lee memejamkan matanya karena malu. Moon Bin terpesona, tidak menyangka kini dapat menatap wajah itu dengan jarak yang sangat dekat. Rasa ingin memiliki dalam dirinya semakin kuat. Mengapa tidak? Sekarang mereka bahkan sudah tidak berjarak. Hidungnya sudah menyentuh pipi gadis itu.
"Hae Lee, kenapa tidak dari dulu saja kita seperti ini." Sayangnya, pikiran itu hanya mampu melintas di benaknya. Selalu tak bisa ia utarakan lewat mulutnya. Sekarang, saat hanya berdua pun ia tetap memendamnya. Apa tidak sesak?
Dia tak bisa menahan diri, ingin membelai wajah Hae Lee. Tapi―