Kinara tiba di rumah dengan keadaan bajunya yang basah. Ia merasa sedikit kedinginan. Efek yang di timbulkan akibat baju basahnya membuat Kinara terserang flu. Membersihkan diri kemudian bergelung di atas kasur yang hangat menjadi pilihan yang paling tepat untuknya saat ini.
Tak ingin membuang banyak waktu, ia pun segera bergegas menuju ke arah kamarnya. Namun baru beberapa langkah, Kinara terhenti, ia menyadari adanya orang lain di sana.
Seorang pria tua yang tidak lain adalah Kakeknya Kinara terlihat tengah duduk di atas sebuah sofa.
"Kau baru pulang," ujarnya dengan nada datar. Itu pernyataan bukan pertanyaan.
"Iya, seseorang lupa menjemputku," jawab Kinara lugas.
"Maafkan aku," ujar sang Kakek dengan wajah datarnya, tanpa raut penyesalan sedikit pun karena telah membuat cucunya menunggu begitu lama. Entah itu tulus atau tidak, Kinara juga tidak peduli.
Ingin sekali Kinara memberi Kakeknya itu pelajaran, namun Kinara harus bisa menekan keinginannya kuat-kuat saat ajaran sang Ibu hinggap di pikirannya. Ia harus menghormati Kakeknya, karena dia lah satu-satunya keluarga yang Kinara miliki saat ini.
"Pergilah tidur!" ujar Kakeknya datar, meski begitu nada lembut masih Kinara rasakan. Kinara hanya bisa menarik napas pelan dan pergi tanpa menjawab perintah sang Kakek.
Sang Kakek yang bernama Hendra itu terlihat seolah tengah memikirkan sesuatu. Begitu banyak hal yang saat ini tengah membebaninya. Jika saja ia mampu terbuka dengan cucu kesayangannya itu ....
Namun sayangnya, hubungan keduanya tidak bisa dikatakan baik. Hendra terlanjur bersikap acuh terhadap cucunya. Bahkan mereka sangat jarang sekali mengobrol, Hendra dan Kinara sama-sama keras kepala hingga keduanya tidak pernah ada niat untuk membuka pembicaraan ketika sedang bersama.
Padahal dalam hatinya, Hendra sangat ingin dekat dengan cucu semata wayangnya. Namun, nampaknya ego yang ia miliki mampu mengalahkan rasa sayangnya hingga membuat ia begitu keras mendidik Kinara. Tapi kini Hendra mulai ragu, apakah yang telah dilakukannya itu adalah benar? Haruskah ia bersikap sedikit lebih lunak?
Tidak. Itu tidak boleh! Dirinya tidak ingin kecolongan lagi untuk yang kedua kalinya. Dulu anaknya, dan sekarang ....
Seandainya dulu, anaknya itu tidak pergi meninggalkannya dengan pria tidak tahu diri itu, pasti hal ini tidak akan terjadi. Ia masih bisa menikmati hari tuanya dengan anak cucunya. Namun karena sikap keras kepala anaknya, Hendra harus mengalami kenyataan pahit karena anaknya mati ditinggal pergi oleh lelaki kurang ajar itu.
Dari awal, dirinya memang tidak pernah setuju mengenai hubungan mereka, berkali-kali ia memperingatkan anaknya namun perkataannya tak pernah dihiraukannya. Saat itu Hendra sadar, ia telah memanjakan anak gadisnya hingga berani melawannya.