Love Disorder

Bentang Pustaka
Chapter #3

Preambul

Orang-orang paramedis berseragam hijau telur asin berlarian mendorong stretcher—tempat tidur beroda di dalam ambulans—yang baru keluar dari mobil ambulans. Seseorang terbaring lunglai. Bercak darah memenuhi hampir seluruh kepalanya yang berambut keabu-abuan. Bag valve mask—alat penyedia oksigen untuk membantu napas—terpasang, membantu napasnya selama perjalanan. Sahut-sahutan nada tinggi paramedis beriringan dengan jeritan panik, khawatir, lirih dari pihak keluarga, mengirimkan stimulus perasaan tegang. Stretcher didorong oleh lima paramedis masuk ke ruang tindakan IGD.

Rombongan seramai pasar itu, melintas tepat di depan muka Troy.

“Pria, tiga puluh tahun. Stres. Lompat dari gedung apartemen. Keadaan shock. Nadi mulai lemah. Napas dan semua sirkulasinya dalam kondisi kritis. Intubasi1.”

“Monitor!”

“X-Ray, echo2.”

Mata bulan separuh Troy melirik tajam. Tanpa sadar perhatiannya tersedot. Masih dengan ranselnya yang berjejalan buku, Troy memperhatikan semua paramedis yang sibuk, berseliweran, saling bersahutan—kacau. Ada yang mendorong alat lain. Ada yang mengelilingi si korban. Ada yang memasukkan selang ke dalam mulut. Ada yang menyuntikkan selang infus. Bahkan, ada yang saling bertabrakan hingga bunyi kelontangan terdengar di mana-mana. Suasana penuh dan ribut. Tapi, pemandangan yang seperti itu adalah pemandangan yang luar biasa. Setidaknya di mata Troy.

“Dari laporan MIVT3, sudah telepon ke cardiology, kan?”

Lihat selengkapnya