Love Eventually

Yusrina Imaniar
Chapter #4

Zidan

“Enggak, Mi. Enggak mau.”

Zidan menyodorkan kembali foto seorang gadis yang Mami berikan hari ini. Ibunya itu menatap Zidan gusar. Anak laki-lakinya itu selalu saja menolak menikah. Bahkan gadis yang ini juga langsung ditolak Zidan tanpa dikenali lebih dulu.

“Mami tahu kamu akan jawab begitu. Tapi Zidan, kamu mau sampai kapan sendiri?”

“Zidan enggak sendiri, Mi. Ada Mami, ada Kimmy. Punya dua perempuan aja udah cukup, Mi. Dua aja bikin Zidan sering pusing!”

“Mami itu ibu kamu, Kimmy itu anak kamu. Kamu butuhnya istri, Zidan. Kenapa sih susah banget buat nikah? Ikutin aja apa kata Mami. Percaya deh, ini cewek, tepat buat kamu!”

Zidan geleng-geleng, heran dengan sikap Mami. Bertahun-tahun Mami berusaha mencarikannya pasangan. Tapi Zidan sungguh tidak ingin menikah. Alasannya? Karena hatinya masih tertaut pada seseorang. Seseorang yang sudah tidak bisa ia miliki.

Mami mendengus sebal melihat Zidan yang keras kepala. Sambil berdiri dari duduknya, Mami berkata, “pokoknya kamu ikut aja besok. Ketemu dulu sama orangnya, mengerti kan Zidan?”

Nada bicara Mami terdengar tegas. Kata ‘mengerti kan Zidan?’ merupakan sebuah tanda kalau Mami tidak bisa ditolak. Ucapan Mami harus dituruti. Kalau tidak, bisa terjadi huru-hara. Zidan hanya duduk diam menahan kesal. Arsitek itu lihai sekali bicara dengan para klien dan mampu memengaruhi mereka. Tapi jika berhadapan dengan sang ibu, Zidan dipastikan akan kalah.

Setelah Mami pergi keluar ruangannya, Zidan membuka laci meja kerjanya. Ada foto seorang gadis disana. Foto ibu Kimmy. Zidan tidak tahu, apakah ini saat yang tepat untuk membuka hati.

*

Mata Alana bengkak karena menangis semalaman. Hari ini adalah hari pertemuannya dengan Zidan. Alana masih berusaha menyelesaikan masalah ini sendiri. Alana masih belum ingin melibatkan Revan, karena Revan bisa saja semakin sakit hati pada Abi.

“Ini kan hanya bertemu, Lana. Kamu jangan menangis begitu,” tegur Ummi saat mengecek Alana yang masih di kamar.

Alana menghapus air matanya yang masih saja menetes. “Ya tapi ini kayak udah serius, Um. Lana maunya kan, menikah karena cinta. Abi kok tega sih, Um?”

Ummi tidak bisa menjawab Alana. Sebenarnya keinginan Abi hanyalah ingin anak perempuannya segera menikah dengan orang yang mapan dan hidup bahagia. Menurut Abi, berpacaran itu tidak baik, apalagi untuk jangka waktu lama seperti yang Alana lakukan.

“Abi itu cuma mau yang terbaik buat kamu. Pacaran itu enggak baik.”

Abi rupanya mendengar percakapan antara Alana dan Ummi. Alana buru-buru menegakkan duduknya. Abi masuk dan duduk di tepi ranjang Alana.

Lihat selengkapnya