Alana membelalakkan matanya tak percaya. Ia yakin salah dengar. Laki-laki tua itu bersedia menikahinya? Yang benar saja!
“Alhamdulillaaah…” serentak semua orang yang ada di ruang tamu mengucap syukur.
Wajah Abi terlihat lega, begitu juga dengan Ummi dan Mami. Alana bolak-balik melihat mereka. Ia ingin membantah, tapi melihat kebahagiaan di wajah mereka membuat Alana tak tega. Zidan menoleh padanya dan tersenyum… atau menyeringai?
“Saya awalnya tidak berniat untuk menikah dan tadinya saya mau menolak pernikahan ini…” ucap Zidan, ia tersenyum lagi sebelum melanjutkan.
“Tapi setelah bertemu dengan Alana, dia membuat saya tertarik. Sepertinya hidup saya tidak akan membosankan kalau bersama dia.”
Alana kehabisan kata-kata. Ucapan Zidan diiringi tawa dari Abi dan Mami. Mereka sangat senang karena perjodohan ini menunjukkan hasil. Zidan yang sangat sulit dijodohkan itu akhirnya mendapat seseorang yang bisa membuatnya menurut, menyetujui untuk menikah.
Alana hanya bisa termenung selama sisa pertemuan. Ia tidak mengira permintaannya pada Zidan untuk membatalkan pernikahan ini malah membuatnya selangkah lebih dekat. Tapi Alana sudah kenyang menangis. Air matanya sudah tidak bisa keluar lagi.
“Alana, Mami dan Zidan pamit dulu ya Nak. Minggu depan, kami kemari lagi untuk membicarakan tanggal pernikahan. Kalau Mami sih, maunya cepat-cepat ya. Enggak sabar lihat kalian jadi suami istri! Hihihi!” ujar Mami sambil terkikik senang.
“Ah… Oh… Iya…” Alana yang pikirannya masih kosong itu menjadi kesulitan bicara.
Zidan berdiri di depannya untuk pamit. “Saya pulang dulu ya, calon istri. Sampai ketemu lagi. Ah… saya sudah dapat nomor kamu. Nanti malam saya hubungi. Ya?”
Alana makin tercengang dengan sikap Zidan. Jika Zidan hanya usil padanya, rasanya ini tidak wajar. Alana dan Zidan bukan lagi anak kecil dan ini urusan serius. Sebuah pernikahan bukanlah hal yang bisa menjadi bahan bercanda siapa pun.
“Nah, begitu Alana. Bedanya Zidan dan Revan. Kalau Revan memang serius dengan kamu, harusnya dia sudah datang dan melamar. Menyatakan keseriusannya menikah sama kamu. Ini ndak ada, kan? Jadi kelihatan, dia ndak serius. Akhirnya kamu buang-buang waktu! Lihat Zidan, dia enggak buang waktu langsung saja melamar!” ujar Abi puas.
Abi dan Ummi masuk ke kamar dengan perasaan lega. Mereka sibuk membicarakan masalah pernikahan tanpa bertanya lagi pada Alana. Kini pernikahannya terasa semakin nyata.