Love Eventually

Yusrina Imaniar
Chapter #9

Galau

Daddy!

Zidan nyaris terlonjak saat mendengar Kimmy, putrinya itu memanggilnya. Gadis itu sendirian di teras, menantinya pulang. Rambut ikalnya diikat asal, namun tidak mengurangi kecantikan putrinya. Kimmy sangat mirip dengan ibunya. Ia mengenakan jaket cokelat untuk mencegah angin malam menerpa. Zidan melirik arlojinya, sudah pukul sepuluh malam.

“Kenapa jam segini belum tidur? Malah duduk di luar, lagi!” omel Zidan pada Kimmy. Omelan itu berhasil membuat gadis itu cemberut.

Daddy yang kenapa. Sekarang susah banget Kimmy ketemu. Daddy sibuk banget ya? Banyak klien? Atau jangan-jangan ada cewek ya?”

Jantung Zidan terasa mencelos saat mendengar pertanyaan Kimmy. Tidak mungkin sekarang ini Zidan mengatakan kalau ia akan menikah. Bisa-bisa Kimmy tantrum.

“Kamu mau apa? Kalau kamu begini, kamu pasti ada maunya.”

Kimmy terkekeh saat Zidan membalikkan pertanyaan. Memang ia sedang ada maunya. Kimmy melingkarkan lengannya ke lengan Zidan. Sikap manjanya selalu berhasil membuat Zidan luluh, biasanya.

Daddy udah tahu kan, minggu depan Kimmy mau ke luar negeri? Oma Mami kirim Kimmy ke Jepang sama Korea. Disuruh cari kampus sama nonton konser.”

“Korea? Korea Utara? Ketemu Kim Jong Un, dong?” canda Zidan.

Kimmy meninju pelan lengan ayahnya. “Korea Selatan, Daddy! Udah, intinya Kimmy pengen minta tolong. Jadi, Kimmy mau ajak teman Kimmy juga. Boleh, kan? Masa cuma sama Tante Sheila dan Vivian?”

Alis Zidan terangkat sebelum akhirnya bertanya, “memang kamu pergi tanggal berapa?”

“Tanggal delapan. Boleh kan, Daddy?”

Tanggal delapan artinya dua hari sebelum pernikahan, pikir Zidan. Pernikahannya dengan Alana akan diadakan tanggal sepuluh. Artinya, Mami memang sudah menyiapkan semuanya. Mami ingin pernikahan Zidan tidak dihadiri Kimmy. Zidan memutar otak, ia harus berhati-hati sekarang. Jika permintaan Kimmy ditolak begitu saja, bisa saja Kimmy akan membatalkan perjalanannya.

“Begini Sayang, kamu pergi minggu depan. Kamu yakin, teman kamu itu bisa? Kamu yakin dia udah punya paspor? Belum lagi harus izin orang tuanya dulu. Kamu yakin bisa? Kalau menurut Daddy, mending kamu pergi dulu. Next trip kamu bisa ajak dia. Gimana?”

Kimmy menghela napas panjang. Jawaban dan usul dari Zidan dirasa masuk akal. Memang salahnya karena berpikir impulsif. Seharusnya Kimmy tidak menganggap segalanya mudah hanya dengan izin Zidan semata.

Sementara Zidan, merasa hatinya teriris melihat raut wajah Kimmy. Kekecewaan tergambar jelas disana. Hanya urusan kecil begini saja, Kimmy bisa kecewa. Zidan tidak bisa membayangkan bagaimana kecewanya Kimmy saat pulang nanti, mengetahui dirinya telah menikah lagi.

“Sebenarnya Daddy mau bilang sesuatu sama kamu,” ucap Zidan pelan. Batinnya masih berseteru, anatara memberi tahu Kimmy atau tidak. Jika Kimmy tidak diberi tahu dan pernikahan tetap berlangsung, maka sudah dipastikan Kimmy akan marah besar. Namun, jika Kimmy diberi tahu, pernikahannya dengan Alana terancam batal. Kegalauan melanda hati Zidan.

“Apa itu Dad?” tanya Kimmy penasaran.

Zidan diam sejenak. Jika Kimmy tahu sekarang, pernikahannya akan batal. Itu yang diinginkan Alana dan juga Zidan – setidaknya Zidan mengaku begitu. Terbayang oleh Zidan semua kelakuan Kimmy pada calon istrinya dulu. Perasaan aneh muncul dalam hati Zidan, ia tidak ingin Alana mengalami semua keusilan Kimmy.

“Nanti Daddy tambahin uang saku kamu buat ke Jepang. Jangan boros-boros ya!” ujar Zidan.

“Yee! Kirain apa, muka Daddy serius banget! Ya udah, Kimmyamasuk kamar, ya! Bye, Dad!” seru gadis itu sambil melenggang masuk ke kamarnya.

Zidan sendirian, menatap pintu kamar Kimmy yang tertutup. Maafin Daddy, Kimmy, batinnya. Seharusnya Kimmy tahu tentang pernikahan ini. Zidan sebenarnya ingin pernikahan ini berlangsung dengan restu Kimmy. Namun Zidan juga tahu, Kimmy tidak akan mengizinkannya. Bagi Kimmy, cinta yang dimiliki Zidan hanya boleh untuknya dan mendiang sang ibu.

Zidan akhirnya memutuskan untuk tetap merahasiakannya dari Kimmy. Kelak, Kimmy akan tahu dan Zidan berharap saat itu Kimmy akan jauh lebih dewasa dan menerima kenyataannya. Perasaan aneh dalam dadanya itu menang, mengalahkan keinginannya jujur pada putri satu-satunya itu. Mau tak mau Zidan harus mengakui, ia menginginkan pernikahan ini.

*

Tiga hari menjelang pernikahan, Alana lebih banyak mengurung diri di kamar. Tubuhnya terasa lelah setelah menyebar undangan dan mengajukan cuti di sekolah tempatnya bekerja. Alana tak banyak mengundang orang, hanya rekan kerja yang ia anggap dekat.

Lihat selengkapnya