Love Eventually

Yusrina Imaniar
Chapter #12

Rumah

Sepanjang perjalanan dari hotel menuju rumah, Alana masih cemberut sambil melipat tangannya di depan dada. Sesekali matanya melirik ke arah Zidan yang tengah menyetir, namun tak ada niat untuk membuka percakapan. Suara musik dari radio mobil tidak membuat Alana tertarik untuk mendengarkan. Sebenarnya ia masih ingin bicara dengan Zidan tentang pernikahan ini, namun Alana memilih menutup mulutnya karena ingin Zidan bicara lebih dulu.

“Kenapa lihat-lihat terus? Jangan bilang sekarang kamu tertarik sama saya,” celetuk Zidan tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

Alana mengerutkan alis dan juga mngerucutkan bibirnya. Zidan benar-benar narsis, pikir Alana. Alana merengut sembari berkata dengan nada ketus, “dih, siapa juga yang tertarik!”

Zidan mengulas senyum kecil. “Ya terus kamu ngapain lihat saya terus?”

“Ya sudah, enggak lihat! Enggak ya, aku enggak lihat!” seru Alana sebal sambil memandang ke luar jendela mobil.

Alana menghabiskan waktu sisa perjalanan menuju rumah dengan melihat jalanan. Alana berusaha menghapal jalan menuju rumah Zidan. Kini rumah itu yang akan menjadi tempatnya pulang setelah bekerja. Zidan bersikeras tidak tinggal di rumah orang tua dan ingin segera memboyong Alana ke rumahnya.

Sementara Alana mengalihkan fokusnya pada jalanan, kini berganti Zidan yang melirik gadis itu sesekali. Alana menyadari jika kini Zidan sering meliriknya, namun Alana tetap bertahan. Ia tetap tidak ingin melihat Zidan.

“Kamu lapar? Nanti makan siang mau apa?” tanya Zidan.

“Terserah,” jawab Alana ringan tanpa melirik pada Zidan sama sekali.

Zidan mengangkat alisnya. Ia hidup dengan dua wanita seumur hidupnya dan kata ‘terserah’ saat ditanya masalah makan sudah menjadi santapannya sehari-hari. Hanya saja Alana biasanya tidak seperti ini dan tahu makanan apa yang dia inginkan.

“Hei, jangan marah dong. Saya cuma bercanda,” bujuk Zidan. Alana memalingkan wajahnya ke arah jendela, berpura-pura tidak mendengar. Zidan hanya bisa menghela napas melihat tingkah istrinya yang seperti anak kecil, bahkan mirip dengan tingkah Kimmy.

Begitu sampai di rumah, Zidan membukakan pintu mobil untuk Alana yang nyaris memejamkan mata karena mengantuk. Alana berusaha keras untuk tidak melihat suaminya dan turun begitu saja. Zidan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya.

Sayangnya, Alana hanya bisa bersikap angkuh sampai depan pintu. Alana tidak punya kuncinya dan sidik jarinya belum terdaftar di smart door lock yang digunakan Zidan. Alhasil, Alana menunggu Zidan membukanya. Sementara Zidan yang mengetahui jika Alana tidak punya pilihan selain menantinya, memilih berlama-lama saat menurunkan barang bawaan mereka.

“Lama banget,” gerutu Alana sebal sambil melotot pada Zidan. Zidan hanya tersenyum mendengar perkataan Alana dan membukakan pintu.

Welcome home, Kitten,” ucap Zidan tenang.

Alana mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruang tamu yang mungkin berukuran dua entah tiga kali kamarnya di rumah. Ruang tamu itu terlihat elegan dengan lukisan laut yang indah. Sejauh mata Alana memandang, tidak ditemukan satu pun foto Zidan atau keluarganya. Sementara ruang tengah lebih sederhana, hanya sofa dan televisi dan dihiasi juga dengan lukisan laut. Sofa itu terlihat masih baru, atau mungkin sudah lama namun tidak pernah dipakai. Dari ruang tengah, Alana bisa melihat dua pintu dan dapur.

Lihat selengkapnya