Love Extraordinary Writer

janette roseline
Chapter #4

BAB 3 Cinta bisa menjadi kelemahan seseorang sekaligus dapat menjadi kekuatan seseorang.

Air mata Vella sukses mendarat di pipinya. Air matanya keluar semakin banyak dan ia mulai sesenggukan. Ia menatap William dan Brina yang bergandengan tangan. “Tatapannya, kata-katanya...Dia benar-benar membenciku,” lirih Vella sambil menangis.

Melihat Vella yang sedang menangis, Alvin mulai bingung. Alvin mendekati Vella dan menepuk pundaknya. “Sudah. Tidak usah memikirkan kata-katanya,” suruh Alvin.

“Bagaimana bisa aku nggak memikirkan kata-katanya? Kamu nggak tahu bagaimana rasanya tadi? Dia menolakku!” Vella memukul tubuh Alvin sambil terus menangis.

“Jadi kamu menyukainya? Kamu menyukai William?” tanya Alvin. Perasaannya mulai berkecamuk. Vella menatap wajah Alvin kesal.

“Ya. Aku menyukainya dan dia sudah menolakku. Sekarang lebih baik, kamu pergi dari hadapanku! Aku ingin sendiri,” tukas Vella sambil mendorong Alvin. Alvin diam saja. Ia bingung harus bertindak bagaimana.

“Kenapa diam saja? Sana pergi! Nggak usah sok peduli denganku!” teriak Vella lagi.

“Ya sudah, kalau begitu aku pergi!” teriak Alvin lalu berbalik badan. Vella menangis lagi. Alvin tak bisa tinggal diam. Ia menarik tangan Vella.

“Hei! Kamu mau apa?” Vella berusaha menarik tangannya dari genggaman Alvin.

“Kamu ingin menenangkan dirikan? Aku tahu tempat yang nyaman untuk menenangkan diri,” kata Alvin. Alvin mengeratkan pegangan tangannya pada Vella. Vella menatap Alvin bingung tapi menurut saja.

==

           Air mata Brina akhirnya tumpah setelah ia berusaha menahannya. “Maaf,” sesal William. “Kenapa kamu harus minta maaf?” tanya Brina sambil berusaha menghapus air matanya yang terus mengalir.

“Aku terlambat menolongmu. Seharusnya, aku sudah menarik tanganmu sebelum cowok itu datang dan Vella mempermainkanmu,” ungkap William. Ia mengerutkan alisnya hingga wajahnya tampak penuh dengan emosi. Belum pernah Brina melihat raut wajah William yang seperti ini.

“Nggak seharusnya kamu meminta maaf karena hal itu. Justru aku berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkanku dari kondisi menyebalkan tadi. Thanks,” ucap Brina tulus.

“Jadi kamu nggak suka sama Vella?” tanya Brina sambil menghapus air matanya.

“Ya. Aku nggak suka. Aku sudah menolaknya tadi.” Brina menghela napas dalam-dalam.

“Kata-katamu tadi...pasti sangat membuatnya sedih,” ujar Brina mengingat kata-kata William tadi pada Vella. William menatap Brina dengan pandangan aneh.

“Kenapa kamu malah memikirkannya? Sudah sepantasnya dia merasakan hal itu. Dia juga sudah membuatmu sedih,” kata William. Ia tak habis pikir dengan Brina yang masih mempedulikan orang yang sudah menyakitinya.

“Terkadang, aku merasa kasihan padanya. Dulu dia orang yang baik. Entah kenapa, sekarang dia jadi jahat. Aku sudah ditolak dan dia juga sudah ditolak. Benar-benar memalukan.” Brina mengacak-acak rambutnya karena kesal.

“Jadi kamu benar-benar menyukai Alvin?” Sebenarnya William sudah tahu jawabannya karena dia telah mendengarkan semua perbincangan tadi. Hatinya ingin mengingkari fakta itu. Brina mengangguk pelan. Raut wajah William berubah sendu. Ia patah hati. Tak disangka, orang yang ia sukai malah menyukai orang lain.

Lihat selengkapnya