Love for Sale

Noura Publishing
Chapter #1

Richard Ahmad Wijaya

PANIK! Richard geragapan begitu dia membuka mata. Dengan serampangan Richard menepiskan selimut te-bal kesayangannya, dan buru-buru mengambil ponsel pintar yang tergeletak sendirian di nakas dekat ranjang.

 Tiga kali alarm terlewatkan. Ada lima panggilan tak terjawab. Semuanya terjadi sekitar tiga jam yang lalu.

Richard bergegas meninggalkan kamar, dengan tangan kiri yang tak bisa lepas dari ponsel pintar kesayangannya. Ponsel pintar terbaru dengan kemampuan serbabisa. Ponsel pintar yang memang jauh lebih pintar dari Richard sendiri. Ponsel pintar yang sudah menjadi begitu penting bagi kehidupan Richard, jauh lebih penting dari sembilan bahan pokok.

 “Kelun, gimana sih? Semalam kita kok enggak bangun! Lo lupa kalau tadi malam itu jadwal nonton bola?” Kelun yang diajak bicara tak menyahut. Ia pun tak bergerak dilantai ruang tamu. Richard mengelus cangkang Kelun, kemudian beralih menuju dapur.

Richard menyeduh secangkir kopi, sembari tangan kirinya terus saja memegang ponsel pintar yang sedari tadi dia bawa. Richard sesekali menguap, sembari membuka kulkas. Kemudian, dia buru-buru membawa stoples ma-kanan berisi kailan, sayuran hijau yang sudah terpotong rapi. Richard terlihat sedikit kesulitan ketika dia membawa stoples sayuran, ponsel pintar, dan tentu saja secangkir kopi buatannya. Semua dia kerjakan sendiri.

Kelun masih membisu ketika Richard menyodorkan sepotong kailan di hadapannya, “Kita kehilangan per-tandingan penting semalam, Manchester derby!” Richard menyandarkan tubuhnya di sofa. “Tiga kali alarm bunyi, semua lewat. Lima missed call dari Angga juga terlewat,” gerutu Richard.

Tidak ada yang menyahut. Hanya suara pagi, suara deru mesin belakang kulkas, juga gerakan Kelun yang menimbulkan gesekan lembut di meja ruang tamu. Bekas makanan, beberapa kupon diskon restoran cepat saji berserakan di dekat Kelun.

 Richard duduk di sofa. Tangannya berkali-kali meng-ganti channel televisi. Dia berhenti di siaran berita pagi. Juga informasi hasil pertandingan yang hanya bisa Richard saksikan dari running text layar televisi.

“Padahal gue udah set alarm jam 2:15, jam 2:20, jam 2:30. Harusnya lo juga bantu bangunin gue, Kelun! Kelun! Kehilangan pertandingan panas deh!” Richard kembali mengeluh, yang tak disahut Kelun.

“Lo kesel gue omelin pagi-pagi?” Richard menatap mata Kelun, kura-kura kesayangannya yang berada di atas meja itu.

 “Nih,   makan    dulu   ....”   Richard   menyodorkan makanan untuk Kelun, tapi Kelun tidak bereaksi. Richard semakin mendekatkan wajahnya ke kura-kura, mencoba merayu Kelun dengan senyuman paling manis.

“Kelun, ini kailan kesukaan lo. Kata dokter, kailan bagus buat pertumbuhan. Banyak kalsiumnya,” Richard terus mencoba menyodorkan sayuran hijau itu dengan tangan kanannya.

Lihat selengkapnya