Richard sudah rapi, kemeja lengan panjang biru muda dia padukan dengan celana bahan hitam dan sepatu cokelat dengan semiran mengilap. Dia mendekati mobil tua kesayangannya yang terparkir di halaman ruko miliknya. Sesaat yang sama muncul Pak Syamsul dan Danty karyawan Richard. Deru mobil Richard halus.
“Pagi, Mas Icad, mau ke mana?” sapa Pak Syamsul karyawan Richard yang paling senior itu.
“Manasin saja, Pak, kagak ke mana-mana,” sahut Richard sambil menatap halaman kantornya yang masih sepi.
“Anak-anak belum pada datang?”
“Macet kali, Mas,” sahut Pak Syamsul singkat sambil membuka kantor percetakan milik Richard.
“Kalau macet dijadiin alasan, bisa gulung tiker, Pak, percetakan kita.” Richard turun dari mobilnya, dia melihat jam di layar ponsel pintarnya, “ini sudah jam 8 loh, Pak Syamsul, seharusnya anak-anak sudah standby di sini maksimal 5 menit sebelum jam kerja! Jadi, jam 8 teng udah bisa mulai kerja!” Richard terlihat ngomel.
“Mas Icad sampein langsung sama anak-anak yang telat, saya kan selalu on time, jam 8 kurang 5 menit, saya selalu sudah sampai di sini kan?” Syamsul senyum kecut.
Richard terlihat kesel, dia menatap Danty, “Titipan gue ada?”
Danty buru-buru menyodorkan sekantong plastik sa-yuran pesanan Richard, Richard memeriksa, dia makin kesel, “Danty, lo kan cewek! Masak enggak bisa bedain kailan sama pokcay? Gue nitip kailan buat makanan Kelun, kenapa yang lo beli pokcay?”
“Bukannya sama-sama sayuran hijau ya, Pak?”
“Kandungan gizinya beda, lagian elo beneran enggak bisa bedain kailan sama pokcay?”
Danty menggeleng malu-malu, “Maaf, Pak Richard, saya jarang ke pasar.”
“Jarang ke pasar bukan berarti enggak bisa bedain kan? Kailan itu batangnya lebih keras, lebih kecil. Kalau pokcay yang begini, batangnya gendut, lembek, dan mirip sama sawi tapi daunnya lempeng-lempeng aja, kagak keri-ting,” Richard terus saja mengomel sama Danty.
“Pagi, Pak,” Andhika salah satu karyawan di peru-sahaan percetakan itu muncul dengan buru-buru. Tampak dia juga takut kena omel Richard.
Tak lama, muncul Raka, “Jam 8 lewat 2 menit kok, Pak, telat dikit.”
Raka yang baru datang juga mencoba senyum, biar amarah Richard bisa mereda.