Berlagak sedikit sombong ku perlihatkan rumah kami berikut interior nya yang aku rancang sendiri. Ai tersenyum melihat rumah sederhana berlantai satu itu dengan interior yang serba multifungsi seperti sofa lipat yang bisa menjadi tempat tidur, meja makan yang tadinya hanya muat untuk empat orang saja ternyata bisa menampung sampai delapan orang sekaligus. “Dulu aku suka masak gak sih di dapur ini..?” tanya nya padaku sambil menunjuk foto dapur rumah kami. “Seingat aku sih jarang, karena kamu gak suka masak, kamu lebih suka makan keluar.” Jawab ku jujur, ia yang mendengar jawaban itu langsung mengernyitkan dahi nya. “kamu gak marah karena jarang aku masakin..?” tanya nya lagi. “Gak, karena aku juga suka makan diluar. Selesai aku kerja kalau lagi iseng ngantor aku jemput kamu ke sekolahan.” Jawab ku agar ia tidak merasa bersalah, padahal jauh di dalam lubuk hatiku rasanya ingin sekali membawa bekal yang dimasak kan istri tercinta dari rumah.
“Iseng ngantor..? kamu jarang ngantor ya...? terus sekolahan... maksud nya aku guru kah..? tanya nya penasaran, aku lagi – lagi tersenyum kearah nya yang berusaha mengingat – ingat kehidupan nya setahun yang lalu bersamaku. “Iya kantor itu jarang banget ada orang nya karena ditambah pandemi covid19 ini kita apa – apa tuh virtual semenjak tiga maret kemaren di umumin kalau sudah ada pasien covid 19 di Jakarta, sebelum pandemi juga aku jarang ngantor kecuali ada klien yang nunggu janji temu, aku lebih sering ngabisin waktu aku sama kamu..”
Mendengar jawaban ku , Ia tersipu malu. “kamu guru di Sekolah Luar Biasa Taman Siswa, sebelum kita kenal kamu sudah mengajar disana.” Ia tertegun mendengar jawaban ku. “Jadi bagaimana nasib murid – murid ku ya bii..? sudah hampir setahun aku tidak bertemu mereka..?” Tanya nya penasaran. “Nanti bawa aku ke sekolahan itu ya bii, aku ingin mengingat bagaimana aku mengajar anak – anak itu sebelum kecelakaan ini, apa aku bisa bahasa isyarat untuk bisu tuli..?
Tanya nya semakin penasaran akan sosok nya dahulu sewaktu mengajar di Sekolah Luar Biasa Taman Siswa. “ya tentu saja Ai bisa”. Jawab ku meyakinkan nya akan kemampuan nya dulu. “meskipun Ai bukan guru untuk anak – anak berkebutuhan khusus tetapi Ai bisa menggunakan bahasa isyarat itu, dan Ai disana sebagai guru bahasa padahal asli nya Ai itu sarjana Matematika dan non kependidikan pula.” Aku sengaja memanggil nama kecil nya Ai, agar ia terbiasa dan kami tidak menjadi aku atau kamu lagi, karena aneh rasanya dipanggil kamu oleh istri mu sendiri.
Ia tersipu malu saat mendengar nama kecilnya ku sebutkan, “iya Ai juga penasaran gimana ceritanya Ai bisa mengajar disana bahkan jauh sebelum kita saling kenal. Mulai hari ini panggil Ai saja ya Bii..” Ia mengalihkan pandangan nya menahan malu. Terang saja aku senang dengan keputusan Ai, ini yang ku tunggu sejak lama, akhirnya pelan – pelan aku bisa mendapatkan istri ku lagi dalam sosok Ai yang baru. Ai yang lebih dewasa, Ai yang tidak meledak – ledak, Ai yang lebih sabar, dan lebih sering tersenyum sekarang dibanding Ai yang dulu.
Ada kabar yang kurang mengenakan dari Jakarta, mama mertua ku mengabari kami kalau Jakarta saat ini sedang dalam fase PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) itu artinya tidak ada yang boleh keluar masuk Jakarta ditambah angka pasien covid 19 yang makin hari semakin memprihatinkan membuatnya risau akan kepulangan kami kesana. “Mama rasa lebih baik kalian disana dulu deh, karena Jakarta lagi PSBB dan angka infeksi nya makin gede, mama takut kalau nanti harus rutin keluar rumah sakit untuk pengobatan dan Theraphy justru membahayakan kesehatan Ai kan.”