"Hemppp, kalau menurut aku, kita ke Bukit Tinggi aja ya Ai, karena terlalu beresiko untuk kita keluar masuk rumah sakit di Jakarta yang notabene jadi epicentrum, karena logika nya gini, kalau kita ke rumah sakit yang di Bukit Tinggi yang dirawat disana kan pasien stroke, gak ada pasien dengan keluhan sakit yang lain, jadi kecil kemungkinan kalau covid 19 bisa ada di rumah sakit itu kan..?” Ia mengangguk tanda setuju meski kecewa masih terpancar di matanya. “kok mukanya Ai jadi sedih gitu..” aku bertanya agar beban yang dirasakan istri ku itu bia lebih ringan jika ia berbagi cerita dengan ku.
“Sebenarnya Ai pengen balik ke Jakarta itu biar bisa cepat ingat kamu Bii, ingat lagi sama kehidupan Ai yang dulu kamu kenal.” Suara nya berat seperti menahan tangis. “jangan terlalu dipaksakan Ai, kamu gak usah khawatir kalau pun ingatan kamu gak pernah kembali, aku tetap akan ada disini buat kamu. Kenapa kita gak buat kenangan yang baru aja..?” Aisyah menatap ku tajam, kali ini pandangan nya tak berkedip. “aku mau kita buat kenangan yang baru, tapi aku juga berharap bisa mengenal Aisyah yang dulu.” Aku meyakinkan nya semua akan baik – baik saja, kita hanya perlu menunggu sampai ingatan itu kembali dan sebelum ingatan itu kembali kenapa kita tidak buat kenangan yang baru terlebih dahulu.
Akhirnya kami memutuskan untuk menjalani perobatan dan fisio theraphy di Rumah Sakit Stroke yang ada di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Segala sesuatu nya mulai dari hasil rontgen kaki terakhir Aisyah, daftar obat – obatan nya dan sampai tahap apa fisio theraphy yang sudah di jalankan nya sudah aku dan Aisyah persiapkan. Semuanya sudah lengkap termasuk baju hangat karena katanya Bukit Tinggi itu mirip puncak, udaranya dingin. Kami berdua belum pernah berkunjung ke kota itu sama sekali.
Kuberitahu keluarga kami, kalau aku dan Aisyah memutuskan untuk menjalani pengobatan dan theraphy di Rumah Sakit Stroke yang ada di Bukit Tinggi. Semua keluarga ikut mengamini karena mereka juga khawatir kalau kami tetap memilih untuk kembali ke Jakarta dan menjalani pengobatan serta theraphy disana akan beresiko besar bagi aku dan Aisyah untuk terinfeksi covid 19 ditambah lagi Jakarta menjadi epicentrum saat ini.
Saat mengucapkan salam perpisahan kepada seluruh staff, dokter dan perawat yang membantu kami selama lebih kurang hampir setahun di rumah sakit ini terasa cukup berat dan emosional karena mereka sudah seperti keluarga bagi aku dan Aisyah. Kami tidak dapat mengucapkan salam perpisahan dengan saling peluk satu sama lain karena covid 19 secara tidak langsung membuat siapapun tidak bisa berdekatan tanpa jarak lebih kurang satu setengah meter. Bahkan itu menjadi salah satu program pemerintah saat ini Tiga M (3M mencuci tangan dengan air mengalir, menjaga jarak dengan orang lain, memakai masker). Pandemi covid 19 ini memukul banyak sektor, tidak sedikit perusahaan yang tumbang karena bangkrut. Sebelum berangkat ke rumah sakit stroke yang ada di Bukit tinggi, Aku dan Aisyah terlebih dahulu harus menjalani prosedur rapid test, untuk memastikan kami tidak terinfeksi covid 19, karena banyak nya kasus pasien tanpa gejala atau OTG.
Hasil dari rapid test kami berdua alhamdulillah non reaktif, yang artinya aku dan Aisyah tidak terinfeksi virus covid 19. Setelah prosedur rapid selesai kami jalani, nantinya sebelum Aisyah resmi menjadi pasien di Rumah Sakit Stroke di Bukit Tinggi, kami terlebih dahulu harus menjalani karantina mandiri selama empat belas hari di hotel yang sudah dinas kesehatan setempat tentukan mulai dari hotel standart sampai premium dan ini berbayar alias tidak gratis, dibebankan kepada calon pasien dan keluarga nya yang akan menjalani pengobatan maupun theraphy di Rumah Sakit Stroke yang ada di Bukit Tinggi.
Sesampainya di salah satu hotel bintang lima di Bukit Tinggi, hawa dingin langsung menyergap kedatangan kami disana, betul sekali Bukit Tinggi ini mirip puncak di Bogor yang udara nya sejuk cenderung dingin. Hotel tempat dimana kami menginap mungkin jika bukan karena covid 19 akan sangat ramai karena lokasi nya yang strategis dan view yang dilihat dari jendela kamar hotel sungguh memanjakan mata. Tetapi tidak begitu yang kulihat hari ini hotel tempat kami menginap sangat sepi tidak seperti hotel pada umumnya. Kami disambut oleh dinas kesehatan setempat dan ini kali kedua aku dan Aisyah harus menjalani rapid test lagi untuk memastikan selama perjalanan dari Medan menuju Bukit Tinggi kami tidak terinfeksi virus covid 19.