Tepat seminggu setelah aku di Langkawi, ada salah satu pesan masuk dari nomor yang selama lima bulan ini aku hubungi. Isi nya sungguh membuatku terharu, terdiam, terkejut sekaligus takjub. Ada foto empat dimensi hasil usg yang ia kirimkan dengan pesan. “ini dia bayi yang sudah sembilan bulan aku kandung, jika kau mau datang melihatnya besok pagi jadwal operasi ku. aku di Pekanbaru bersama orang tua ku. Besok pagi jam sepuluh aku akan menjalani operasi caesar untuk melahirkaan bayi ini di rumah sakit eka hospital pekanbaru, nama ku Arumi, jika nanti kau kesulitan mencariku di rumah sakit tanpa nama.”
Setelah kubaca pesan nya, aku bergegas mengatur jadwal penerbangan ke Pekanbaru. Ternyata penerbangan dari Langkawi menuju Pekanbaru hari itu tidak ada, aku harus ke Kuala Lumpur untuk dapat menuju Pekanbaru segera. Ku tinggalkan Langkawi dan bergegas menuju Kuala Lumpur agar bisa melihat kelahiran anak pertama ku, yang sama sekali tak pernah kubayangkan sebelumnya atau bahkan ku harapkan di kondisi seperti sekarang ini. Perasaan ku hari itu campur aduk, antara senang, sedih, bahagia, takut, marah akan diriku sendiri, anak yang tak berdosa itu harus ikut menanggung kesalahan kami orang tua nya. Ingin rasanya aku memberitahu Ibu dan Kak Bardi bahwa mereka sebentar lagi akan punya cucu dan ponakan. Tapi aku masih belum sanggup mengejutkan ibu atau Kak Bardi dengan kabar mengejutkan, tiba – tiba aku jadi ayah karena cinta semalam.
Tapi aku berjanji, akan memberitahu mereka bila saatnya tiba, bahwa kesalahan ku malam itu membuatku jadi ayah di waktu dan tempat yang salah pula. Yang bersalah hanya aku dan ibu nya bukan bayi yang akan lahir esok hari. Aku harus memberitahu mereka di saat yang tepat bukan sekarang. Selama di dalam pesawat aku tak henti –henti nya berdoa agar semua nya baik – baik saja, anak ku dan ibu nya sehat dan tak kurang apapun jua, meskipun di saat yang sama aku berfikir bagaimana jika keluarganya meminta pertanggung jawaban ku, apakah saat ini aku sudah siap menikah..? dengan perempuan yang aku kenal hanya satu malam saja.
Apakah aku siap menjadi suami sekaligus ayah untuk bayi yang akan lahir besok pagi, apakah aku siap dengan segala tanggung jawab besar setelahnya. Pertanyaan itu silih berganti menari – nari di kepalaku. Satu jam dalam pesawat dari Kuala Lumpur menuju Pekanbaru terasa begitu cepat sekali. Sesampainya di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, aku bingung harus melakukan apa, dan harus kemana tepatnya. Jika aku langsung menuju ke rumah sakit, rasanya aku belum siap untuk bertemu Arumi dan orangtua nya. Aku belum siap di cerca pertanyaan bagaimana selanjutnya dengan Arumi dan bayi nya..? bagaimana jika mereka meminta ku menikahi Arumi segera setelah anak itu lahir.
Akhirnya ku putuskan untuk menuju hotel yang dekat dari rumah sakit tempat dimana Arumi akan menjalani operasi caesar besok pagi. Semoga besok pagi keputusan ku untuk menemui Arumi dan bayi nya tidak berubah, biar bagaimanapun itu darah daging ku. sepanjang malam aku tidak bisa tertidur sedikitpun, aku memikirkan bagaimana dengan besok, apakah aku sanggung dengan apa yang akan terjadi besok..?
Semua pikiran – pikiran mengenai tanggung jawab, suami, anak berkecamuk di kepala ini. Setelah pergumulan panjang yang tak kunjung ku dapati solusinya, akhirnya ku hamparkan sajadah untuk meminta petunjuk dari yang Maha tahu segalanya dan disaat yang sama pula Ku pun memutuskan untuk datang besok pagi ke rumah sakit untuk bertemu Arumi dan bayi nya, apapun nanti yang akan disampaikan oleh keluarga nya aku pasrah, mungkin ini jalan ku menebus semua kesalahan di malam itu.
Malam menuju pagi hari ini terasa cepat sekali, aku melangkah dengan pasti menuju rumah sakit menggunakan aplikasi transportasi online di daerah Pekanbaru ini. Ternyata jarak nya dari hotel tempat aku menginap hanya lima menit saja. Aku tahu dari komentar driver nya. “jarak nya sekitar lima menit saja dari sini ya pak, mohon bintang lima nya.” aku yang mendengar pernyataan nya barusan. Hanya tersenyum simpul, hati ku sedang tidak bisa menerima informasi yang masuk dalam bentuk apapun hari ini. Meskipun seandainya dari hotel tempat ku menginap bisa ku tempuh dengan hanya menyebrang ke rumah sakit tempat Arumi akan melahirkan, aku tetap akan memesan taxi dengan aplikasi. Agar segera dapat sampai kesana.
“Sudah sampai pak sesuai dengna aplikasi...” Suara driver itu membuat jantung ku berdegup sangat kencang itu artinya sebentar lagi aku akan bertemu dengan perempuan yang hanya aku kenal semalam dan hari ini ia akan melahirkan darah daging ku. “gak ada uang kecil nya pak, maaf hanya delapan ribu saja.” Ia keheranan karena aku memberinya pecahan uang seratus ribu rupiah. “ambil aja kembalian nya pak gak papa.” Tampak raut wajah heran sekaligus dari wajah nya. Ia berterima kasih banyak dan berkata, “semoga bapak lekas sembuh.” Ucapnya, ahh terserah lah kalau ia menganggap ku sakit sekalipun, aku hanya ingin segera bertemu Arumi dan bayi nya.
Aku masuk ke loby rumah sakit dan segera menanyakan keberadaan Arumi, menurut bagian infomasi, Arumi sedang berada di ruang operasi lantai 3. Aku bergegas ke lantai tiga dengan menaiki tangga, aku tidak ingat jika ada lift yang dapat mengantarkan ku lebih cepat pada Arumi. Sesampainya di lantai tiga ternyata tidak hanya ada satu ruang operasi disana bahkan ada empat ruang operasi yang masing – masing di depan ruangan itu sudah menanti keluarga mereka. Ruangan mana yang harus aku tuju..? langkah ku melambat, ku perhatikan wajah heran mereka satu per satu, mungkin menurut mereka aku salah ruangan. Bagaiman harus memulai nya ya..? aku bertanya dalam hati.