Setelah mengebumikan Arumi, aku melihat wajah sedih dan kehilangan dari dua orang yang sudah membesarkan putri bungsunya itu sampai saat ini, tinggal bayi kecil yang belum kami berikan nama itu harapan mereka satu – satu nya. Semoga bayi mungil itu bertahan agar harapan tetap singgah dalam ingatan baik aku atau pun orangtua Arumi. Bisik – bisik tetangga seperti melihat aneh ke arah ku, aku bukan bagian dari keluarga ini yang mereka kenal, mereka menelisik bak detektif mungkin saja mereka mengira aku adalah suami Arumi, canggung rasanya hamil dan punya bayi tetapi tidak ada suami atau ayah dari bayi yang di lahirkan bagi adat ketimuran yang masih kental disini.
Tatapan mereka seakan – akan bertanya siapa aku bagi Arumi, tetapi tidak satupun ada yang berani bertanya. Tatapan marah pun sebagian kuterima dari mereka, mungkin mereka berfikir kemana saja aku selama sembilan bulan ini, Arumi sendiri mengandung anak nya. Dimana tanggung jawab ku sebagai lelaki atau suami..? Entah lah hanya mereka yang tahu apa yang ada di dalam hati dan fikiran mereka masing –masing . Aku memilih untuk pergi ke rumah sakit melihat bagaimana kondisi bayi kami. Sejak tadi dari rumah duka ponsel ku terus berbunyi dari ibu dan kak Bardi. Mungkin mereka mendapat kabar dari tim ku bahwa aku pergi begitu saja tanpa pamit pada mereka, aku mengerti kekhawatiran mereka, takut kalau – kalau aku berulah lagi dan mungkin kali ini aku tidak seberuntung waktu yang lalu bisa saja aku tak tak selamat kali ini.
Ku jawab panggilan telepon dari ibu, jelas sekali terdengar suara ibu yang sangat mengkhawatirkan aku, suaranya bergetar parau seperti menahan tangis. “Assalammuailakum bu, iya maafin Zubi gak kasih kabar ke Ibu atau Abang, Zubi lagi di Pekanbaru Bu, Zubi baik – baik aja, nanti kalau urusan Zubi disini sudah kelar, Zubi akan kasih tahu semuanya ke ibu.” Mendengar jawaban ku barusan tangis ibu ku pecah, mungkin beliau mengira aku kembali pada cinta pertama ku. “Zubi, ibu mohon nak jangan lagi..”dengan suara tangis penuh sedu sedan, belum sempat ibu melanjutkan kalimat nya, langsung ku jelaskan pada ibu. “Ibu percaya Zubi kan bu..?Zubi ada urusan yang memang belum bisa Zubi ceritakan ke ibu dan abang, tapi percayalah bukan karena narkoba zubi begini bu, nanti akan zubi ceritakan pada ibu. “ Aku tidak ingin ibu dan kak Bardi khawatir berkepanjangan dan semoga dengan penjelasan ini mereka berdua bisa paham.