Sesampainya di Jakarta aku mengatakan semua yang terjadi pada ibu dan kak Bardi, mulai dari awal mula aku bertemu Arumi, sampai peristiwa yang terjadi dalam hidup ku seminggu belakangan. Aku memperlihatkan foto arumi dan bayi kami pada ibu dan Kak Bardi, tangis ibu ku tak dapat lagi di bendung nya, aku tahu ada perasaan marah, kecewa, sedih, kehilangan dalam tangis nya, aku memeluk ibu ku dan meminta maaf berulang kali pada perempuan yang melahirkan dan membesarkanku itu yang telah ku buat kecewa berkali – kali. Ia melihat ke arah ku, di peluk nya aku dengan mengusap kepala ku.
“Siapa nama cucu ibu ini Bii..?”tanya nya lembut dengan isak tangis masih membekas di gurat wajah nya yang sudah beranjak sepuh. “Arumi bu, persis seperti nama ibu nya.” kami saling menumpahkan kesedihan. Karena kesalahan masa lalu ku semua orang harus ikut menanggung beban kesedihan yang sama termasuk ibu ku. “Sini lihat ibu, begitu sayang nya Allah ke Zubi nak, lihat perempuan yang melahirkan cucu ibu ini, Allah jemput pada saat ia sudah kembali pada jalan yang Allah ridhoi, Allah ambil cucu ibu yang tidak akan pernah dapat Bin ayah nya dari mu nak, karena dia ada sebelum ijab kabul ibu bapak nya. Ini adalah ketentuan yang paling baik yang Allah sudah siapkan untuk Zubi, Arumi dan cucu ibu.”
Setelah mendengar ucapan ibu barusan aku baru paham apa yang di katakan imam solat yang aku temui di musholla rumah sakit tempat Arumi melahirkan bayi kami. Ada banyak cara Allah memuliakan makhluk nya, ada banyak cara Allah membuat makhluknya kembali kepada Nya, ada yang di uji dengan sakit, dengan anak, dengan istri atau suami, dengan harta, dengan perkara – perkara dunia yang menyilaukan. Tetapi yang menjadi hisab bukan pada saat kita melakukan kesalahan atau saat kita di uji, tetapi setelah kita bertaubat dan bangkit dari ujianNya. Perkara yang kita benci atau sesali mungkin adalah yang terbaik yang Allah siapkan pun sebaliknya. Tak ada yang tahu diantara kita yang hanya begelar hamba, kecuali kita hanya diberi pengetauan sedikit saja, sesungguh nya Allah maha mengetahui sedangkan kita tidak.
Pelan – pelan aku mulai menata hidup, ada satu yang mengganjal di ingatan ku, perempuan yang selalu tak sengaja selalu ku temui mulai dari Langkawi sampai di pesawat dari Pekanbaru menuju Jakarta seminggu yang lalu. Entah bagaimana aku selalu dipertemukan dengan gadis itu. Kami memutuskan untuk bertukar nomor kontak karena menurutnya aneh dan lucu bisa di pertemukan dengan orang yang sama di situasi berbeda bahkan disaat dua orang itu tidak saling mengenal atau tertarik satu sama lain. Masih ku simpan nomor kontak nya.
Sudah hampir sebulan setelah kepergian Arumi dan bayi kami, aku selalu memohon ampun atas apa yang sudah aku lakukan pun begitu dengan Arumi, semoga dengan mendoakan nya dalam setiap sujudku, dapat mengurangi sedikit rasa penyesalan ku karena tidak sempat meminta maaf pada Arumi. Hari ini aku kembali teringat senyum manis perempuan yang aku temui terakhir kali di dalam pesawat, jilbab berwarna hijau tua menutupi kepalanya. Pribadi yang ramah saat itu, ia melempar senyum pada ku yang duduk tepat di sebelahnya.