Sejak hari itu kami semakin dekat satu sama lain. Meskipun Aisyah belum sepenuh nya membuka hati nya untuk ku kembali, aku tahu ada getaran cinta di hatinya, tapi entah mengapa tembok penghalang itu masih berdiri kokoh untuk sepenuhnya menerimaku yang masih asing bagi nya, aku berharap ingatan Aisyah juga dapat segera pulih disamping kesehatan fisik nya yang sudah semakin menunjukan perkembangan yang baik dari hari kehari.
Besok adalah hari terakhir karantina, itu artinya sudah empat belas hari kami lalui bersama di ruangan yang tidak terlalu besar ini, dua puluh empat jam terkunci di ruangan itu menjadikan kami dapat mengenal satu sama lain dengan lebih baik. “Ai, besok terakhir kita di swab, insyaAllah negatif hasil nya kita bisa langsung ke rumah sakit stroke itu buat fisio theraphy kaki sama bahu kamu disana, kamu mau kita nginap di penginapan yang mereka sediakan atau di hotel yang dekat – dekat dari sana..?” aku menanyakan hal itu karena aku ingin selama menjalani proses theraphy itu nantinya Aisyah tetap nyaman dan bahagia, agar ingatan nya juga berangsur pulih sama seperti kaki dan bahu nya.
“Kita stay di penginapan yang mereka sediakan aja Bii, biar deket kamu juga gak susah dorong kursi roda aku jauh – jauh.” Pertimbangan Aisyah lebih memilih menetap selama theraphy di tempat yang sudah disediakan adalah karena jarak, ya aku mengerti bagaimana perasaan Aisyah setiap ada orang yang melihat nya dengan kursi roda, ada tatapan tak biasa yang membuatnya tidak nyaman. “jangan kan dorong kursi roda kamu Ai, gendong kamu keliling jam gadang juga ku sanggup.” Aisyah lagi – lagi tersipu malu mendengar jawaban ku barusan.
“Bii, gimana kalau ingatan aku gak bisa balik lagi, aku lupa semua tentang kamu..?” Ia masih berharap ingatan nya kembali. “sebelum ingatan kamu balik lagi, kenapa kita gak buat memori baru aja, anggap aja kita baru married terus kita lagi honeymoon ke sini, ke Bukit Tinggi ini bukan untuk theraphy.” Aku berusaha menghiburnya, apapun kondisi nya nanti aku akan tetap ada untuk Aisyah. “issh, itu sih mau nya kamu.” Ia menyungging kan bibirnya dan mengalihkan pandangan nya pada yang lain. “yakin kamu gak mau..?” aku tahu pertanyaan ku ini akan membuatnya sedikit kesal, dan mungkin akan memukul bahu ku lagi dengan manja dan malu – malu. “IHHHHHHH, Zubiiiiiii....” aku tertawa puas menddengar suara nya yang setengah berteriak menyebut nama ku.
Sukur lah hasil tes swap kami berdua negatif covid 19, akhirnya kami bisa keluar dari ruangan ini dan menghirup udara sejuk, berembun, basah dan segar sebagai khas nya Bukit Tinggi. Ku perhatikan satu per satu barang bawaan kami sebelum benar – benar check out dari hotel tempat kami menjalani karantina selama empat belas hari. Ku pastikan tidak ada yang tertinggal satupun, Aku dibantu petugas hotel untuk membawa barang – barang kami menuju mobil yang sudah menunggu di depan loby hotel untuk membawa kami ke tempat tujuan awal kedatangan kesini, rumah sakit stroke Bukit Tinggi.