Tidak mudah untuk sebagian orang bangkit dari keterpurukan yang disebabkan oleh pandemi ini, beruntunglah beberapa orang yang masih bisa berkarya menghasilkan uang meski dengan tertatih – tatih berpeluh kadang hanya untuk sesuap nasi. Malam ini Bukit Tinggi sungguh lebih dingin dari malam – malam sebelumnya, mungkin karena sore tadi hujan turun cukup deras, bisa ku cium bau dedaunan basah dari balik jendela kamar yang sengaja ku biarkan terbuka, agar udara sejuk diluar bisa masuk ke penjuru kamar ini. Ku lihat Aisyah menarik selimutnya, ia berpesan nanti setelah adzan isya bangunkan ia untuk sholat berjemaah bersama, rasa kantuk itu sepertinya tak tertahankan setelah sholat magrib tadi ia langsung bersiap tidur, mungkin cuaca hari ini juga mendukung untuk rebahan.
Ku pandangi wajah nya dari sisi jendela kamar kami, raut wajah perempuan yang aku sangat kagumi, sayangi, dan banggakan sebagai istri itu begitu teduh dalam lena tidurnya. Sesekali rambut nya menyapu pelupuk mata yang lena itu, aku tidak ingin Aisyah masuk angin karena sepertinya cuaca diluar semakin dingin, belum sempat aku menutup kaca jendela kamar kami, angin kencang berhembus bahkan sampai memaksa jendela kamar kami menutup dengan sendiri nya yang membuat suara keras yang membuat aku dan Aisyah terkejut. Aisyah bangun dari tidur nya, ia sama terkejut dengan ku yang tepat berada di depan jendela.”suara apa itu Bi..? ia langsung mengganti posisinya dari berbaring lalu duduk bersandar pada dipan tempat tidur. “Jendela ini tiba – tiba nutup sendiri karena angin kencang Sepertinya mau hujan deras.” Aku mendekati Aisyah yang kelihatan masih shock karena suara hentakan dari daun jendela kamar yang menutup sendiri di hempas angin.
“Mau aku peluk, biar gak takut.” Aku sengaja mengalihkan suasana dengan bertanya hal yang akan membuatnya tersipu malu dan marah – marah manja yang memang sangat ku rindukan selama proses pemulihan ini berlangsung. Sudah lama rasanya aku tidak melihat lagi hal yang setiap hari selalu aku lihat saat sebelum kecelakaan itu merenggut ingatan nya tentang ku. “justru kalau kamu peluk aku jadi takut.” Wajah nya memerah dan mengalihkan pandangan nya dari hadapan ku. “sama suami sendiri kok takut, dulu aja minta di pelukin saban hari, gak hujan gak panas sampai – sampai aku hafal gak minta peluk juga pasti aku peluk.” Aku penasaran apa jawaban nya setelah mendengarkan ini, apakah masih tersipu malu atau justru akan marah – marah manja seperti yang aku harapkan.
“Dulu aku manja ya Bi, apa – apa aku bergantung sama kamu..?” mendengar reaksi nya yang justru diluar dugaan ku, membuat aku tidak sempat memikirkan jawaban nya. Langsung saja ku jawab iya, padahal sebelum amnesia Retrograde ini hadir dalam pernikahan kami Aisyah adalah pribadi mandiri, ia tidak banyak bergantung dengan orang lain, selagi pekerjaan itu masih mampu ia kerjakan sendiri maka ia akan mengerjakan nya sendiri sampai pekerjaan itu selesai. Termasuk dengan aku suaminya Aisyah tidak banyak bergantung dengan ku, apa – apa akan ia kerjakan sendiri. Tetapi karena aku terlanjur berkata iya mungkin dengan sedikit improvisasi cerita, kisah nya nanti akan mirip – mirip dengan apa yang terjadi sebelum kecelakaan ini. Karena aku tidak ingin berbohong pada Aisyah yang sudah berusaha untuk membuka hati nya kembali untuk ku. “ya, di beberapa hal kamu bergantung banget sama aku, tapi lebih banyak mandiri nya sih daripada minta tolong aku.
Ini saat nya memperbaiki keadaan dengan berkata yang sebenarnya. “misal nya apa yang buat aku begitu ketergantungannya sama kamu..?” ia mulai ingin mengingat – ingat kisah masa lalu kami sebelum Amnesia Retrograde ini menjadi teman dekat ku selama beberapa bulan ini, tapi aku sudah berjanji Amnesia Retrograde ini tidak bisa mengambil istri ku mungkin ia berhasil mencuri ingatan nya tetapi tidak kenangannya yang masih bisa kubagikan pada Aisyah karena aku masih mengingat setiap detail nya bahkan. Aku akan memperjuangkan nya sampai darah penghabisan, seperti lagu – lagu cinta zaman dulu.
“Ya, yakin kamu mau denger..? nanti malu sendiri.” aku semakin membuat Aiysah penasaran. “ishhh, gak usah pake pembukaan begitu bisa kah, tinggal bilang aja juga..” ia sudah terlihat kesal, dan aku bahagia melihat nya begitu karena saat ia kesal jujur saja aku serasa ingin memeluk nya erat seperti dulu jika kami berbeda pendapat dan agak bersitegang aku akan mengalah dan lebih memilih memeluknya daripada harus perang dingin sampai pagi tiba. “salah satu yang paling simpel, ya kalau kamu mandi suka gak bawa handuk, coba tebak siapa yang kamu teriakin namanya berkali – kali sampai handuk nya nyampe di kamar mandi.” Ini kebiasaan Aiysah yang sangat sering berulang apalagi saat ia pulang dari bekerja mengajar di sekolahnya, ia akan langsung menuju kamar mandi untuk bersih – bersih diri dan sering lupa untuk membawa handuk ke kamar mandi nya. Setelah keseringan lupa, akhirnya aku membuatkan satu rak lemari kecil di kamar mandi untuk stok handuk yang bisa dipakai kapan saja oleh Aisyah tanpa harus berteriak – teriak memanggilku yang kadang sedang sibuk bekerja di depan laptop ku.