Pagi ini aku terbangun sesaat setelah adzan subuh berkumandang, Aisyah masih dalam dekapan ku, tangan ini rasanya kebas karena menjadi bantal Aisyah semalaman. Ku pandangi wajah nya yang masih lena dalam tidur nya. “Ai, bangun sayang.. sudah adzan subuh.” Sesaat setelah mendengar suara ku ia justru semakin mendekap ku kuat, “heumppppp.... lima menit lagi.” Suara itu, suara yang aku rindukan setahun ini, dan pagi ini kembali ku dengar lagi dari istri yang masih ada dalam dekapan ini sepanjang malam sampai pagi menjelang, ini nyata bukan mimpi ku semata. “Iya, tapi sudah adzan, solat subuh dulu nanti aku peluk lagi... janji..” Aisyah langsung membuka matanya setelah mendengar kallimat terakhir tadi, nanti aku peluk lagi. Ia langsung mendorong ku menjauh, “Aku masih marah belum mau di peluk.” Ia berusaha bangun sendiri tanpa bantuan ku dan menuju kursi roda nya.
Pagi ini kota Bukit Tinggi di guyur hujan deras, udara yang memang sudah sejuk menjadi dingin seperti bersalju. Sampai – sampai aku harus memakai kaus kaki agar dingin nya tidak menembus sampai ke kaki ini. Aisyah terlihat kedinginan di atas tempat tidur nya, ia bahkan menambahkan selimut ke pundak nya untuk mengusir dingin yang menusuk pagi ini. “Dingin..?” aku bertanya pada Aisyah sembari menggosok – gosok kan ke dua tangan ku agar lebih hangat. Aisyah hanya mengangguk saja yang artinya ia memang sedang kedinginan pagi ini. “Aku tahu kenapa kamu nanya begitu.”
Woaa sebuah kemajuan Aisyah, setelah kemarin malam ia bak detektif dan pagi ini ia seperti cenayang yang bisa membaca isi hati ini. “Kenapa..?” tanya ku penasaran. “Iya, biar kamu bilang gini kan, mau aku angetin gak..?udah kebaca tauuuuk, coba cari trik lain makanya.” Aku takjub mendengar kata – kata Aisyah barusan, sedikitpun tidak terbesit di fikiran ku akan mengatakan hal itu pada Aisyah pagi ini.
“Jadi gimana..?” mendengar pertanyaan itu Aisyah menjadi murka. “Zubiiiiiiiiii, gak ada hal lain kah yang bisa kau fikirkan selain itu..? Ia menutup wajah nya menggunakan selimut tebal yang tadi di menutupi bahu nya. Aku tersenyum mendengar kalimat Aisyah barusan. Ku dekati Aisyah perlahan, dan ia terlihat seperti menghindari kedatangan ku ke arah nya. “Zu,... Zubi kau mau apa..?” Ia bertanya seolah – olah aku akan memakan nya pagi ini, terlihat rasa cemas di wajah itu. “Aku Cuma mau bilang I love you sayang ku, terimakasih sudah menjadi Aisyah yang hari ini aku kenal.” Aisyah yang hari ini aku kenal sungguh tak terduga, terkadang ia sangat dewasa dan bijaksana dan tidak jarang ia juga bersikap layak nya anak usia tujuh tahun yang merengek seperti minta di belikan jajan.
“Aisyah yang hari ini kau kenal..? maksud nya..?” Aku hanya membalas dengan senyuman. “Jadi dulu aku gimana.?, apa sebegitu menyebalkan nya kah sampai – sampai kau berterimakasih untuk hari ini..?” tentu saja aku berterimakasih pada Aisyah yang sudah membuat aku jatuh cinta berkali – kali karena setelah kecelakaan yang merenggut ingatan nya itu Aisyah berubah menjadi sosok baru yang tidak ada pada Aisyah yang dulu. Sekarang ia jauh lebih peka dengan sekelilingnya, berusaha untuk mengerti bagaimana perasaan ku atas sikap nya. Rasa simpati nya tumbuh setelah kecelakaan itu, bukan berarti sebelum kecelakaan dia tak bersimpati dengan sekelilingnya, hanya saja sekarang ia jauh lebih peka. Jika ia bertanya apakah aku jauh lebih menyukai Aisyah yang sekarang..? mungkin akan ku jawab iya, aku sungguh jatuh cinta pada Aisyah yang sekarang.
“Kalau kau boleh memilih, kau ingin aku yang sekarang atau ingin ingatan ku kembali..?” tiba – tiba saja Aisyah menanyakan hal yang baru saja terbesit di fikiran ku. Ingin rasanya ku jawab aku ingin Aisyah yang sekarang, tetapi jauh di dalam hati ku tidak jarang aku juga merindukan Aisyah yang dulu. Dan aku juga ingin ingatan nya segera pulih kembali, meski ia akan menjadi Aisyah yang dulu. Aku tetap akan mencintainya apapun dan bagaimanapun keadaan nya nanti. “Aku ingin ingatan mu kembali dan tetap jadi Aisyah yang sekarang.” Aku menatap nya tanpa mengalihkan pandangan ku sedetik pun dari wajah nya yang terlihat tidak bisa berkata – kata lagi setelah mendengar jawaban ku barusan. “Kau serakah..! bagaimana bisa kau ingin aku yang sekarang tapi kau masih menaruh harapan pada Aisyah yang dulu coba kau lupakan.”
Mendengar kata – kata Aisyah tiba – tiba saja dada ku terasa berat dan sakit, entah apa yang menyebabkan nya terasa sesak dan sakit. Apa aku seperti yang Aisyah fikirkan, serakah..! karena aku menginginkan hal yang mustahil di waktu yang sama. Bagaimana bisa aku ingin Aisyah yang sekarang tetapi aku juga ingin ingatan nya kembali. Ia masih menatap ku dan menanti jawaban atas pernyataan nya barusan. “Iya mungkin kau benar Ai, aku serakah ingin kau yang sekarang tetapi masih merindukan kau yang dulu.