George tengah mengoordinasikan pasukannya untuk dapat bekerja sama dengan tim pasukan Jeffrey. Mereka bahkan terlihat sangat antusias saat mendengar kabar bahwa mereka turut ikut menyelesaikan masalah yang cukup trending di kawasan Kepolisian.
"Jadi, mulailah membangun sikap kerjasama yang baik. Kalian paham?" Ujar George menutup pembicaraan setelah berbicara cukup panjang. Pasukannya mengangkat tangannya, memberi hormat.
"Paham, Pak!" jawab mereka serentak. George mengangguk dan menyuruh mereka untuk kembali ke posisi mereka. Kini hanya menyisakan Jeffrey dan George.
"Baiklah. Mari kita susun suatu rencana, Inspektur satu." ujar George tampak bersemangat sekali. Jeffrey mendeham sejenak.
"Aku memakai cara andalanku," Jeffrey membuka suara. "Aku mengerahkan beberapa Polisi Muda untuk berjaga disetiap kediaman Perwira Polisi. Tim pasukan khususku menjaganya dari jauh." Jelasnya panjang lebar. George mendengarkannya secara seksama.
"Hanya itu?" Tanya George membuat Jeffrey menoleh kearahnya. George pun menoleh, menatap mata cokelat Jeffrey.
"Ya." Jawab Jeffrey singkat. George menggelengkan kepalanya. Pantas saja lima Perwira Polisi tewas. Penjagaannya hanya diluar, tidak didalam.
"Baiklah jika kau memikirkan keamanan dari luar. Aku akan mengerahkan pasukanku untuk menjaga tiap Perwira Polisi. Yang artinya aku akan menjaga keamanan bagian dalam kediaman Perwira Polisi." Ujar George memberitahukan rencananya.
"Bukan hanya itu saja. Aku menginginkan rencana khusus." Timpal George membuat Jeffrey mengernyit bingung.
"Rencana khusus? Rencana seperti apa?" tanya Jeffrey tampak tertarik.
"Rencana yang tidak biasa diterima oleh pembunuh itu. Dengan itu, mungkin kita bisa menangkap pembunuh itu diwaktu dekat." jawab George membuat Jeffrey mengangguk paham.
"Jadi apa kau memiliki rencananya?" Tanya Jeffrey. George mengangguk mantap, lantas mulai mengutarakan ide cemerlangnya.
"Sebelumnya, kita harus tahu siapa sasaran berikutnya yang akan diserang. Jika kita tidak mengetahui hal itu, sampai kapanpun masalah ini tidak akan selesai dan malah menambah korban baru." Jelas George yang tentu saja diterima baik oleh Jeffrey.
"Dan setelah aku memikirkannya, aku rasa pembunuh ini hanya mengincar Polisi yang sudah lama menjabat. Artinya, kita harus mencari tahu, siapa dari beberapa Perwira Polisi yang masih hidup sudah cukup berumur menjabat sebagai Polisi." Timpal George membuat Jeffrey tersenyum kagum mendengarnya.
"Jadi bagaiamana?" tanya George setelah mengatakan ide cemerlangnya yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Jeffrey. Jeffrey terkekeh pelan, lalu menepuk pundak George berkali-kali.
"Luar biasa. Aku suka rencanamu. Aku beruntung bisa bekerja sama denganmu, Inspektur dua George." ujar Jeffrey membuat George tersenyum penuh arti,"Ini tidak seberapa. Masih banyak rencana-rencana lain yang belum kukatakan padamu." ujar George membuat Jeffrey tertawa mendengarnya.
"Baiklah. Mari kita nikmati bersama tugas sialan ini, Inspektur satu Jeffrey." ujar George sambil tersenyum. Jeffrey menghela napas sejenak, lalu membalas senyuman itu.
***
Hari ini, Jeffrey pulang sedikit lebih awal. Ia melakukannya karena mengingat ada tamu asing yang tinggal dirumahnya. Hal itu membuatnya harus waspada setiap saat.
Jeffrey mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu. Barusaja ia hendak mengetuk, pintu itu sudah terbuka dan menampilkan Chellia dengan celemek yang tengah dipakai. Wanita itu menyambutnya dengan senyuman.
"Selamat datang." Sapa Chellia mempersilahkan Jeffrey untuk masuk.
"Ya, aku pulang." ujar Jeffrey lalu masuk kedalam sambil memijat lehernya yang terasa sakit. Dikarenakan ia menunduk terlalu lama untuk membaca berkas yang cukup tebal.
Chellia menutup pintu utama, lalu bergerak cepat kearah dapur. Ia tengah memasakkan sesuatu untuk makan malam mereka. Ia hanya memasak Sup dan Telur Dadar, mengingat hanya itu persediaan yang ada di dalam kulkas.
Ia tengah mencicipi Sup-nya. Setelah rasanya pas, ia mematikan kompornya dan meletakkannya keatas meja makan.
"Pergi mandilah, Pak Polisi. Makanan sudah siap." ujar Chellia mulai mengambil beberapa perlengkapan makan. Jeffrey yang mendengarnya lantas menoleh dan mendapati Chellia sedang menaruh piring dan perlengkapan makan lainnya diatas meja makan.
"Apa yang kau masak?" tanya Jeffrey sambil melangkah mendekat.
"Seperti yang kau lihat. Hanya Sup dan Telur Dadar. Aku hanya memasak ini karena persediaan dikulkasmu sangat minim." Jawab Chellia membuat Jeffrey termangut-mangut mengerti. Selama ini ia tidak terlalu peduli dengan urusan dapur. Yang ia pedulikan hanya masalah yang menghantuinya selama dua tahun ini. Dan itupun tidak kunjung selesai.
"Pergi mandilah cepat. Kita akan makan bersama-sama." Ujar Chellia yang dijawab anggukan oleh Jeffrey. Jeffrey kemudian beranjak keatas, memasuki kamarnya untuk membersihkan dirinya.
Chellia melepaskan celemeknya dan menggantungnya ketempat semula. Selama menunggu, Chellia duduk disalah satu kursi diruang makan sesekali memainkan sendok dan bersenandung kecil. Selama 15 menit menunggu, Jeffrey akhirnya turun kebawah. Chellia yang mendengar derapan langkah kaki langsung menoleh. Lalu tersenyum senang saat melihat Jeffrey menghampirinya dan duduk dihadapannya.
Chellia mulai menyajikan masakannya diatas piring lalu menyerahkannya kepada Jeffrey. Jeffrey menerimanya, lalu meletakkannya diatas meja makan. Wanita itu kembali melakukan hal yang sama. Menyajikan masakannya diatas piringnya lalu meletakkannya diatas meja.
"Selamat makan." ujar Chellia lalu memulai kegiatan makannya. Jeffrey juga turut melakukan hal yang sama. Selama kegiatan tersebut, mereka sama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun. Hanya terdengra suara dentingan sendok yang beradu dengan piring.
Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka sudah siap menyantap hidangan itu. Jeffrey meneguk segelas air putih yang diberikan Chellia untuknya hingga tandas. Lalu meletakkannya kembali diatas meja.